"Dasar keras kepala"
"Sapa yang Lo maksud?", Tanya Reka yang sekarang sudah ada di belakang kemudi mobilnya.
"Kamu!"
"Bodo amat"
Reci mendengus kesal, kesal, benar-benar kesal. Kenapa dia bisa ada di rumah cowok yang sangat menyebalkan ini.
"Lo juga, tetep aja kayak dulu, sama-sama keras kepala!"
Reci hanya diam dan melihat ke arah jalan. Walau ia ingin membalas ucapan Reka, itu tak akan membuatnya mengalah.
-----
Reci sudah menggunakan piyamanya berwarna ungu muda dan dengan bandana putihnya. Terlihat manis dan cantik. Dia tidak memakai jilbabnya karena hanya di rumah ia begitu. Toh siapa yang akan melihatnya.
Pranggg
Tak salah lagi, itu suara pecahan vas dari lantai bawah. Reci terlihat acuh, sudah biasa dia mendengar yang seperti itu.
Reci mencoba mengabaikannya, lalu ia mengambil earphone di atas meja belajarnya.
Mungil, batinnya. Lalu memakainya dan menyetel lagu sampai ia tak mendengar keributan dari bawah.
Jam berputar dengan cepat dan tibalah malam dengan dinginnya. Reci merasakan lapar, tanpa melepas earphone yang sedang bertengger di telinganya, ia keluar kamar dan menuruni tangga-tangga itu.
Sampailah di dapur, ia melihat lantainya sudah bersih dan tak ada yang berantahkan. Mungkin bi Ratna sudah merapikannya tadi.
"Eh Non Oka, mau makan malam apa non?" Tanya bi Ratna pembantu di rumahnya. Iya, di rumahnya ia dipanggil Oka.
"Aku lagi pingin soto deh bi, mungkin karena lagi hujan juga, enak anget", kata Reci karena benar di luar sedang hujan deras.
"Emm, bi, mama ayah mana ya?" Tanya Reci.
"Tuan tadi keluar non dan nyonya ada di kamar sepertinya"
"Ya udah de, aku ke mama dulu, bentar lagi aku kembali untuk makan, siapkan juga untuk bibi dan pak Arman ya bi!"
"Baik non Oka"
Memang hanya Reci yang sering berkomunikasi dengan bi Ratna dan pak Arman sopirnya. Sedang ayah mamanya selalu sibuk dengan urusannya.
"Ma?" Suara Reci pelan sambil membuka pintu kamar mamanya.
"Iya Oka? Ada apa?" Kata mamanya yang terlihat sudah sibuk dengan laptopnya.
Reci menghampiri dan duduk di samping mamanya. Sesekali mamanya menguap, dari matanya ia terlihat habis menangis.
"Mama kenapa? Kalo capek istirahat dulu ma. Aku tau ini pekerjaannya lagi banyak, tapi mama juga harus bisa jaga diri. Mama kan ngajarin itu juga buat aku"
Revalina sedang menatap Reci dengan sendu dan memeluk gadisnya. Tangisnya tak bisa ia tumpahkan sekarang. Reci membalas pelukan mamanya, seolah ingin mengambil beban yang ada di pundak mamanya.
Merasa lumayan tenang, mamanya meregangkan pelukannya dan menatap Reci lagi. Ia tersenyum, manis.
"Anak mama sudah besar, sudah dewasa"
"Iya dong ma" ucap Reci sambil memperlihatkan deretan giginya.
"Ayo ma, makan malam. Bi Ratna buat soto loh ma!" Ucap Reci girang.
"Emm, iya ayo"
Lalu mereka berdua turun dan makan malam berdua.
-----
Reci bangun dengan susah payah membuka matanya. Rasa kantuknya menyuruh ia tetap terlelap. Namun, hari ini hari Senin. Hari upacara, ia tak boleh terlambat.
Saat kesadarannya belum sepenuhnya terkumpul. Dia melangkahkan kaki ke dalam kamar mandi dan membersihkan tubuhnya agar lebih segar.
Jam menunjukan masih pukul 5 pagi dan Reci sudah siap dengan seragamnya. Memang itu kebiasaan dia, dia menuruni tangga dan bersiap ke dapur.
"Pagi mama"
"Hallo Reci cantik"
Reci hanya tersenyum dan duduk di samping mamanya dan mengambil sepiring nasi goreng yang diberikan mamanya.
"Terimakasih ma", mamanya mengangguk dan tersenyum.
"Non ini susu cokelatnya", tiba-tiba bi Ratna memberikan segelas susu itu.
"Oh, iya bi, terimakasih"
-----
Reci sudah berada di sekolahnya diantar pak Arman. Sekarang ia sudah bersama Caca yang sedari tadi menunggunya di depan gerbang sekolah.
"Ci, tau ga?"
"Engga"
"Ish, belum Ciiiii"
"Ehe, iya Caca, ada apa?"
"Kamu tau Reka itu katanya mau pindah sekolah"
"Ya terus kenapa?"
"Bukannya kamu suka sama Reka?", Reci sedikit mematung dan memberhentikan langkahnya.
"Nah kan bener!" Ucap Caca yang terus memperhatikan wajah Reci. Namun, karena tetap diam Caca memperhatikan pandangan yang Reci lihat.
"Caaa" panggil Reci lirih.
"Iya Ci?" Jawab Caca agak ragu.
"Jangan bilang ini akan mempersulit lagi, sudah cukup dia datang. Tapi, jangan mereka juga"
"Ci, ayo kita kekelas sekarang"
Reci hanya mengangguk pasrah dan mengikuti langkah Caca. Sungguh, ia tidak bisa berpikir kali ini.
*Sampai di sini, membingungkan kan? Kalau kepo, terus baca ya. Ga maksa kok ehe.
*Salam penulis untuk pembaca, terimakasih sudah membacanya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Pilihlah
Genç KurguBukannya hakikat pilihan untuk dipilih? Mengapa hanya berterus terang untuk menunggu tanpa ada kepastian? Apa bisa lebih dari sekadar untuk mengutarakan kebingungannya? Seorang perempuan perasa bernama Reci hendak memutuskan suatu hal yang tak perna...