Terima kasih telah tertarik dengan novel ini.
Happy reading!
Malam ini, udara berhembus cukup dingin. Hanya sedikit bintang yang dapat dilihat. Bulan purnama seolah artis utama malam ini di langit cerah tanpa awan.
Drtt ... drtt ....
Ponsel gadis itu bergetar. Rania, nama gadis itu, meraih ponselnya dan menggeser tanda hijau.
"Hello what's up bro?" ucap seseorang dari seberang telepon.
"Ekskiyusmi, dengan siapa dimana?" tanya balik Rania yang sedang menatap gelapnya langit malam dari jendela.
"Dengan Santi di jamban," jawabnya.
"Heh ketek kadal, masih sembelit lo dari tadi?" tanya Rania kembali.
"Sialan anak orang dikatain ketek kadal," kata Santi. Ia kembali berkata, "Naik derajat dikit dong, ketek komodo gitu."
Rania dan Santi tertawa. Santi memang berbakat jadi komedian dan mampu menghidupkan suasana. Hal itu awalnya yang membuat Rania senang berteman dengannya.
"Katanya lo mau kesini, jadi gak?" tanya Santi.
"Iya, jadi. Semua buku yang gue pinjem nanti gue balikin," ujar Rania.
"Nanti ... bayar keterlambatan peminjaman ... buku loh! Buku yang lo pinjem tahun lalu ...," terdengar suara 'tuut' yang panjang kemudian Santi berkata, "belum lo balikin," kata Santi dengan nada naik turun.
"Halah buku gue juga belum lo balikin dari tiga tahun lalu," argumen Rania.
"Udah sana lanjutin bokernya, gue mau siap siap." Rania mengakhiri panggilan telepon.
Mereka memang sering bertukar buku novel, namun mereka juga sering tidak mengembalikannya. Rania berniat mengembalikan semua novel yang ia pinjam karena kamarnya terlalu penuh hingga tak ada tempat kosong.
Setelah memasukkan semua buku ke dalam tas, Rania memesan ojek online. Pucuk dicinta, ulam pun tiba. Abang ojol telah tiba. Rania segera naik dan mereka berdua mulai menyusuri jalan di kedinginginan malam, uhuy.
Tiba-tiba terlintas di benak Rania untuk menggombal tukang ojol yang keliatannya masih muda meski wajahnya tertutup buff.
"Bang, seandainya aku jadi lampu rambu lalu lintas, aku mau jadi lampu merah aja." Yang digombal hanya diam.
"Tau gak kenapa?" tanya Rania yang tidak digubris. "Supaya kamu berhenti terus di hati aku," lanjut Rania.
Abang ojol masih terdiam. Oke, gombal kali ini memang basi dan mungkin tidak lucu. Rania malah membuat suasana menjadi canggung.
"Abang tau gak, bedanya abang sama martabak?" Rania tidak menyerah
"Ih kok diem? Jawab bang!" desak Rania.
Abang ojol terpaksa menjawab, "enggak."
Lalu gadis gila tadi berkata, "Kalo martabak itu spesial di lidah, kalo abang spesial di hatiku."
Rania tersenyum-senyum, namun abang ojol tetap diam. Entah bagaimana raut wajah abang ojol. Gadis gila dan tak tahu malu karena menggombal pada seseorang tak dikenal. Inikah efek terlalu lama jomblo?
Beberapa saat kemudian, motor yang mereka tunggangi meliuk-liuk. Setelah diperiksa, ternyata ban motor depan bocor.
"Yaudah kita buruan cari bengkel yuk," ajak Rania yang kemudian dibalas tatapan oleh abang ojol.
Rania tak mau memesan ojol lain. Ia tak tega meninggalkan abang ojol itu sendirian. Rania adalah orang yang selalu mengambil sudut pandang dari dua arah. Ia membayangkan kalau harus ditinggal sendirian mencari bengkel larut malam, ia tak mau.
Akhirnya mereka menemukan bengkel setelah cukup jauh berjalan. Keringat mengguyur tubuh Rania. Sudah lama ia tak berolahraga. Terakhir kali ia berolahraga dengan serius mungkin tiga tahun lalu, ketika ia masih suka dan aktif dengan segala jenis olahraga mulai dari berenang, bermain bola basket, bola voli, hingga seni bela diri karate ia lakoni.
Hingga tiga tahun lalu, bisnis keluarganya mengalami kebangkrutan yang meninggalkan hutang besar. Mereka sekeluarga harus berpindah-pindah menghindari penagih hutang yang selalu membawa tukang pukul. Sejak itu Rania membuat tembok besar yang lebih besar dari tembok besar Cina dengan kehidupan luar. Dan saat pembuatan tembok besar itu, Santi tanpa sadar masuk dan ikut terkurung bersama. Itulah sekelumit kisah Rania.
"Aku beli minum di depan dulu ya!" pamit Rania yang kemudian menyeberang jalan.
"Ahh, segarnya!" Rania telah minum di depan toko yang baru saja dimasukinya. Hari semakin malam. Ia memang berencana menginap di rumah Santi kali ini.
"Akhirnya ketemu juga," kata seorang pria yang datang tak diundang, pulang tak diantar.
'Pyuurrr ....'
Rania yang kaget menyemprotkan air yang sedang diminumnya kepada pria tadi. Jantungnya seketika berdegup dengan kencang. Beberapa pria berbadan kekar di belakangnya memelototkan mata melihat kejadian itu.
Iya, benar. Mereka adalah penagih hutang kelas atas. Hutang keluarganya memang sangat banyak hingga menyewa penagih hutang kelas atas. Bertahun-tahun mereka sekeluarga dapat bersembunyi, hingga ....
"Kurang ajar! Tangkap dia!" perintah pria berbadan tambun tadi penuh amarah.
"Eit eit, tunggu!" ujar Rania yang telah memundurkan langkah. Seketika pria-pria tadi berhenti.
"Ini pengeroyokan, gak adil. Laki-laki bukan kalian?" tanya Rania basa-basi.
"Kalau berani satu lawan satu!" lanjutnya.
Jalanan nampak lenggang. Hanya ada beberapa orang di dalam toko yang asyik menonton kejadian barusan.
"Oke, kita gak usah babibu lagi. Roni, maju!" Masih perintah pria berbadan tambun. Yang dipanggil maju tiga langkah dan yang lainnya menepi.
"Dalam hitungan kelima, kamu maju!" kata Rania menantang dan menyiapkan kuda-kuda.
"Satu ...."
"Dua ...."
"Awaaasss ... ada knalpot terbang!" teriak Rania menunjuk arah atas di belakang pria bernama Roni.
Mereka semua serentak berbalik melihat ke atas. Mana? Mana? Itulah yang terlihat di wajah mereka.
Knalpot?
Terbang?
Mereka berhasil dikibuli oleh gadis cilik. Mereka segera tersadar dan berbalik dengan cepat. Namun, gadis kecil tadi sudah tidak ada ditempatnya. Mata mereka menyusuri jalan di depan dan melihat gadis tadi lari tercirit-cirit, eh, terbirit-birit.
"Sial! Sial! Sial!" Rania merutuki dirinya, ia mendengar teriakan dari belakang.
Dan sialnya lagi, beberapa orang tadi ada yang memilih mengejarnya dengan mobil. Belum sampai disitu saja, perut samping bagian kiri Rania terasa sakit, sengkil? Kram perut samping ini, kenapa harus datang sekarang? Mungkin itu yang Rania pikirkan.
Ketika hampir sampai di jalan jembatan, mobil tadi berhasil menyalipnya. Rania berhenti sebentar melihat kanan-kiri. Segera ia memutuskan untuk melalui jalan kecil tepat di samping sungai. Pria-pria tadi tak tinggal diam dan terus mengejarnya.
Rania terus berlari hingga kakinya terpeleset oleh ... tahi ayam?
"Aaa ...." Rania berteriak kencang.
Dan para pria berotot yang mengejarnya tadi hanya menonton, tidak ada yang menolongnya.
"Badan aja yang gede, nyali kayak barbie." Seperti itulah batin Rania yang disertai berbagai umpatan setelahnya.
Rania berusaha berenang menepi, tetapi arus air terlalu kuat. Berkali-kali wajahnya muncul-tenggelam. Tenaganya telah habis. Ia akhirnya pasrah mengikuti arus air sambil memandang sinar rembulan dari dalam air yang deras.
Sungguh malang nasib Rania kali ini.
cCc
Koreksi kalau ada typo :) Nuwun.
KAMU SEDANG MEMBACA
All is Fair in Love and War (AIFILAW)
FantasyAir dan bulan purnama merupakan perpaduan sempurna yang dipercaya memiliki energi spiritual sangat kuat. Cerita mistis sering dikaitkan dengan dua hal tersebut. Namun, ini bukan cerita mistis. Cerita ini, tentang seorang gadis berusia 18 tahun yang...