Awal

812 152 24
                                    

"Kau jadi pergi besok, Na?"

"Ah iya, aku hampir lupa! Apa aku boleh minta bantuanmu?" katanya sambil menatap Jeno dengan tatapan memelas dan tersenyum manis berharap.

"Tentu, apapun untukmu"

"Kalau begitu, temani Renjun selama aku pergi. ya?"

"Kenapa harus ak-" Jeno hendak melontarkan protes tetapi si surai merah muda itu kembali menyela.

"Aku lihat kemarin kalian terlihat cocok saat berbincang" ucapnya.

"Tapi, Na-"

Sepertinya Na Jaemin ini senang sekali menyela perkataan orang. "Dia juga sangat terlihat nyaman. Dan... aku jarang melihatnya seperti itu jika sedang bersama orang lain." Katanya dengan lirihan di akhir katanya.

"Apa dia tahu kamu mau kemana?"

"U-um ya, hanya pergi sebentar" jawabnya dengan ragu. Lalu kembali berbicara "Tolong jaga dia untukku. Jaga dia seperti kau menjagaku" menjeda sebentar. "Hanya sampai aku kembali" lanjutnya dengan bahu yang sedikit bergetar.

Jeno ragu, tetapi dia tidak bisa menolak karena kekasihnya terlihat lebih letih sekarang. Tangan kekarnya menuntun surai merah muda yang tertunduk itu untuk bersandar pada bahunya dan mendekapnya lembut. "Baiklah. Hanya untukmu."

"Jangan biarkan dia sendiri."

"Hm" jawabnya dengan dehaman. "Kalau begitu penuhi juga permintaanku.

Kembali lah kemari tanpa ada sesuatu yang harus aku relakan."

.
.
.

Renjun melihat kepergian Jaemin di bandara

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Renjun melihat kepergian Jaemin di bandara. Sebenarnya kini alasannya tinggal hanya satu, Jaemin. Tapi pemuda itu bilang ada sesuatu yang penting sehingga harus pergi ke suatu tempat. Mungkin setelah ini, dia kembali sendiri.

Pesawat Jaemin telah lepas landas satu jam yang lalu. Tapi dia masih enggan untuk beranjak. Pandangannya meredup. Ia hanya sedikit hilang arah. Rasanya ingin berteriak dan menahannya pergi.

Tapi, memangnya dia bisa apa selain melihat dengan kedua matanya?

"Hingga kapan mau diam disana?"

Lamunannya tersadarkan dengan suara Jeno yang ternyata masih disana. Berniat ingin menjawab, tetapi teringat ternyata dirinya tidak membawa apapun tadi. Memutuskan untuk menunduk dan pergi dari sana.

Sebelum sebuah lengan menahannya.

"Mau tumpangan? Kau bisa pulang denganku"

Renjun menatapnya masih dengan raut sendu namun kini badannya sedikit tegang. Mungkin dia takut.

"Tenanglah, aku tidak akan menyakitimu. Kau ingat? Kita berteman sekarang" ucapnya dengan lebih lembut dan melepaskan cekalannya.

...

𝗧𝘄𝗼 𝗧𝗵𝗶𝗻𝗴𝘀 [𝑵𝒐𝒓𝒆𝒏]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang