5. We Should've Be Happy

35 5 2
                                    

Hari yang ditunggu pun tiba.

Hari ini adalah waktunya lomba biola diselenggarakan dan Darsha benar-benar gugup walaupun dia sudah berlatih keras sejak tiga minggu lalu hingga tangannya terasa sakit.

Penampilan Darsha hari ini terlihat sangat cantik di mata Danish. Ia memakai gaun yang panjangnya menyentuh lantai, berwarna biru langit cerah seperti cuaca pada hari ini. Rambut hitamnya dibiarkan jatuh mengenai pundak, memberi kesan anggun yang memukau netra.

Danish baru saja menyelesaikan pendaftaran ulang, dia menghampiri Darsha yang sedang berada di backstage.

"Hey, Are you nervous?"

"You don't have to ask, liat aja ekspresi muka aku yang panik begini, kak. Tangan aku juga udah keringet dingin daritadi."

Danish tertawa. Tangannya pun menggenggam tangan Darsha dengan lembut, sarat afeksi. "Tenang ya? Gak usah gugup, kakak ada disini. Kakak bakal nonton Darsha dari kursi paling depan."

Darsha gusar sendiri. Hatinya belum tenang. "Aku takut, kak. Kalau gagal gimana?"

"Kamu gak perlu takut sama sesuatu yang belum pasti terjadi, Darsha. Cukup yakin sama diri kamu, oke?"

Darsha pun mengangguk, walau ia sendiri tak bisa mempercayai kemampuan yang dirinya miliki.

"Bawa rosin, kan? Nanti dipakein ke hairbow nya, ya."

"Udah kok, udah aku pakein rosin. Suaranya udah bagus."

Danish menepuk-nepuk kepala Darsha dengan lembut. Sesekali tertawa kecil karena Darsha yang sedang gugup seperti ini menggemaskan.

"Pinter. Semangat, ya. Kakak ada di kursi paling depan, kok."

Sebelum pergi dari backstage, Darsha menahan tangan Danish. Berucap dengan segala perasaan yang terasa berat. Entah kenapa, firasatnya terasa tidak enak.

"Kak,"

"Kenapa? Butuh sesuatu?"

"I might say this for the last time." Darsha menatap netra Danish yang tampak keheranan. "Thank you for everything that you've done to me, especially the butterfly thing karena sekarang aku udah jarang buat menyakiti diri aku sendiri. Karena Kak Danish, aku jadi lebih baik sekarang. I love everything about you, and i don't know how to return everything that you gave to me."

Tanpa ragu, Danish mendekat untuk segera memeluk tubuh Darsha dengan erat. "Sama-sama, you don't need to say thank you. Harusnya kamu berterimakasih sama diri kamu sendiri karena udah kuat sampai saat ini. Kakak gak akan bosan untuk bilang bahwa kamu hebat, Darsha. You are stronger than you seem. Semangat ya, lombanya. I'm rooting for you!"

Danish mengusap kepala Darsha dengan lembut, sebelum benar-benar pergi dari backstage dan duduk di kursi penonton.











***











"Peserta nomor 16, Darsha Saskianna!"

Danish menjadi orang yang paling kencang ketika bertepuk tangan, dia bahkan sudah siap dengan handy cam kesayangannya untuk merekam sosok Darsha.

Gadis itu pun masuk, berjalan diatas panggung dengan biolanya. Anggun sekali di mata Danish. Keberadaan gadis itu sendiri sudah cukup untuk disebut sebagai mahakarya.

Sebelum memulai, Darsha menghembuskan napas. Menenangkan dirinya sendiri dan matanya mencari keberadaan Danish diantara ratusan penonton. Benar saja, Danish ada di depan. Menatapnya dengan senyuman penuh sayang. Mulut pria itu mengatakan kata 'semangat' tanpa suara, tapi Darsha bisa memahaminya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 29, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

BUTTERFLYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang