CHAPTER 4

40 10 0
                                    

Pagi ini Ana sedang menunggu seseorang. Ia sudah siap sejak setengah jam yang lalu, tetapi sahabatnya itu tidak kunjung datang.

Abangnya sudah mengajaknya berangkat bersama tadi, tapi jika ia menerima ajakan abangnya, sahabatnya itu akan marah padanya. Dan sekarang Ana menyesal karena menolak ajakan abangnya. Ini sudah jam 06.45 tapi belum ada tanda tanda kedatangan Chan.

Ia sudah mengirim pesan bahkan menelepon nya sebanyak 98 kali tetapi tidak dijawab. Sekarang ia sangat kesal pada chan dan memutuskan untuk naik ojek online.

Sesampainya di sekolah Ana langsung disambut oleh Hanbin. Ia tahu bahwa Hanbin adalah anak osis dan ia pasti akan diberi hukuman walaupun dia adalah adiknya Jay.

“ya ampun de, ini jam berapa? kok telatnya lama banget. Kayaknya tadi Jay ga terlambat deh” omel Hanbin.

“hehe iya kak. Soalnya tadi aku nungguin chan tapi dia nya ga dateng dateng. Yaudah langsung aja, hukuman aku apa?” tanya Ana.

“ooh bener berarti. Yaudah sana masuk gih cepetan” balas Hanbin.

“Aku ga dikasih hukuman?” tanya Ana.

“engga, udah sana cepetan masuk” suruh Hanbin.

“ah ga adil dong kak, masa cuma karena aku adeknya bang Jay jadi ga dihukum” balas Ana.
Sebenarnya dia senang sekali jika tidak diberi hukuman, tapi tetap saja menurutnya itu tidak adil.

“siapa bilang karena Jay? Ini chan yang nyuruh. Tadi barusan dia telepon trus bilang katanya kalo kamu telat bebasin aja, soalnya kamu telat karena nungguin dia gitu” Jelas Hanbin.

“ohh, trus sekarang chan nya mana kak?” tanya Ana.

“liat aja hp kamu nanti. Udah sono cepetan masuk” pinta Hanbin.

“yaudah deh. Makasih ya kak.” kata Ana sambil berlari ke kelasnya.

Untungnya saat sampai di kelas, guru yang mengajar belum datang jadi Ana terbebas dari hukuman. Lalu Ana teringat perkataan Hanbin tentang Chan tadi, tapi saat ia baru mau melihat hp, guru sudah datang jadi ia mengurungkan niatnya itu.

Saat istirahat Ana langsung membuka hpnya dan saat ia membaca pesan dari sahabatnya itu, seketika kekesalannya langsung hilang begitu saja.

“tuhh chan nya sakit tuhh. Makanya jangan marah marah dulu.” kata Vivi yang ikut membaca pesan itu.

“ya kan gw ga tau. Lagian dia nya juga ga ngomong tadi malem.” balas Ana. Pasalnya isi pesan yang dikirimkan Chan memang menyatakan kalau ia sedang sakit dan ia meminta maaf karena lupa memberi tahu Ana.

Sekarang Ana terpaksa harus menerima ajakan Vivi untuk ke kantin. Jay yang melihat adiknya ada di kantin pun langsung menyuruhnya duduk bersama. Dan sekarang semua mata tertuju pada tujuh orang cowok dan dua adik kelasnya yang sedang makan bersama itu. Sebenarnya Ana tidak suka keadaan ini, tapi jika ia bersama abangnya maka ia tidak akan takut.

Pulang dari sekolah Ana lekas mengganti bajunya dan pergi ke rumah Chan. Ia ingin menjenguk sahabatnya itu. Sampai di rumahnya, Ana disambut oleh Bunda.

“eh Ana, udah lama ga main kesini” sapa Bunda.

“iya Bunda, hehe. Oiya katanya Chan sakit ya, Bunda?” tanya Ana.

“iya dia demam. Kamu langsung ke kamarnya aja sana” suruh Bunda.

“oke deh Bun” jawab Ana lalu pergi ke kamar Chan.

Ana membuka pintu kamar dengan perlahan ia berniat untuk tidak membangunkan Chan jika sedang tidur. Dan benar saja, Chan sedang terbaring di kasur.

