+ Cold Case Part 4

738 62 3
                                    

// warning : violence, many swear words, mention of blood and injury, an attempt at comedy and a whole messy writing

.

.

.

"Kau ada rencana menikah tidak?"

Tangan yang sedang dengan terampil mengisi peluru demi peluru pada pistol yang mengkilap sehabis dipoles terhenti, suara klik dari peluru yang saling bergeser memberi ruang mengisi keheningan setelahnya, cicitan burung kenari yang melintas di atas mereka menambah efek suara bersamaan dengan hembusan angin menerpa rambut yang ditata dengan gel. Bibir merah yang basah oleh pelembab bibir berwarna oranye pucat yang kontras dengan warna alaminya terbuka dengan tidak percaya, bulu mata panjang menerpa permukaan kulit pipi pucat seiring ia mengerjap.

"Kau bertanya padaku?"

Johnny mengangguk tanpa ragu, setitik keringat menetes dari puncak kening, meluncur secepat kerjapan mata melewati pipi dan rahang tegas sebelum jatuh di celana kain yang segera menguap bersama angin. Ia lumayan gugup, ya memang membicarakan pernikahan dengan kekasihnya yang masih hitungan bulan dan duduk di pinggir atap gedung setinggi tujuh lantai cukup aneh. Apalagi mereka sedang mempersiapkan diri untuk melakukan penyergapan, pistol di selongsong yang melingkar di pinggang tiba tiba saja terasa berat apalagi wajah bodoh Jaehyun menjadi satu satunya respon dari pertanyaannya, seolah ia sedang menyuruhnya bungee jumping dari gedung tempat mereka berdiam, mempersiapkan diri.

"Siapa lagi? Yang sedang menjalin asmara dimana itu adalah perasaan mendalam yang melibatkan cinta, gairah dan juga adrenalin denganku kan adalah kau. Masa aku bertanya pada Mark."

Tangannya terangkat dan menunjuk tanpa minat melalui bahunya tanpa berbalik dengan ibu jari pada agen muda yang secara spontan berpura pura muntah dan kembali fokus pada laptop yang ia otak atik di pangkuannya. Jas tergeletak tanpa peduli ditanah, pisau bayonet yang masih berada di dalam sarungnya terpasang dan diikat pada lengan bagian atas pemuda yang ternyata hobinya adalah menulis lagu ketika ia tidak menjadi agen loyo dan juga seorang bujangan yang sayangnya selalu menjadi pihak ketiga di antara mereka. Rambutnya yang pirang di cat hitam, dipotong pendek dan di gel ke belakang. Gayanya mirip Eggsy Unwin di Kingsman, kalau boleh jujur.

"Kenapa tiba tiba?" Jaehyun mengalihkan pandangannya pada pistol di tangannya, menekan kencang tempat peluru agar terpasang, mengokang dengan bunyi kencang sebelum memasang peredam suara di moncong pistol tersebut. Tangannya terangkat, lurus ke depan dengan pistol terulur, memejamkan satu matanya, Jaehyun memfokuskan pandangannya lewat lubang di bagian atas pantat barrel untuk mengunci target, yaitu reklame besar di seberang mereka yang jaraknya tidak lebih dari sepuluh langkah. Tepat di kening seorang artis yang sedang tersenyum dengan gigi mengkilap sembari memperlihatkan sebuah merek pasta gigi di genggamannya. Menekan pelatuk, bahunya sedikit terdorong dengan dorongan pegas dari pistol yang meluncurkan peluru yang langsung menembus kening gambar reklame tersebut dan bunyi klang cukup kencang adalah bukti pelurunya menghantam sesuatu di balik reklame tersebut. Mungkin pipa atau tangki air, ia tak peduli.

"Umurku dua puluh tujuh tahun ini." Johnny bertepuk tangan untuk menyenangkan kekasihnya, Jaehyun itu haus pujian dan pengakuan meskipun dia berlagak seperti biasa saja dengan semua kehebatannya namun iris coklat yang memandangnya dengan berbinar dan bibir yang melengkung manis adalah hal yang sangat menggemaskan bila seseorang memujinya. "Aku dulu punya keinginan untuk menikah di umur dua puluh lima tapi aku terlalu asyik dengan menjadi agen dan berburu pantat musuh negara seperti kalian. Lalu aku bertemu denganmu." Memutar mutar kaleng bir yang kosong di tangannya, Johnny tersenyum malu malu, melirik dengan sudut matanya bagaimana Jaehyun tampak terdiam kaku dengan pistol masih terulur. "Ya pasti sangat konyol dan menjijikkan jika aku mengakui ini, bahwa kisah cinta yang ada di novel itu terlalu membual. Tapi aku berani mengatakan, hatiku sudah kau ambil dari pertama kali aku bertemu denganmu di belakang rumah Presiden Whales." Tangannya terhenti, kaleng bir di letakkan lalu tangannya merogoh ke dalam saku celana. Mengeluarkan cincin plastik yang didapatkan setelah iseng bermain lotre di toko kelontong dekat perkebunan Dante bersama Mark saat mereka keluar untuk membeli makanan ringan dan alkohol. Sebuah hiasan berbentuk kepala kucing yang matanya melengkung dan bibirnya tersenyum ada di atasnya, langkah kakinya perlahan dan yakin. Meraih tangan kiri Jaehyun yang terkulai di sisi tubuhnya, menggenggamnya lembut sebelum memasangkan cincin plastik yang anehnya pas di jari manis kekasihnya yang panjang dan lentik. Jaehyun mendengus, membuang pandangannya ke arah lain namun ujung telinganya memerah sempurna.

headshot.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang