25

1.2K 213 21
                                    

***

"Aku ingin berada di sini," bisik Lisa, tetap begitu pelan meski sudah dengan sekuat tenaganya. Ia tengah menahan tangisnya, karena itu suaranya terdengar seperti sederetan gumaman tanpa arti. "Tidak bisakah oppa memberiku kesempatan untuk menebus kesalahanku?" susulnya, masih dengan sangat canggung, seperti seorang anak yang baru saja dimarahi ibunya karena memecahkan setumpuk piring di dapur. "Aku mengakui kesalahanku. Akan ku lakukan apapun untuk menebusnya. Aku benar-benar minta maaf karena membuat oppa tersinggung. Aku tidak punya alasan apapun... Aku hanya- tidak, tidak ada situasi apapun yang bisa membenarkan kesalahanku. Aku salah, aku minta maaf," sesal gadis itu dengan suara serak yang luar biasa bergetar. Tenggorokan gadis itu pasti sakit karena menahan tangis.

"Kalau itu maumu, panggil seseorang untuk membersihkan supnya," suruh Jiyong yang kini menarik meja di ranjang rumah sakitnya kemudian meraih nampan sarapannya dan mulai memakan sarapan yang sudah di siapkan untuknya.

Lisa mengiyakan permintaan Jiyong. Gadis itu sebenarnya bisa menekan bel di atas ranjang untuk memanggil perawat. Jiyong bahkan bisa melakukannya sendiri. Namun alih-alih menekan tombol panggilan itu, Lisa justru berlari keluar, memanggil perawat di meja perawat yang ada di tengah-tengah lorong. Begitu keluar dan menutup pintu ruang rawat Jiyong, Lisa baru bisa menumpahkan semua air mata yang sebelumnya ia tahan. Sembari berdiri di pinggiran lorong, tangan kirinya berpegangan pada dinding, sedang tangan kanannya menutup matanya– gadis itu menangis tanpa bersuara. Ia menangis karena terlalu marah akan harinya kemarin. Semua yang terjadi kemarin, membuatnya begitu marah, namun tidak ada seorang pun yang bisa ia salahkan. Apapun kondisinya, kemarin ia lah yang memilih untuk meninggalkan sup itu di depan pintu.

Lisa yang tidak bisa menangis terlalu lama– sebab Jiyong pasti menunggu seseorang yang bisa membersihkan lantai– kembali ke dalam ruang rawat setelah meminta perawat menyuruh seseorang untuk bersih-bersih di ruang rawatnya. Di dalam, Jiyong sedang mengisi perutnya dengan nasi juga beberapa lauk tanpa sup sebab pria itu sudah menumpahkan seluruh miliknya. Jiyong tidak mengeluh, pria itu menikmati sarapannya sembari menonton acara wisata di TV.

"Oppa mau sup? Jisoo eonni yang membawakannya," ucap Lisa. Tanpa menatap suaminya– karena masih terasa canggung– gadis itu mengulurkan sebuah termos sup berbentuk mangkuk pada Jiyong di ranjangnya.

"Makan saja untukmu," balas Jiyong, tidak terdengar terlalu ketus seperti sebelumnya.

"Aku akan makan sup dari rumah sakit. Ini masih hangat, oppa bisa memakannya," jawab gadis itu sembari meletakan sup yang Jisoo berikan di meja Jiyong. "Oppa mungkin tidak tahu, tapi ini sup kesukaanku. Aku tidak menganggapmu sebagai hewan peliharaan, aku tidak memberimu apa yang tidak aku suka. Aku memberimu sesuatu yang kusukai, tapi bukan untuk membuatmu merasa terbebani. Aku hanya ingin memberi yang terbaik untukmu. Ini usahaku untuk menunjukan kalau aku benar-benar menyesal karena yang terjadi kemarin,"

Jiyong mengulurkan tangannya untuk menerima sup itu. "Baiklah," ucapnya kemudian. "Aku bisa melihat penyesalanmu, sekarang makan lah sarapanmu. Kau terlihat pucat," tambahnya, sebelum ia menyendok sup yang Lisa berikan dan mencicipinya.

Sudah setengah hari Lisa ada di sana, dan bukannya merasa lebih nyaman, Jiyong justru merasa sangat risih. Ia tahu Lisa merasa bersalah. Ia tahu Lisa menyesali sikapnya kemarin. Ia bahkan tahu kalau Lisa sedang berada dalam masalah besar di perusahaannya. Namun melihat gadis itu gelisah, membuat Jiyong tidak bisa beristirahat.