Ana mendudukkan dirinya di pinggir kasur. Ia menatap muka sahabatnya yang pucat itu. Sudah hampir lima belas menit ia menatap muka Chan. Menurut Ana, menatap muka Chan jika sedang tidur merupakan sebuah kedamaian. Karena saat bangun ia akan langsung berubah menjadi Chan yang menjengkelkan bagi Ana.

“iya gw tau gw ganteng, tapi gausah gitu juga kali liatnya” kata Chan yang langsung membuat Ana mengalihkan pandangannya.

“dih, ga usah geer” balas Ana yang tidak mau mengakui ketampanan sahabatnya ini. Chan hanya tertawa melihat kelakuan sahabatnya itu.

“bisa sakit juga lu” ledek Ana.

“setiap manusia bisa sakit joo. Lulus sd ga sih lu?” balas Chan.

“emang lu manusia? Lu kan es” ledek Ana lagi. Chan hanya diam menanggapi sahabatnya itu.

Lalu Ana mengambil Paracetamol diatas meja dan membukanya.

“yahh obatnya udah abis. Lu udah minum obat?” tanya nya lagi. Dan dijawab gelengan kepala oleh Chan.

“yaudah deh, gw beli dulu ya obatnya” kata Ana.

“ga usah. Demam nya juga udah turun. Lagian emang lu berani ke Indomaret? Kan ada anjing, ntar jatoh lagi” balas Chan.

“berani lah. Lagian anjingnya kan dikandang” kata Ana sok berani.

“terserah. Awas aja kalo sampe pulang nya luka!” ancam Chan.

“iyaaa”

***

AWW!

Seperti yang dibilang Chan, saat mendengar gonggonggan anjing, Ana langsung berlari dan kakinya tidak sengaja menginjak batu yang mengakibatkan ia jatuh ke aspal. Dan sekarang lututnya mengeluarkan sedikit darah. Tetapi Ana tetap berjalan untuk membeli obat karena menurutnya lukanya tidak terlalu parah.

Sampai di rumah ia teringat kata kata Chan tadi dan bodohnya ia lupa membeli hansaplast untuk menutupi lukanya. Sekarang Chan pasti akan memarahinya.

“Astaga Ana! Kaki kamu kenapa itu nak?” teriak Bunda panik.

“sstt..aku gapapa kok, bun. Ini Cuma jatoh tadi dijalan” kata Ana sambil menyuruh Bunda tenang. Karena jika Bunda teriak seperti itu lagi Chan bisa mendengarnya nanti.

“mana yang luka?” tanya Chan saat Ana baru masuk ke kamarnya.

Sekarang Ana tidak tahu harus jawab apa. Ia sangat gugup sekarang karena sekarang Chan sedang menatapnya. Bukan tatapan damai tetapi tatapan menakutkan.

Sebenarnya Chan jarang menunjukkan sisi dingin nya ini pada Ana, ia hanya menunjukkannya saat sedang marah. Dan itu artinya sekarang ia sedang marah.

“luka? Luka a-pa?” tanya Ana mencoba berbohong.

“mana yang luka?” chan mengulangi pertanyaannya.

“luka apaan sih? Gw ga luka, ini minum dulu obatnya.” kata Ana mengalihkan pembicaraan sambil mendudukkan dirinya di kasur.

“yakin ga ada yang luka?” tanya Chan masih dengan tatapan horornya.

“engg- AAA CHAN SAKIT!” teriak Ana saat Chan menekan luka di lututnya itu.

“kok sakit? Katanya ga ada yang luka” tanya Chan lagi tapi kali ini ia sudah melepaskan tangannya dari lutut Ana.

“IYA IYA GW NGAKU! Tadi gw jatoh.” ucap Ana dengan mata berair karena sekarang lututnya benar benar perih.

“makanya ga usah bohong sama gw. Karena nanti lukanya kalo dibiarin bisa infeksi. Bahaya!” jelas Chan sambil mengambil kotak p3k.

“yaudah tapi bukan gitu caranya. Sakit tau.” balas Ana sambil menangis. Ia tahu sahabatnya itu khawatir tapi menurutnya caranya menunjukkan nya itu salah.

“Iya iya, maaf. Udah jangan nangis lagi.” balas Chan sambil mengobati Ana. Sebenarnya Chan tidak suka melihat Ana menangis, jika ada orang yang membuat Ana menangis, maka ia akan sangat marah.

______

yuhuu aku update dua kali nii hehe..

jangan lupa vote and comment nyaa 🌼
tengkyuu 💕

BEST FRIEND • JUNG CHANWOO [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang