Perasaan Gea

17 2 0
                                    

Perasaan Gea

Kringgg kringggg

Bunyi alarm dari ponsel berhasil membangunkan seorang perempuan dari tidur nyenyaknya. Ia menjauhkan selimut tebal yang mengurung tubuhnya agar tidak menyulitkannya bangkit dari kasur. Diambilnya ponsel yang masih berbunyi nyaring untuk ia matikan alarmnya.

“Bu...” panggilnya dengan suara serak khas orang bangun tidur.

Perlahan dirinya turun dari kasur dan berjalan menuju jendela kamarnya untuk menyibak gorden. Hal yang pertama ia dapatkan adalah sentuhan hangat dari sinar matahari di wajahnya, membuat kelopak matanya yang awalnya masih setengah tertutup menjadi terbuka lebar.

“Ibu...” panggilnya sekali lagi dengan suara yang lebih lantang. Dengan perasaan terburu-buru, dirinya lantas membuka pintu kamar dan turun ke lantai bawah di mana ibunya berada.

“Ibu kenapa nggak bangunin Gea dari tadi, sih?” protesnya kepada sang ibu yang masih sibuk menyiapkan sarapan di atas meja makan. “Ibu kan tau hari ini hari pertama Gea masuk sekolah setelah sekian lamanya libur.”

Perempuan berambut sebahu yang sedang terburu-buru itu, bernama Gea. Hari ini merupakan hari pertamanya masuk sekolah di tahun ajaran baru. Jelas Gea kelihatan terburu-buru karena dirinya ternyata bangun kesiangan.

“Salah sendiri begadang. Semalem Ibu udah bilang buat jangan tidur larut. Eh kamunya ngeyel. Rasain kan sekarang telat?” balas Ibunya dengan tatapan menyidik. Gea yang melihat itu hanya bisa pasrah. Ya, ia akui ini kesalahannya tapi setidaknya apakah tidak ada orang yang berbaik hati untuk membangunkannya lebih awal? 

***

Nasib baik ternyata masih berpihak pada Gea yang harusnya hari ini dirinya mendapat hukuman dijemur di lapangan, kini dirinya malah asyik bersantai di dalam kelasnya sambil membaca ulang isi buku diary-nya. Itu semua berkat bantuan Rio, teman satu kelasnya yang memang jago dalam hal masuk secara sembunyi-sembunyi di saat jam sekolah sudah menunjukkan waktu masuk. Rencananya jam istirahat nanti, Gea ingin mentraktir lelaki itu sebagai ucapan terima kasihnya karena sudah mau membantu.

“Hari ini Bu Erin nggak masuk lagi, Ji?” seorang murid di bangku barisan pertama bersuara. Menanyakan kehadiran bu Erin, guru matematika yang mengajar jam pertama di kelas XII IPA 1. Aji, laki-laki yang menjabat sebagai ketua kelas itu mengangguk santai sambil berjalan menuju meja guru.

“Karena hari ini Bu Erin ada halangan masuk kelas, jadinya kita free class aja hari ini.” ucap Aji dengan serius namun pada akhirnya ia bersorak dan diikuti oleh murid laki-laki di kelasnya hingga kegaduhan pun tercipta. “Tenang, woy, tenang! Udah jangan berisik lagi. Gue tau lo semua pasti seneng, tapi inget kelas sebelah, mereka lagi pada belajar.” tambah Aji berhasil membuat kelas perlahan menjadi senyap kembali.

Mendengar hal itu tentu membuat Gea ikut bersorak senang dalam hatinya. Ia lantas membuka buku diarynya dan menuliskan sesuatu di sana.

Hari pertama masuk sekolah, kayak ketimpa duit sejuta. Bahagia. Gak kena hukuman, gak ada matematika, ah senangnya. Wkwkwkwk.

Dengan perasaan semangat, Gea menutup buku diarynya dan buru-buru bangkit dari tempat duduknya untuk keluar kelas. Tak lupa ia membawa serta buku diary serta pulpen pink miliknya. Gea berjalan keluar kelas menuju suatu tempat yang sangat ia sukai. Perpustakaan. Sesampainya di sana, Gea membuka sepatunya terlebih dahulu untuk kemudian ditaruh di rak sepatu berjejer dengan sepatu milik siswa lain. Setelah itu barulah ia masuk dan langsung mendapatkan sapaan hangat dari Ajeng, teman akrabnya yang kebetulan ditugaskan untuk menjaga perpustakaan.

