Banyak orang melangkah menuju pernikahan. Namun, lupa membawa tujuan.
-Theoresia Rumthe
•
THE PAST
•
Pandanganku bertumbuk pada setitik cahaya terang lampu jalan, di antara asap hitam tipis yang mengerubungiku seperti sekawanan semut. Sesuatu berdenging kencang di liang telingaku yang lambat laun mulai memudar dan berganti pada kasarnya dengungan mesin. Cairan amis tercampur sisa air hujan membanjiri wajahku, bergulir ke bawah dan menghilang dalam kegelapan, hingga kutersadar saat ini tubuhku tengah melayang menghadap langit-langit mobil dengan lengan sabuk masih memeluk kuat pinggang dan dadaku.
Selagi aku sibuk mencari tombol gesper, rupanya sabuk sudah melesat lepas dari sisi pinggangku. Sesaat itu juga tubuhku terhempas kasar ke langit-langit mobil. Bibirku mengerang keras, namun lebih terdengar seperti suara peluit yang menjerit dari dalam kerongkongan.
Wajahku terbentur cukup keras dengan airbag, menyebabkan rasa nyeri pada tulang leherku. Dan buruknya, kini nyeri itu memicu di beberapa titik tulang bahu sampai tulang belakangku, nyaris tak bisa kubayangkan jika tulang-tulang yang menyangga tubuhku ini berderak retak dan terbelah patah. Dalam kondisi seperti ini, fokus pikiranku hanya mampu menyajikan dua pilihan: berjuang sampai mati atau menyerah sampai mati.
Ujung-ujungnya akan tetap sama; mati.
Mati menghirup asap racun di dalam mobil? Mati akibat pendarahan hebat luka luar maupun dalam? Atau kemungkinan parahnya lagi, mati dengan cara meledak bersama dengan mobil ini.
Sejenak, hanya dengan membayangkan bagaimana aku akan mati, adrenalinku melonjak naik. Akupun langsung membenturkan keras sikut pada kaca yang telah retak dan berlekuk di sebelahku, yang akhirnya membuka jalan untukku merangkak keluar dari mobil rengsek ini. Aku memilih untuk berjuang.
Angin malam beraroma pekat khas hujan, sesaat langsung membalut semua rasa nyeri tersayat-sayat di sekujur tubuh, membawa suatu fakta masuk ke dalam benakku yang membuat adrenalinku semakin melonjak dari dalam darah: aku tidak sendirian di jalanan basah kuyup ini.
Hatiku mencelos. Aku ingin memberontak.
Tapi aku sudah sekarat.
Deru mesin tiba-tiba berhenti dan semua senyap.
Mungkin aku akan meledak sebentar lagi. Tetapi sampai detik ini aku masih bisa merasakan setitik gerimis membelai lukaku.
Tak lama di sela keheningan yang nyaris memekat, suara mesin mobil lain menyergap dari samping. Sorot lampunya menerjang tegas ke arahku. Dan aku melihat sepasang kaki keluar dari mobil itu, berjalan tergesa-gesa mendatangiku. Aku sontak mengulurkan setengah lengan ke arahnya dan membiarkan bibir ini bergetar, setengah membuka dan mengatup.
"T-tolong— tolong d-dia."
To be continued
Book baru! Hope you like it, jaewooist!☺️
Feel free to give me your comment and vote!☺️
KAMU SEDANG MEMBACA
The Past
FanfictionSuatu tragedi mengenaskan terjadi pada Kim Jungwoo, seorang ahli psikoterapi yang tinggal di kondominium pinggir kota. Dari segala rasa trauma yang masih ia pikul, ia justru nekat membuka kembali prakteknya. Awal yang dikira aman terkendali, sesaat...