Senja nampak memukau, kala mentari tenggelam melalui indah matanya. Riuh kendaraan berlalu lalang cukup memekakkan telinga saat seorang Danish Archiano keluar dari bangunan sekolah tinggi menjulang. Senyumnya terpatri, menatap cakrawala akan siratan pasti.Sudah satu tahun ia menjadi guru, dan hari ini hatinya gembira karena seluruh murid di sekolah mengucapkan selamat atasnya yang bisa masuk ke sebuah tim orkestra yang paling berpengaruh di kota.
Danish mengajar musik di sekolah, ia terkenal sebagai guru musik yang hangat dan ceria, tidak pernah sekalipun membuat sesi pelajaran musik membosankan. Ayolah, dia baru saja lulus kuliah dan candaannya cocok untuk anak-anak SMA yang terkenal tidak suka menganggap keadaan terlalu serius. Danish paham, karena dulunya ia memang sangat tidak suka dengan kelas musik. Jadi ia ingin agar semua muridnya dapat menikmati apa yang ia ajar tanpa merasa adanya penekanan.
Tungkai jenjang Danish melangkah, derapnya terdengar. Sepatunya beradu dengan kasarnya aspal yang memanas akibat terpapar mentari. Saat tangannya baru saja membuka pintu mobil, telepon genggam dalam sakunya bergetar. Memaksanya untuk berhenti sejenak, lantas merogoh ponsel dan masuk ke kursi pengemudi untuk bicara.
"Ya, halo?" katanya, sedikit sibuk karena kini mencari kunci mobil dalam tasnya. Alisnya bertaut begitu tak mampu temukan apa yang ia cari. Meski begitu mengendikkan bahu, memilih bicara pada seseorang di seberang karena sepertinya ada urusan penting yang harus dibicarakan.
"Woi, Dan, ini temen nyokap gue butuh guru les privat biola buat anaknya. Lo kemaren katanya lagi butuh tambahan uang, kan?" suara Javyan, temannya sejak duduk di bangku SMA mengalun dan menjelaskan maksudnya dalam menghubungi Danish.
Netra Danish seketika melebar, cukup senang dengan apa yang Jayvan lontarkan.
"Serius? Boleh, boleh. Kebetulan gue kosong tiap abis selesai ngajar biola di sekolah."
Javyan terkekeh, "Tau, kok. Lo kan emang gak mau ngambil kerja apa-apa selain ngajar biola. Jadi mau, nih?"
"Mau, lah. Ya masa nggak?" Danish ikut tertawa kecil.
"Gue kirim kontaknya, ya. Cek messages aja. Chat aja, temen nyokap baik kok. Paling anaknya aja emang rada susah diatur."
Danish tersenyum remeh, "Tenanglah, selama ini gak ada murid yang gak suka sama gue. Gue kan, guru musik yang seru."
"Pede banget, lo. Yaudah, gitu aja. Gue masih ada urusan."
"Thanks, Jav."
Maka dengan begitu saja, Danish memutus sambungan telepon. Ia segera membuka aplikasi chat dan membuka pesan dari Javyan, pria itu mengirim kontak seorang wanita yang membutuhkan jasa les privat biola untuk anaknya. Danish memang mengajar banyak alat musik, tapi yang ia paling andalkan adalah biola.
Lalu setelahnya senyum Danish terbit kala sang wanita menghubunginya ketika ia mengirim pesan tentang guru les privat biola.
"Halo, Pak Danish Archiano ya? Saya udah denger tentang Pak Danish dari Javy. Untuk mengajar biola bisa langsung ke rumah saya hari ini."
Senang.
Danish selalu memiliki rasa senang yang membuncah ketika memiliki murid baru.
***
Sebuah rumah besar tingkat tiga dengan cat putih gading nampak dimatanya, terkesan mahal dengan desain apik yang serasi dengan halaman depannya. Danish berdecak kagum, kalau saja rumahnya bisa sebesar itu, ia yakin ia lebih nyaman untuk menghabiskan waktu di rumah dan membuka kelas biola tiap sore hari.
KAMU SEDANG MEMBACA
BUTTERFLY
Short StoryHe said, "I will paint a butterfly, so you won't hurt yourself anymore." ! ✯ : featuring kim doyoung from treasure as danish archiano