“Cerah bener muka lo.” kata Ajeng membuat senyum di wajah Gea semakin melebar. “Pasti Bu Erin nggak masuk lagi, ya?”

Gea menjetikkan jarinya setelah dia berhasil duduk di bangku yang terletak di sudut favoritnya. “Ah, Jeng, jarang-jarang lo bisa nikmatin hari bebas kayak gini. Hari pertama sekolah langsung belajar matematika itu bikin stress banget tau.” balas Gea sambil menopang dagunya.

Ia duduk menghadap jendela perpustakaan yang terbuka lebar. Sehingga membuat beberapa helaian rambutnya terbang karena tertiup angin di pagi hari. Gea menoleh sebentar untuk melihat Ajeng yang sibuk mendata buku-buku yang sedang dipinjam, ia berniat untuk bertanya sesuatu pada temannya itu.

“Ajeng,”

“Hm...”

“Menurut lo Kak Haris cocok nggak sama gue?”

Petanyaan yang diajukan Gea padanya membuat Ajeng harus menunda kegiatannya sebentar demi melihat wajah menyebalkan temannya itu. “Lo bilang apa tadi?”

“Kak Haris, gue masa tadi malem mimpiin dia jadi pacar gue.” ungkap Gea sambil tertunduk memainkan buku diarynya. “Gue kayaknya jatuh cinta deh sama dia.” cicit Gea mengungkapkan perasaannya.

“Kak Haris yang anak band itu?” tanya Ajeng memastikan. Gea pun mengangguk mantap. Dengan helaan napas beratnya Ajeng menatap Gea dengan tatapan kasihan. “Lo tau dari mana soal Kak Haris?”

Gea menatap bingung Ajeng yang malah menanyakan itu padanya. “Dari majalah sekolah. Gue baru tau ternyata sekolah kita punya alumni sekeren dia. Pengen deh jadi pacarnya, pasti gue dinyanyiin terus sama dia.” jawab Gea tanpa ada perasaan ragu, membuat Ajeng semakin menatap Gea sebagai perempuan menyedihkan.

“Dia udah tunangan, Ge.” timpal Ajeng tanpa ditutup-tutupi dan tak memedulikan jantung Gea yang berdegup cepat karena ucapan mengejutkan darinya barusan. “Lo nggak tau, kan? Soalnya lo baru tau dianya kemarin. Coba lo tau dari awal-awal, berita dia tunangan pasti bakal sampe ke kuping lo bukan dari gue. Tapi dari dia langsung.” Ajeng bangkit berjalan menuju tempat duduk Gea. Tangannya menepuk-nepuk bahu Gea yang lemas.

“Udah berapa kali semesta nggak izinin lo punya hubungan sama orang yang lo suka? Kayaknya lo emang harus nunggu cowok duluan yang nyatain perasaannya ke lo. Bukan lo yang deketin cowok, Ge.” lanjutnya

Ajeng tahu betul Gea merupakan tipe perempuan yang akan melakukan apapun untuk laki-laki yang disukainya termasuk PDKT-an. Gea akan memulainya duluan tanpa mempertimbangkan dulu apakah si laki-laki menyukainya juga atau tidak. Namun berdasarkan pengalaman Gea yang ditangkap Ajeng dari setiap curhatan yang ia dengar, Gea tidak pernah berhasil mendapatkan cintanya pada orang yang ia sukai karena Gea selalu memulai ‘perasaannya’ duluan dari laki-laki yang disukainya. Hingga Gea selalu berakhir pada buku diarynya untuk menumpahkan segala apapun itu perasaan yang berkecamuk di dalam hatinya. 

Satu kalimat yang Ajeng hafal dari setiap goresan tinta di buku diary Gea, yang selalu Gea buat ketika perasaan perempuan itu sedang hancur seperti saat ini.

Pada akhirnya gue cuma bisa kagumin dia secara diam-diam. Gak apa-apa, seenggaknya gue masih hirup udara yang sama kayak dia.

“Tenang, Ge, walaupun perasaan lo berakhir kayak gini terus, seenggaknya lo sama dia masih ada di bawah langit yang sama, menghirup udara yang sama.”

   

End...

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 15, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

La Vie én NoirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang