Haechan melihat dirinya sendiri di cermin. Mata bulat berbinar dengan bulu mata lentik, pipi merah dan halus, serta bibir merekah yang berkilau. Sangat cantik. Dan ia benci terlihat sangat cantik.
"Ini ulahmu kan?" Tanya Rian, yang sudah berdiri di belakang Haechan sambil menunjuk cermin yang retak.
"Ya," ucap Haechan tanpa rasa bersalah. "Ini karena ulah kalian."
Jeremy menggeleng tidak setuju, "aku sangat berbakat." Elaknya.
Rian tidak memprotes lagi, "aku tidak mau ada komentar lain. Penampilanmu saat ini adalah salah satu faktor pendukung."
Haechan hanya bergumam malas.
"Kau terlihat sangat manis Haechan." Yangyang memuji Haechan sepenuh hati dengan tawanya yang menampilkan deret giginya yang rapih. "Jeremy mungkin bekerja sangat keras, tapi kau memiliki kecantikan alami."
Haechan hanya memutar bola matanya malas dan mengacungkan tinjunya. Ia akan membalas hal itu nanti.
"Kau sudah siap?" Jeremy mengintrupsi perkelahian yang tidak pernah terjadi itu.
Haechan mendengus keras. "Aku memiliki dua pertanyaan untuk kalian, pertama bagaimana kalian tahu rencana Mark? Kedua, yang benar saja, aku menjadi submisif?" Teriaknya. "Ini memalukan!"
"Salah satu teman Mark adalah teman Yangyang, dia bisa mendapatkan informasi dengan mudah." Jawab Rian, enteng.
"Ini tidak seperti permainan bondage, discipline, submissive, and dominant. Kau tidak perlu seresah itu Haechan. Kau berpikir terlalu liar. Hanya perlu bersikap manis. Santai saja." Jeremy menambahkan, dengan senyum penuh arti.
Haechan melotot tak percaya, "dia memberiku hickeys, demi tuhan."
"Sudahlah, itu sudah berlalu." Rian mendorong bahu Haechan ke arah pintu. "Aku tidak akan mempermasalahkannya karena kau sendiri yang hilang kendali." Tambahnya saat ia melihat Haechan kembali hendak memprotesnya.
"Dan ingat perjanjian kita. Tidak ada keluhan. Sudah terlambat." Jeremy mengingatkan.
Haechan hendak memprotes lagi, ia tidak bisa membayangkan betapa ngerinya permainan yang mereka lakukan. "Tapiㅡ"
"Kau tidak perlu berpikir terlalu jauh. Kami akan menjamin keamananmu." Kali ini Yangyang meyakinkan Haechan.
Haechan berbalik menatap cermin, "aku masih bisa merasakan bitemark itu di leherku. Kau sebut itu perlindungan?" Tanyanya sambil mengusap lehernya yang memakai foundation.
"Sudah kubilang kami tidak bisa melakukan apapun jika kau sendiri hilang kendaliㅡ"
Haechan hendak berbicara lagi untuk menyanggah ujaran Rian, tetapi percakapan mereka dihentikan ketika ia mendengar sesuatu di balik jendela kamar mereka. Seperti suara kerikil atau ranting pohon yang menabrak kaca jendelanya.
"Dia disini," bisik Rian. "Pura-puralah tidak tahu dan lihat."
Haechan membuka sedikit jendela kaca tersebut dan melihat ke bawah.
"Haechan!" Teriak Mark dari bawah, setengah berbisik juga karena khawatir akan ketahuan oleh penjaga asrama.
"Hai," ucap Haechan gugup sambil melambaikan tangannya.
"Tunggu sebentar," ucap Mark.
Haechan melihat kearah tiga temannya. "Apakah ini semacam tradisi? Atau cara Mark yang terlalu murahan?"
"Tidak terlalu terkejut." Yangyang mengangguk dengan senyum penuh arti miliknya.
Akan tetapi Haechan terkejut ketika Mark membawa tangga lalu menyenderkannya ke tembok menuju jendela kamarnya. Ia tidak mengira Mark akan senekat ini. Maksudnya, jika pun ia terbiasa, membawa tangga entah darimana adalah hal yang nekatㅡbodoh.

KAMU SEDANG MEMBACA
A Love Story
FanfictionYou have no idea how love came and got you, just like a wind blowing in the autumn, can't be touched nor heard, but could be felt. I suggested don't ignore and resist it, or love would make a big hole in your chest. (((BAHASA))) Mark Lee x Lee Haech...