Huang

1K 167 31
                                    

Lembar tiga puluh tiga.
Pagi ini hari yang indah,
tapi aku sendiri tidak yakin
hariku akan sama indah nya.

Bahkan aku sudah memberi
bengkak pada mataku sejak
detik pertama aku membukanya.
Lagi. Hingga kapan?

Hai, Rabu pagi . . .
Apa kamu membiarkanku pulang?

.
.
.

“Sudah kubilang berapa kali, berhenti untuk meminum obat-obatan seperti ini!” celoteh si pemuda bersurai merah muda

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Sudah kubilang berapa kali, berhenti untuk meminum obat-obatan seperti ini!” celoteh si pemuda bersurai merah muda.

Sedangkan yang dinasehati hanya diam dan menunduk merasa bersalah. Mulai sibuk dengan kertas kecil dan pena di tangannya. Lalu menunjukannya.

“Maaf, Na.”

“Aku tidak akan marah, tapi itu buruk untuk tubuhmu” dia kembali berceloteh sembari membereskan beberapa butir pil putih yang berserakan di lantai. Ulah si Huang. “berapa banyak yang kau telan?” sambungnya.

Jemari pemuda di depannya bergerak pelan menunjukan “l-lima”  dengan wajah yang masih menatap lantai.

“Hmm. Aku akan menginap agar kau tidak macam-macam” seperti mengingat sesuatu, dia menorehkan kepalanya. “Aku mau lihat lenganmu.”

Dengan pasrah pemilik nama Huang Renjun itu menarik lengan bajunya yang panjang dan membiarkan si pemuda Na melihatnya, sambil memejamkan dua maniknya.

“Lukisan barumu ya? Aku sudah belikan banyak kanvas. Kenapa masih melukis disini?” Jaemin mendekat dan suaranya melirih. “Sampai kapan? Tolong berhenti.”

Pertahanan Renjun runtuh saat itu juga. Liquid yang sedari tadi ia tahan mulai berlomba-lomba jatuh menuruni kedua pipi nya. Melompat memeluk pemuda didepannya dengan tergesa. Isakan nya mengeras.

Hatinya sesak.

“Jika seperti ini bagaimana aku bisa meninggalkanmu?”

.
.
.

“Na, mau kemana?” tanyanya heran melihat sang kekasih yang sibuk memakai rompi yang tidak terlalu tebal tapi cukup hangat, karena cuaca cukup dingin hari ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


“Na, mau kemana?” tanyanya heran melihat sang kekasih yang sibuk memakai rompi yang tidak terlalu tebal tapi cukup hangat, karena cuaca cukup dingin hari ini.

“Aku mau menemani Renjun, mau ikut?”

Ah, Renjun. Jeno memang tau jika kekasihnya sering menemani sahabatnya yang bernama Renjun. Tetapi dia belum pernah bertemu dengannya.

“Jadwalku juga kosong, memangnya tidak apa?” jawabnya.

“Jika tidak diizinkan, aku tidak akan mengundangmu bergabung Lee.”

...

“Jeno, jangan coba berbicara jika kata-katamu mengandung paku. Sahabatku istimewa.” katanya tajam sebelum mulai membuka pintu besar itu tanpa permisi. Menampilkan seorang pemuda manis yang meringkuk di atas kursi ruang tengah yang berkesan mewah namun tetap minimalis.

“Selamat siang! Renjunnie sedang apa hum?” Ucap Jaemin dengan nada riang. Jeno mengernyit, merasa aneh dengan cara bicara kekasihnya.

Perlahan surai hitam itu bergerak pelan. Menoreh ke arah suara dan menampakkan wajah kacaunya, namun manisnya tidak pudar. Jeno sedikit kaget saat melihatnya. Kaget karena dia terlihat kacau? atau karna yang lainnya? entahlah.

Mata rubah yang tadinya sendu itu langsung berbinar setelah maniknya menangkap keberadaan Jaemin.

“Hey, apa lapar?” Jaemin mendekat dan membenarkan rambut hitam yang tampak berantakan itu dengan lembut. “Aku membawa teman baru” sambungnya sambil tersenyum manis.

Jaemin menarik tangan Jeno agar pemuda itu mendekat. “Injun-aa, ini Jeno. Sekarang dia temanmu juga!” ucapnya dengan semangat. Jeno yang diperlakukan seperti itu hanya bisa diam dan kebingungan.

“Ah, hai R-renjun?”

Renjun mengangguk dan tersenyum kecil sebagai jawaban. Namun masih terlihat ‘kosong’.

“Jeno-ya, temani Renjun dulu ya? Aku akan memasak untuk kalian. Mungkin sedikit lama, jadi berbincanglah.”

Dan disinilah dua adam yang dikelilingi hawa canggung itu duduk bersebelahan. Sebernarnya tidak, tidak keduanya. Hanya Jeno, mungkin Renjun memang terlihat seperti itu juga namun yang sebenarnya kepalanya entah sedang diisi oleh apa sekarang.

“Jaemin memang sering mengunjungimu seperti ini ya?” Ucap Jeno yang memutuskan memulai percakapan.

Renjun tersentak, tangan dan matanya mulai sibuk mencari sesuatu yang selalu ia bawa kemanapun dirinya pergi.

“Hm? Kau mencari apa Ren?”

Tangannya bergerak membentuk kotak kecil lalu disusul dengan gerakan menulis.
“Buku kecil” katanya dengan raut wajah yang sedikit panik dan takut secara bersamaan.

Dari situ Jeno menyadari suatu hal, jika Renjun itu


istimewa.

.
.
.

Ini cerita pertamaku, maaf banget ya nanti kalau banyak typo or something kaya kesalahan penggunaan kalimat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ini cerita pertamaku, maaf banget ya nanti kalau banyak typo or something kaya kesalahan penggunaan kalimat. Boleh kritik saran juga kok, sangaat diterima disini!!! LOVE YOU ALL <3

𝗧𝘄𝗼 𝗧𝗵𝗶𝗻𝗴𝘀 [𝑵𝒐𝒓𝒆𝒏]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang