Haechan merasakan sesuatu yang tidak nyaman di tempat tidurnya. Bergerak-gerak memvuat tempat tidurnya bergoyang.
"Hei, kau sudah tidur?" Bisik seseorang di telinganya.
"Hmmmm," Haechan sengaja bergumam pura-pura sudah tertidur. Mana bisa ia tertidur di saat seseorang terus mengganggunya. Dan ia masih belum terbiasa dengan tempat baru, khususnya di asrama lelaki di salah satu sekolah yang berada di Vancouver.
"Aww!" Haechan berteriak cukup keras dengan mendramatisir keadaan. Salah satu teman sekamarnya memaksanya bangun dengan cara menariknya lalu mendudukkan tubuhnya dengan keras, dan yang lainnya menyalakan senter lalu mengarahkannya tepat ke wajah Haechan.
Sempat terpikir bahwa ini adalah tindakan penindasan, tetapi lelaki yang berada di dekatnya tersenyum terlalu ceria, dan membuat Haechan heran sekaligus takut.
"Kau didekati seorang lelaki siang ini di kantin, kan?" Tanya Yangyangㅡlelaki dengam senyum lebar dan terlihat seperti domba, entahlah Haechan lupa namanya dan ia tidak terlalu peduli.
Lelaki ini sepertinya sedang dalam suasana yang senang, ia berbicara sambil menuding hidung Haechan yang otomatis langsung ia tepis.
"Berhenti main-main denganku dan katakan apa yang kalian mau!" Akhirnya Haechan tak dapat menahan amarahnya.
"Tenang," ujar Rianㅡsalah satu teman sekamarnya yang pemarah, sambil menyalakan saklar lampu.
Haechan berusaha pura-pura tidak peduli, tetapi urung saat salah satu temannya yang bernama Rian Huang menatapnya cukup tajam.
Lelaki dengan mata sipit dan tubuh ramping itu terlihat cukup menyeramkan bagi Haechan.
Jeremy menghampiri Haechan dan duduk di ranjangnya, "kau tahu maksudku, dia." Ujarnya, semakin membuat Haechan tak mengerti.
"Ini sekolah lelaki kalau kau tiba-tiba lupa. Dan banyak yang mendekatiku." Haechan mendengus pelan.
Rian kembali melotot tajam pada Haechan.
Haechan memutar bola matanya malas. "Baiklah iya," akhirnya Haechan menyerah.
"Kau harus berhati-hati padanya!" Kata Yangyang dengan suara yang terdengar antusiasㅡanehnya.
"Aku takkan merebutnya darimu, jangan khawatir." Tapi Yangyang tidak peduli dengan perkataan Haechan, "kami bukanlah pacarnya. Dan aku hanya ingin memperingatkanmu sekaligus mengajakmu bekerja sama."
"Aku tidak tertarik." Sembur Haechan.
Akan tetapi sayangnya mereka tidak ingin mendengar kata tidak dari Haechan. "Dia suka mempermainkan lelaki manis, membuat perangkap cinta, lalu dia akan mencampakkanmu!" Jeremy menjelaskan dengan nada menggebu-gebu.
"Pertama, aku tidak masuk kriteria lelaki manis. Kedua kau ingin aku merasakannya? Jahat sekali." Haechan mencebik kesal.
"Tidak, kali ini buat kebalikannya." Rian mengoreksi.
"Dia itu tampan, penuh karisma, yang paling pintar dan terkenal, ia selalu menjadi yang terbaik, sehingga tidak ada celah untuk melihat cacatnya, dan yang paling penting berkuasa di sekolah ini." Yangyang berujar sambil membayangkan pria yang disebutkannya itu.
"Oh, kau begitu mengenalnya. Kenapa tidak dirimu saja yang melakukannya?" Tanya Haechan.
Yangyang hanya mencebik dan tidak mengatakan apa pun.
"Dan kau akan langsung jatuh cinta padanya dengan mudah," lanjut Jeremy sambil berimajinasi.
Haechan mendengus, "dengar, bahkan aku tidak tahu namanya, tidak pernah dengan jelas melihat wajahnya, dan aku tidak peduli dan tidak tertarik, karena apa, karena aku takkan pernah jatuh cinta pada seorangpun di Vancouver ini! Dan aku tidak juga tertarik kepada lelaki! Aku adalah lelaki yang lurus." Haechan kini mulai marah.
"Oh, bahkan ini adalah awal yang bagus. Kau adalah lelaki yang paling cocok. Tidak sombong, tipe lelaki manis yang insecure, tidak ingin jatuh cinta. Ini adalah tipe Mark yang sungguhan." Yangyang bertepuk tangan dengan heboh. "Lurus mungkin petunjuk jalan yang bagus, omong-omong pertahankan." Tambahnya.
Haechan berdecak kesal. "Kenapa kau tidak lakukan saja sendiri. Kau bahkan lebih manis." Haechan menunjuk Rian, ia agak ragu untuk menyebut namanya karena takut salah.
"Tidak cocok." Ujar Jeremy. "Kau yang paling cocok, manis." Jeremy mengatakannya sambil menaik turunkan alisnya membuat Haechan bergidik ngeri.
"Tidak!" Keputusan Haechan sudah final. Ia tidak mau terlibat drama apapun di sekolah ini.
Lalu Haechan mengambil selimutnya dan tidur dengan selimut yang menutupi seluruh tubuhnya.
"Galak. Pas dengan tipe Mark." Kekeh Yangyang.
"Renjun lebih manis dan galak." Ujar Jeremy.
O_o
Haechan sudah hampir tiga minggu berada di sekolah ini, tetapi ia belum juga merasa kerasan, bahkan ia semakin merasa seperti di neraka. Ayahnya bahkan belum juga menghubunginya, hal ini membuat Haechan semakin kesal dan kesal saja setiap harinya.
Sabtu sore yang indah di musim semi seharusnya bisa menaikkan mood Haechan, tetapi ia begitu dongkol dengan guru les bahasa Inggrisnya yang mengatakan bahwa Haechan selama tiga minggu ini tidak ada perkembangan dalam berbicara bahasa Inggris.
Haechan duduk di bawah sebuah pohon rindang yang berada di taman di depan sekolahnya. Sekolahnya cukup luas, atau bahkan sangat luas. Haechan belum terlalu mengenal seluk beluknya dan ia tidak juga berminat. Sejauh ini yang Haechan dapat gambarkan adalah bangunan sekolah ini tua dan dibuat dari tembok batu berusia ratusan atau ribuan tahunㅡmungkin. Sekolah ini seperti bayangannya ketika ia melihat serial Film Harry Potter. Tua dan menyeramkan, layaknya Hogwarts, tetapi syukurnya ia tak pernah melihat hantu di sekolah ini.
Ketika kepalanya banyak diisi dengan celotehan guru bahasa Inggrisnya serta nilai, dan tentang Hogwarts seseorang menguntrupsi jalan pikiran Haechan tersebut.
"Biar kutemani." Suara itu langsung mengejutkan Haechan, membuat semua lamunannya sirna dan sorenya semakin terasa kacau. Ia mengenali suara ini. Dan Haechan harus berusaha untuk tidak langsung meninju pria yang kini berada di hadapannya tersenyum sok tampan.
Haechan melirik lelaki itu, ternyata pikirannya salah, dan teman-temannya lah yang benar.
Lelaki itu mengulurkan tangannya, "aku Mark Anthony Lee." Ujarnya.
Haechan ragu untuk menjabat tangannya. "Haechan FㅡLee." Ujarnya dengan datar dan menghiraukan tangan Mark yang menggantung di udara.
"Kau bisa memanggilku Mark, kelasku satu tingkat di atasmu. Aku adalah kapten tim hockey sekaligus ketua asrama gedung utara di sekolah ini."
"Panggil aku Haechan saja. Hanya lelaki biasa yang menjabat sebagai seorang siswa di sekolah ini." Balas Haechan, malas.
Mark tertawa dengan penuh karisma mendengar penuturan Haechan. "Tentu, Haechan saja." Gumam Mark dengan nada menggoda.
Haechan secara sadar langsung memasang alarm peringatan di kepalanya. Mark Lee bukan orang biasa.
O_o O_o
19121

KAMU SEDANG MEMBACA
A Love Story
FanfictionYou have no idea how love came and got you; just like a wind blowing in the autumn, it can't be touched nor heard but can be felt. I suggested you not ignore and resist it, or love would make a big hole in your chest. (((BAHASA))) Mark Lee x Lee Hae...