"Ihhh!! kesel banget!!"
"Kenapa sih, Va?"
"Nggak papa, mbak," jawab Iva kepada Tina. Lebih baik dirinya tidak menceritakan hal ini pada Tina.
.
.
."Kenapa dia nggak jualan yah?" cemas Garry seraya melihat ke luar jendela.
"Kalaupun aku mencarinya aku nggak tahu di mana tempat kerjanya." Rasa cemas semakin menjalar ke dalam perasaan dan pikiran Garry. Ia cemas dengan keadaan Iva, belum lagi saat pertama kali melihat Iva yang duduk di taman dengan keadaan tangan dan kaki yang banyak luka membuat pikiran Garry bercabang ke mana-mana.
Garry sebenarnya ingin sekali menghampiri Iva dan melihat langsung keadaan Iva. Tanpa sengaja matanya melihat sebuah mobil dan melihat Iva berada di sebelah kemudi, selain itu juga cuaca sekarang yang sedang hujan membuat laju mobil lambat.
Garry bergegas mengambil payung yang berada di kamarnya dan keluar, menggunakan pakaian serba panjang. Garry mengikuti mobil itu walau jaraknya jauh, tapi Garry bisa mengikuti dengan kemana mobil itu belok. Saat belokan terakhir Garry tidak melihat lagi mobil itu, yang Garry tahu di sana rata-rata rumah kosong terkecuali satu rumah. Itu yang Garry tahu, mungkin itu adalah rumah majikan Iva.
Perlahan Garry mendekati rumah yabg terdapat satpam itu. "Permisi!!" seorang satpam mendekat ke arah Garry.
"Ya, ada bisa saya bantu?"
"Apakah di sini ada ART bernama Iva?"
"Ada, tapi setahu saya dia tidak bekerja
sebagai ART ta-""Lalu?" potong Garry.
"Neng Iva itu budak di sini tuan," sambung satpam itu membuat Garry kaget.
Budak!?, batin Garry yang masih terkejut.
"Makasih ya, pak." Garry pun meninggalkan rumab besar itu kembali ke rumahnya.
Saat akan masuk Garry terkejut melihat ibunya yang sepertinya sudah menunggunya pulang. Hujan masih deras di luar, Garry bergegas masuk meski ditatap tajam oleh ibunya.
"Jadi, ada ingin kamu jelaskan, Gar?" ucap dingin Arni.
Garry duduk dengan merunduk. "Maaf mah," sesal Garry.
"Mama minta kamu jelasin Garry!!" tekan Arni.
"Aku cuma pengin cari angin mah, lagi pun di luar hujan jadi aku nggak akan kena matahari," alibi Garry dengan mata yang masih menatap ke bawah.
"Tatap mamah Garry, gimana kalau kamu nggak sengaja sentuhan sama orang? kamu tahu kan apa resikonya!!" cecar Arni membuat Garry perlahan menatap ibunya.
"Maaf mah, Garry janji nggak ngulangin lagi," ucap Garry dan menggenggam lengan ibunya yang tertutup pakaian kain itu.
Arni menghela napas berat. "Janji yah, jangan gitu lagi, sekarang kita makan!!" Arni berjalan di depan mendahului Garry.
Sesampainya di meja makan ternyata Hendri sudah pulang, ia sudah menunggu kehadiran Garry dan Arni. "Apa ada yang terjadi?" tanya Hendri seakan mengetahui aura dari istrinya itu.
"Nggak ada kok, pah," elak Arni. Mereka pun memakan dengan tenang, tak ada yang membahas apa yang baru saja terjadi. Perasaan Garry masih diselimuti rasa bersalah pada Arni. Garry mengaku bahwa dirinya ceroboh, karena pergi keluar tanpa seijin Arni ataupun Hendri. Namun, keadaan tadi membuat dirinya ingin segera mengetahuinya apalagi melihat Iva yang sedang bersama seorang pria membuat perasaan cemburu muncul dalam diri Garry. Entah sejak kapan perasaan ini muncul yang Garry tahu bahwa dirinya ingin Iva selalu di sisi dan tidak bersama pria lain selain dirinya.
Selesai makan Garry pamit untuk mengerjakan tugas kuliah, padahal itu hanya alibinya. Semua tugas kuliah sebenarnya sudah selesai, tapi dirinya masih terpikir tentang fakta yang baru saja ia tahu tadi. Garry duduk di meja belajarnya seraya memikirkan Iva. Ia tak habis pikir, selama ini Iva berada di sini bukan karena ia bekerja, tapi menjadi seorang budak. Walau ia tak pernah keluar ia mengerti arti kata budak. Garry yakin bahwa Iva sudah dijual, ia tidak mungkin menjual dirinya sendiri dan lagi yang Garry tahu daerah yang banyak jual beli budak berada di desa-desa terpencil. Kebanyakan karena masalah perekonomian, membuat marak akan jual beli budak. Padahal Garry yakin hanya dengan menjual seorang anak tak mungkin membangkitkan perekonomian suatu keluarga. Garry terus berpikir hingga tak sadar dirinya tertidur dengan posisi duduk dan kepala telungkup di meja.
Jangan lupa Vote N Komen dan baca cerita Arissa yang lain.
Yuk yang mau meluk Jendela Kamar versi buku.
Bisa banget😇
MURMER lagi😎
Tertarik? pesan dengan
Yang mau ikutan bisa isi form di bawah!!👇
Format pemesanan:
Nama :
Alamat lengkap :
No. Hp :
Judul Buku :
Jumlah Pemesanan :
Ekspedisi :Kirim form di atas ke nomor +62 857-0724-8868
Yuk buruan order😇😇😇😇
👇👇👇👇👇👇👇👇
KAMU SEDANG MEMBACA
Jendela Kamar (Telah Terbit)
Romance(TELAH TERBIT DI CAHAYA PELANGI MEDIA PUBLISHER CABANG ARGOPURO) "Maaf yah, aku nggak bisa menghapus air mata kamu," sesalku. "Nggak papa, aku bisa menghapusnya sendiri," ucapnya sambil mencoba tetap tersenyum walau aku tahu hatinya sudah hancur. "K...