---
Johnny tidak pernah setakut ini sebelumnya.
Selama ia tumbuh dikeluarga militer dan memutuskan untuk memasuki sekolah intelijen tentara Korea -banyak hal telah ia lewati, yang selalu mengancam nyawanya. Johnny tidak pernah merasa takut sedikitpun mengenai semua itu, karena ia punya ambisi tersendiri untuk mewujudkan cita-citanya sebagai Direktur intelejen termuda.
Sudah banyak bekas luka melintang disekujur tubuhnya. Menjadi bukti bahwa ia sama sekali tidak takut nyawanya terenggut maut. Banyak kejadian buruk selalu terpampang nyata didepan matanya, tak pernah sedikitpun ia merasa jatuh karena trauma.
Namun kali ini berbeda.
"Pintu masuk aman"
"Pintu masuk aman"
"Minggir"
"Beri jalan"
sorak orang-orang berpakaian serba hitam dan berhelm intel dengan senjata laras panjang terpasang dibadan mereka ketika memasuki unit gawat darurat.
Tim keamanan dari badan intelejen telah memenuhi area rumah sakit setibanya Johnny dan rombongan mobil keamanan yang mengiringi mobil Johnny sedari berangkat dari istana negara tiba di rumah sakit rujukan.
Perawat yang telah menunggu segera mengangkat tubuh Jennie yang lemas keatas brangkar.
Johnny sendiri telah keluar dan mobil meninggalkan Taeil yang masih mencoba memahami situasi.
Johnny ikut mendorong brangkar Jennie menuju ruang operasi darurat.
"Pindahkan ke ranjang. 1 - 2 - 3" intruksi dokter kepada para perawat untuk memindahkan Jennie keatas meja operasi setibanya mereka di ruang operasi darurat.
"Berikan infus dan oksigen"
"Siapkan tomografi"
"Pindah AED* disamping pasien"
*alat pengejut jantung
Johnny dan salah satu perwakilan kepresidenan yang menemani hanya diam mendengar bagaimana suasana panik para medis didalam ruang intensif yang tertutup.
"Kami akan memeriksa luka anda" ujar dokter kepada Jennie kemudian Johnny mendengar erangan tertahan dari Jennie yang masih setengah sadar dan ketika terdengar suara robekan dari pakaian Jennie yang tergunting diarea punggung membuat Johnny berpaling tidak ingin melihat luka Jennie. Cukup darah saja yang menodai pakaian Jennie, selain itu Johnny tidak mampu lagi.
Sedari Jennie dibawa di brangkar, Johnny setengah mati ingin mengenggam jemari Jennie, seakan ingin memberikan seluruh kekuatannya. Namun ia tahu, ia tidak bisa karena medis pasti akan menyuruhnya untuk menjauh.
Alhasil dari pintu masuk ruang operasi darurat bersama perwakilan kepresidenan, Johnny hanya bisa diam seperti orang bodoh.
"Sebuah peluru menembus dadanya hingga ke area toraks." ujar dokter dengan senter medis ditangannya yang menunjuk pada area punggung Jennie bagian atas. Johnny melangkah lebih dekat kearah dokter, "Pelurunya tidak ada didalam tubuh pasien" tambah dokter
"Revolver, pistol yang digunakan revolver, peluru revolver mudah rapuh, kemungkinan akan tertinggal-" Johnny tidak melanjutkan kalimatnya, mengingat fakta yang ia pelajari didunia militer mungkin saja adalah fakta terburuk yang pernah ia dengar.
KAMU SEDANG MEMBACA
i've never been this scared before
ActionSepanjang karirnya sebagai bagian dari National Intelligence Service, Johnny tidak pernah setakut ini sebelumnya. Short Story - 4 Part only.