1. Acara Lamaran

96 3 0
                                    

Namanya Bintang—si mantan ketua BEM yang kini sudah bekerja sebagai dosen komunikasi di salah satu PTS ternama di Jakarta. Setelah pulang dari London, Bintang lantas tak bisa langsung berleha-leha ria. Ia sudah mendaftar sebagai dosen semenjak Ia menunggu acara kelulusannya 2 bulan yang lalu dan tak lupa Bulan yang ngebet mengajaknya nikah. Padahal Bintang masih belum punya rumah sendiri, belum bisa membangun rumah impiannya. Tapi Bulan selalu bersikeras untuk menikah tahun ini. Katanya gadis itu sudah membeli apartemen untuk mereka tempati berdua setelah menikah nanti.

Oleh karenanya, itu sebabnya malam ini, di malam Kamis yang kebetulan tengah hujan deras dan angin kencang. Tepat pukul 8 malam, Ia dan keluarnganya bertandang ke Rumah Bulan. Niatnya untuk melamar Bulan dan membicarakan tanggal pernikahan. Tidak perlu dengan acara tunangan-tunangan lagi, sudah cukup dengan acara tunangan bohongan mereka dahulu. Sekarang saatnya untuk menikah sungguhan.

Mentari dengan gaun selututnya berwarna biru muda tampak anggun, gaun yang seragam dengan sang Bunda. Sedangkan Ayah dan Bintang sama-sama mengenakan atasan batik bewarna navy dengan corak parang. Ayah tersenyum lebar, bahagia akan segera melamarkan anaknya, lagipula Ayah sudah sangat akrab dengan Bulan. Gadis itu selalu berkunjung ke rumah mereka selama 2 tahun Bintang mengenyam pendidikan S2 nya.

Rumah Bulan sudah didekorasi dengan apik, gadis itu menyukai sinema Disney sehingga sengaja Ia mendekor ruang tamunya serasa didalam dunia Disney. Padahal ini hanya untuk sebuah acara lamaran. Kedua keluarga sudah duduk melingkar di Ruang tamu. Bulan tampak anggun dan mempesona dengan dress warna mint-nya, rambutnya digelung rapi dan disanggul, wajahnya yang dipoles make-up kekinian ala-ala korea membuatnya terlihat manis. Ketika kedua pandangan insan itu bertemu, mereka saling tersenyum. Senyum yang sangat lebar yang membuat matanya terlihat seperti bulan sabit.

"Selamat malam, terima kasih kepada bapak-Ibu yang sudah menyambut kedatangan kami dengan sangat baik. Kita sudah sering bertemu sebelumnya, namun niat kedatangan kami kali ini, saya ingin menyampaikan niat baik putra kami, Bintang Pramuja sekiranya untuk mempersunting nak Bulan Geovani." Ayah Bintang menoleh kepada Bintang, memberi kode putranya untuk menyampaikan niatnya. 

Bintang menarik napasnya kemudian menghembuskannya pelan, jujur saja Ia sangat gugup. Jari-jari tangannya sangat dingin hingga Bunda harus menggenggam tangannya memberikannya ketenangan, seolah menyalurkan pada putranya itu jika semuanya akan berjalan dengan lancar. 

"Selamat malam. Saya Bintang, pertama kali saya bertemu dengan Bulan bukanlah dalam suasana yang mengesankan pun dengan kisah kami yang sebenarnya tak terlalu baik untuk dibanggakan. Semenjak Bulan meminta saya menjadi tunangan pura-puranya dahulu, sesungguhnya saya sudah jatuh hati pada Bulan. Bodohnya saya saja yang terlalu gengsi dan hampir membuat kami tak bisa bersama. Saya tidak bisa menjanjikan bahwa Bulan akan bahagia dengan saya selamanya, saya hanya ingin bagaimana kami membuat bahagia itu bersama dan perasaan saya yang akan selalu sama terhadap Bulan." Bintang menatap sekilas ke arah Bulan, gadis itu tengah menunduk memainkan jari-jarinya. 

"Bulan, apakah kamu bersedia menjadi istri saya?"

Bulan menegakkan kepalanya hingga kedua mata mereka saling bertatapan. Sedikit berkaca-kaca karena haru karna salah satu cita-citanya untuk menikah dengan Bintang akan segera terwujud. Maka gadis itu mengangguk pelan sebagai jawaban. "Iya, Aku bersedia."

Senyum Bintang merekah, membisikkan kata terima kasih yang mungkin hanya bisa dilihat oleh Bulan yang kini juga tersenyum sama lebarnya. 

***

Sementara para tetua keluarga tengah berdiskusi mengenai tanggal pernikahan dan tetek-bengeknya. Bulan berjalan ke belakang rumah. Tanah masih basah dan juga masih sedikit gerimis sisa hujan tadi. Ia mendongak menengadahkan telapak tangannya lantas tersenyum kembali. 

"Aku sayang banget sama kamu. Kamu tahu kan, Tang?"

"Iya. Aku tahu." Bintang yang berdiri bersandar pada pintu menjawab. Tangannya terlipat di dada, ikut menatap ke arah langit yang gelap. 

"Tapi kamu gapapa kalo kita belum punya rumah setelah menikah?"

"Gapapa. Kamu tenang aja, aku udah siapin apartemen buat kita berdua. Aku jamin kamu pasti juga suka tempatnya." Bulan menoleh, menatap Bintang meyakinkan. Seolah tak apa jika mereka belum mampu membeli rumah setelah menikah karena Bintang tak ingin menggunakan uang Bulan untuk membeli rumah mereka. 

"Makasih ya," bisik Bintang, dan Bulan mengangguk. 

Bulan paham betul setelah ini statusnya adalah istri seseorang yang mana akan membuat pergaulan malamnya terbatas. Tapi Bulan tak apa, itu keinginannya sejak dahulu. Menikah dengan Bintang kemudian berharap memiliki anak kembar yang lucu-lucu di rumah mereka berdua. 

Omong-omong mengenai apartemen, Bulan yakin Bintang akan betah tinggal disana. Karena tetangga-tetangga apartemennya yang bisa dikatakan sedikit tidak normal atau aneh yang akan menjadikan hiburan tersendiri bagi mereka. 


TBC

After MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang