Apa yang dapat diharapkan dari kegelapan yang tak kian punya terang? Membuatnya berwarna. Menjadikannya bersinar, tapi bukankah banyak hal yang terjadi disaat gelap datang?
Canvas itu sudah ia buat rapi, sudah sedikit lebih baik. Arthur menganggapnya hadiah dari langit, jadi ia memperbaiki bentuknya agar dapat diterima oleh bumi.
Sketsa itu berawal dari tidak memiliki rupa, namun sekarang jauh lebih sempurna. Arthur menumpahkan lebih banyak, ada beragam warna.
Tambahan rambut sebahu, dengan wajah kosong. Beberapa titik dibuat lebih berekspresi, seperti bibir yang dibuat tersenyum, mata yang ikut menyipit. Namun, tampaknya gambaran tersebut tetap memperlihatkan tatapan kosong.
Hari sudah mulai malam, Ibu sudah memperingati untuk tidur. Sebelum gambaran itu selesai, Arthur menebalkan tulisan nona cat warna tersebut.
Hingga gelap pun berlalu, Arthur tidak pernah mencoba melukis malam.
🍊
Ayah Arthur bekerja sebagai pemilik pabrik sudah lama. Ibu mengelola uang ayah. Kakak tertua bersekolah dikota dan sekarang sedang di asrama. Dan adiknya suka jajan permen hingga giginya berlubang.
Arthur tenggelam dibantal, di ruangan petak empat yang ia sebut kandang. Peliharannya ada cicak yang ribut saat kawin, kumbang coklat yang kuno, atau hantu perempuan bernama Sadako di atas lemari yang sering membuat komputer dan piano disudut ruangan menyala tiba-tiba.
Hingga suara kakak tertua muncul dimuka pintu.
"Arthur, kamu sudah tidur?"
Kebun binatang itu kembali ribut, bukan karena cicak kawin, kumbang kuno, dan Sadako diatas lemari. Arthur membuat isi kepalanya riuh sendirian.
Kadang-kadang Arthur butuh untuk menyepi, tapi Alice tidak kasihan padanya saat itu.
"Arthur, kamu belum tidur kan? Aku ingin bicara, karena besok pagi harus kembali ke asrama lagi."
Tubuhnya memang melekat dengan sprei, tapi otaknya berlarian keluar menembus daun pintu, hingga dengan berat hati Arthur akhirnya memaksakan diri untuk menaati permintaan manusia yang kadang-kadang rumit.
"Aku mengantuk, ini serius."
Jari telunjuk Alice terbang kearah dinding yang penuh hasil karya ibu, kepalanya menggeleng kecil lalu menimbulkan suara berdecak seperti cicak genit. "Kenapa harus tidur saat sore hari?"
"Setidaknya, aku tidak menganggu siapapun." Arthur menguap, sementara Alice dengan bola mata yang melebar seperti balon terisi air keran. Untung saja tidak ada rumput jarum disekitar sini, Arthur bisa masuk koran.
Setelah mendesah panjang, sepanjang Grand Danyang Bridge, Alice tidak jadi mengutuk Arthur. Alice malah menawarkan sebuah penawaran menarik, barangkali?
"Apa kamu masih suka membuat lagu? Seperti yang kamu lakukan saat disekolah menengah?" Tumben ia bertanya? Batin Arthur.
"Aku masih menjadi siswa menengah sekarang. Apa aku terlihat sudah tua?" Arthur menaikkan sebelah alisnya.
"Ya, sedikit. Kau harus potong rambut setelah ini." Lalu Arthur memegang poni nya yang sudah menutupi dahi.
"Aku masih membuat lagu, sekarang sudah ada 20. Kamu ingin berniat menjual karyaku pada perusahaan musik?"
KAMU SEDANG MEMBACA
catatan pedar jingga; arthur pada emely
Fanfiction- - - tuan arthur melipat kertas oranye sebelum dikirim sejauh 926 km. tidak hanya kertas, ada juga kepingan cd juga benang kusut dikepala. nada itu menyeru kedinginan, tapi cuaca sedang panas terik. diam-diam, arthur memang bertaruh untuk emely. t...