Interrogation

10.3K 587 22
                                    

"Jack Addison. Apa motifmu sampai-sampai kau bisa membunuh temanmu yang bernama David Berkowitz itu?" tanya kepala sekolah seolah-olah sedang menginterogasiku.

"Sa.. saya tidak tahu apa-apa, pak. Sungguh," jawabku yang sejujur-jujurnya.

"Hey, kenapa kau masih saja beralasan seperti ini? Sudah jelas-jelas kaulah pembunuhnya. Bapak bisa melihat dari kamera cctv kalau kau sudah terbukti melakukan pembunuhan. Sudahlah, mengaku saja," ucap kepala sekolah yang memaksaku untuk menjawab dan mengakui perbuatan ini--padahal aku tidak tahu sama sekali tentang semua ini. Aku bingung harus menjawab apa. Semua ini sungguh tak adil!

"Sungguh, pak. Saya benar-benar tidak tahu dan tidak mengerti dengan semua ini. Tadi, saat istirahat saya sedang berada di dalam kelas, lalu David mengejek saya kalau saya adalah seorang yang penegecut. Tapi saya tidak membalasnya. Setelah itu, saya merasakan kepala saya yang sangat pusing, dan sejak saat itu saya mulai tidak sadarkan diri. Saya tidak tahu menahu tentang kejadian ini, pak. Sungguh. Saya sedang tidak berbohong," jawabku dengan sangat jujur.

"Bapak tidak mengerti apa yang kau katakan. Tapi jelas-jelas semua ini terjadi. Teman-temanmu melihat dengan mata kepalanya sendiri. Bahkan bajumu saja telah menjadi bukti," ucap kepala sekolah panjang lebar.

"Sungguh, pak. Saya tidak tahu apa-apa. Bapak mau memanggil orangtua saya? Silahkan saja, pak. Silahkan. Yang jelas saya tidak tahu dan tidak sadar kalau saya telah membunuh seseorang. Saya sendiri tidak mengerti dengan semua ini," jelasku kepada kepala sekolah yang ada dihadapanku ini.

"Baiklah. Bapak akan menghubungi orangtuamu."

*

Selang lima belas menit. Ibuku datang ke ruang kepala sekolah. Ia menatapku dengan sangat marah. Biarlah, lagipula aku jujur kalau aku tidak tahu apa-apa. Ibu mulai berbicara dengan kepala sekolah tentang masalahku ini.

"Apa yang anak saya lakukan di sekolah? Apakah ia membuat kekacauan?" tanya ibuku, lalu ia menatap tajam ke arahku. Aku tidak takut kalau ibu akan memarahiku habis-habisan. Aku sudah katakan, kalau aku tidak tahu permasalahannya.

"Sangat kacau, Mrs. Addison," ucap kepala sekolah. Cih! Menyebalkan. Kenapa tidak langsung bilang saja kalau aku telah membunuh temanku?! Membuat ibuku semakin penasaran saja. Dari raut wajahnya, ku lihat sepertinya ibu semakin marah padaku. Ah, kepala sekolah yang menyebalkan!

"Memang apa yang dilakukan oleh anak saya?" tanya ibuku tanpa ba-bi-bu.

"Anak anda telah membunuh seorang murid di sekolah ini. Dan murid yang dibunuhnya itu merupakan teman sekelasnya," ucap kepala sekolah akhirnya. Ibuku terlihat sangat syok. Mungkin ia akan sangat marah kepadaku kali ini. Atau mungkin aku akan diusir dari rumah. Ah, terlalu dramatis. Membosankan.

Ibu menolehkan pandangannya ke arahku, dan setelah itu ia bertanya,"Apa benar apa yang dikatakan oleh kepala sekolahmu ini?"

"Aku tidak tahu, bu. Semua orang menuduhku kalau aku sudah membunuh temanku. Akan tetapi aku tidak pernah merasa kalau aku pernah membunuh seseorang. Sungguh," jawabku.

"Apa benar apa yang kau katakan barusan, Jack?" tanya ibuku sekali lagi--dengan raut wajah yang penuh selidik.

"Benar, bu. Oh, iya. Begini saja, apa saya boleh melihat rekaman cctv-nya, pak?" tanyaku kepada kepala sekolah.

"Oh, baiklah kalau kau mau melihatnya. Mari ikuti bapak," jawab kepala sekolah.

Jantungku sangat berdebar sekali saat kepala sekolah mulai mengajakku ke tempat dimana layar cctv dipasang. Aku takut kalau ini semua benar-benar terjadi tanpa sepengetahuanku.

_TBC_

a/n : maaf ya kalo ceritanya gaje. Hehe :D Gak inspirasi lagi soalnya :D Tetap stay di 'Who Am I?' yaa... :)

Who Am I?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang