"Lo bisa gak sih kalo jalan liat-liat dong", ucap kasar Reka saat itu, karena tak sengaja tertabrak oleh tubuh mungil Reci.
"Maaf", ucap Reci setelahnya dan langsung bergegas pergi.
Sanyup-sanyup terlihat senyuman tergambar diwajah Reka yang tampan.
Apa benar senyum itu pertanda?
Tak lama ada seorang cowok yang mirip sekali dengan Reka menghampiri cowok itu.
"Woy, ngapain lu? Liatin apa si?" Karena dirasa tak ada sautan, maka cowok itu melihat ke arah yang dituju Reka.
Karena merasa diperhatikan terlalu lama, Reci sadar. Dan melanjutkan langkahnya yang sempat terhenti.
"Ci?"
Reci terlihat kaget dengan kedatangan seseorang yang susah payah ingin ia lupakan dan luapkan perasaan sakitnya dahulu.
"Kamu.."
"Iya, ini aku"
Reci baru saja ingin pergi sebelum tiba-tiba ada tangan yang menggenggam tangannya erat. Seperti tak ingin melepaskannya untuk kedua kalinya.
"Lepasin aku"
"Ci, aku minta maaf" ucap seseorang tadi lirih.
"Aku udah maafin kamu sedari dulu, semenjak satu tahun yang lalu Za"
"Kamu..kamu gapapa kan Ci?" Tanya seseorang itu, karena merasa tangan yang digenggamnya sedari tadi gemetar dan Reci tak menoleh sedikitpun.
Karena tak kunjung dilepaskan, akhirnya Reci menarik tangannya kasar dan melangkah menjauh.
"Maafin aku Reci.." ucap seseorang itu lagi.
"Ci? Kmu kenapa? Ada apa lagi?" Ucap Caca yang baru saja melihat sahabatnya menangis di dalam kelas.
Tanpa aba-aba, Reci memeluk Caca dengan erat.
"Kamu kenapa?" Yang ditanya malah hanya menggelengkan kepalanya sebentar.
"Yaudah kamu nangis dulu, kalo udah siap cerita aku bersedia selalu dengerin kamu, okey?"
Reci hanya mengangguk, perasaan yang selama ini ia pendam sendiri hancur tiba-tiba. Iya, karena seseorang itu tadi.
Di sisi lain, di kelas Reka tentunya. Ada perkenalan murid baru dari luar kota. Wajahnya tampan dan mampu membuat siswi satu sekolah terpesona karenanya.
"Anak-anak, perkenalkan ini anak baru yang akan menjadi teman kelas kalian"
"Ayo perkenalkan nama kamu"
"Nama saya Reza Aldian, salam kenal"
Reza Aldian, seseorang yang pernah singkat membuat Reci sadar bahwa dunia tak hanya bercerita tentang tawa dan canda.
"Baik, kamu duduk di sebelah Tio ya Reza" Reza hanya mengangguk patuh dan berjalan ke kursi kosong yang ditunjuk Bu gurunya.
"Gue Tio, salam kenal" ucap Tio setelah Reza duduk di sampingnya.
"Reza" jawab Reza singkat dan membalas senyum Tio yang tersenyum ramah.
"Oh ya, kenalin, ini Reka dan Reki" yang disebut namanya menoleh dan ikut tersenyum pada Reza.
"Kalian kembar kah?" Tanya Reza sambil memperhatikan keduanya yang duduk di depan Reza dan Tio.
"Gua gak pernah kepikiran kalo kita kembar" celetuk salah satu dari mereka.
"Ah masa si, kalian mirip banget"
"Iya mereka kembar, tapi saling gak punya otak aja. Wajah mereka emang mirip, banget. Tapi sifat mereka sangat bertolak belakang. Dan tanpa sadar mereka saling membutuhkan" jelas Tio panjang lebar.
"Lu mah Tio, berlebihan" ucap salah satunya lagi.
"Oh ya, kenalin gua Reka, ini sodara gua Reki"
"Gua Reza, bentar cara bedain kalian gimana?"
"Kalo lo liat kelakuan mereka pasti Lo akan tau gimana bedanya"
Reka hanya tertawa renyah, para siswi di kelas itu sampai tak berkedip melihat Reka, Reki, Tio yang semakin hari semakin tampan menurut mereka. Ditambah, ada personil baru yang tak kalah tampannya.
Guru sejarah dari kelas Reci sudah keluar semenjak lima menit lalu, namun Reci enggan untuk keluar kelasnya.
"Ci, lo beneran ga mau makan dulu?" Tanya Caca sabar karena ia sudah tahu penyebab Reci diam sekarang. Tadi Reci memang hanya sedikit menceritakan apa yang terjadi. Namun, Caca sudah paham arah pembicaraan Reci kemana.
Reci hanya menggelengkan kepalanya, namun ia merasa sangat lapar karena tadi ia belum sempat sarapan.
"Gue belikan roti aja ya? Atau lo mau apa?" Tanya Caca lagi.
"Susu cokelat aja ya" akhirnya Reci bersuara.
"Ok, tunggu di sini jangan kemana-mana" Reci hanya mengangguk dan Caca melangkah pergi ke kantin membeli susu cokelat untuknya dan Reci.
Tak lama terdengar tawa kencang dari luar kelas Reci. Entah kenapa Reci penasaran, padahal dia bukan orang yang bertipikal kepo dengan urusan yang seperti ini.
Saat ia melihat ke luar kelas melalui jendela kelasnya, tatapannya gusar. Ia ingin menangis untuk kedua kalinya.
"Ci, udah, jangan nangisin hal ini untuk kesekian kalinya lagi"
"Ci" panggil seseorang yang membuat pertahannya kembali runtuh. Ia datang pada saat yang tidak tepat. Cowok itu masuk dan duduk di samping Reci.
"Ci.." panggilnya lagi. Reci hanya menatap kosong ke arah depan.
"Maafin aku, maaf, aku gak punya maksud buat kamu kayak gini"
"Aku udah maafin kamu Reza, sudah jangan membuat aku lebih kecewa lagi dengan kamu yang datang lagi dengan tiba-tiba seperti ini" ucap Reci yang sekarang semakin merasakan sesak semenjak sedari tadi digenggam tangannya oleh orang yang dulu sering melakukan hal yang sama padanya.
Reci tak menolak, ia sangat rindu akan genggaman yang menjanjikannya untuk tidak dilepas sampai kapan pun. Namun, nyatanya semua hanya omong kosong.
"Aku minta, kamu pergi dulu. Aku belum bisa melihat kamu" lanjut Reci.
Reza hanya mengangguk pasrah dan melangkah pergi.
Sedari tadi dari dekat jendela ada Reka, Reki dan Tio yang menyaksikan Reza dengan Reci yang terlihat akrab namun, juga terlihat ada berdebatan kecil diantaranya.
"Ci, lo gapapa kan?" Tepat dengan perginya Reka dan teman-temannya Caca datang dengan dua susu cokelat.
*Salam dari penulis untuk pembaca:)
Semoga suka ya!
KAMU SEDANG MEMBACA
Pilihlah
Dla nastolatkówBukannya hakikat pilihan untuk dipilih? Mengapa hanya berterus terang untuk menunggu tanpa ada kepastian? Apa bisa lebih dari sekadar untuk mengutarakan kebingungannya? Seorang perempuan perasa bernama Reci hendak memutuskan suatu hal yang tak perna...