Jiyong hanya menggerakan tangannya, namun Lisa langsung menghampirinya, bertanya apa yang Jiyong butuhkan. Jiyong hanya merubah posisi tidurnya, namun Lisa langsung menghampirinya, bertanya apakah ranjangnya tidak nyaman. Jiyong hanya ingin duduk, namun Lisa langsung menghampirinya, bertanya apakah Jiyong ingin pergi ke suatu tempat, toilet atau berjalan-jalan. Rasanya seperti sedang di awasi. Hingga Jiyong tidak bisa berhenti menghela nafasnya, dan itu membuat Lisa terus bertanya apakah ada bagian yang sakit, apakah ia harus memanggil dokter.

"Lisa, kemarilah," ucap Jiyong pada akhirnya. Pria itu akhirnya menyerah di pukul tiga sore.

Lisa tidak bisa mendengar panggilan Jiyong itu, namun ia bergegas menghampirinya karena isyarat tangan suaminya. Dengan cepat, gadis itu melepaskan earphonenya kemudian, meletakannya di atas meja kemudian berdiri di hadapan Jiyong.

"Ada apa? Apa ada yang oppa butuhkan?" tanya Lisa kemudian.

"Apa yang sebenarnya mengganggumu?" tanya Jiyong, sengaja melirik earphone wireless yang baru saja Lisa tinggalkan. Suaranya begitu keras hingga Jiyong bisa samar-samar mendengar Black Happiness dari sana. "Sejak kapan kau mulai mendengarkan musik hip-hop?" tanya Jiyong, sekali lagi sebab Lisa menolak menjawab pertanyaan pertamanya.

Tadi malam adalah kali pertama Lisa menikmati musik hip-hop dan itu karena Jiyong. Tidak benar-benar karena Jiyong, namun karena Lisa meminjam handphone pasien yang dirawatnya untuk mendengarkan musik. Ada banyak lagu di handphone Jiyong. Sebagian diantaranya tidak punya judul, isinya hanya berupa alunan musik tanpa lirik. Lisa yang merasa tersiksa kemarin terlalu malas untuk memilih lagunya, karena itu ia hanya memutar random musik-musik di sana dan ia tertarik dengan beberapa lagu setelahnya. Itu sebabnya Lisa mulai mengunduh sendiri musik hip-hop yang menarik perhatiannya.

"Baiklah kalau kau tidak mau memberitahuku," komentar Jiyong karena Lisa menutup rapat mulutnya, menolak untuk memberitahu Jiyong keresahannya. "My sweet little girl Lisa, kurasa aku bisa memberitahumu sedikit drama komedi dalam hidup. Berbicara tentang saat-saat baik dan saat-saat buruk... Kau harus bisa memadukan keduanya dalam hidupmu. Kau harus tahu dan kau harus percaya dengan segenap hatimu bahwa hal-hal akan selalu menjadi lebih baik," susul Jiyong membuat Lisa langsung mengalihkan pandangannya dari Jiyong. Gadis itu memutar bola matanya, memperhatikan hal-hal lain di sekitarnya, memalingkan wajahnya supaya air mata yang mungkin akan jatuh tidak akan tertangkap oleh Jiyong.

"My sweet little girl? Apa maksudmu, oppa, kau butuh sesuatu?" balas Lisa, mencoba mengalihkan pembicaraan mereka. Gadis itu bicara dengan suara serak khas seorang yang tengah menahan dirinya.

"Terkadang sulit untuk melihat hal baik dalam hidupmu, dan aku tahu itu menyakitkan kadang-kadang, tapi kau harus mencobanya. Terkadang sulit untuk dilihat, semua hal baik dalam hidupmu, tapi kau harus kuat," susul Jiyong yang kemudian meminta Lisa untuk mengambil handphonenya di atas meja. "Itu bait di lagu yang sedang kau dengarkan," susul Jiyong sembari menunjukan layar handphone Lisa yang tidak bisa ia buka kunci layarnya. Hanya ada cover dari album Yoon Mirae di layar handphone itu. "Biasanya orang-orang menikmati musiknya saat senang dan mendalami liriknya saat sedih. Tapi sepertinya kau melakukan hal yang sebaliknya? Musik membuatmu fokus? Musikmu terlalu keras, kau bisa tuli kalau mendengarkannya dengan earphone sekeras ini."

"Jangan bicara lagi! Ini alasanku mendengarkan musiknya dengan sangat keras!" jerit Lisa kemudian. Tanpa aba-aba, gadis itu berjongkok di lantai, memeluk lututnya sendiri kemudian menangis di sana.

***

slice of lifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang