[1.0] Pagi dan Hinaan

3.3K 292 23
                                    

Suara ketukan dari alas sepatu terdengar sampai ke lantai bawah, kala pemilik sepatu hitam itu menuruni setiap anak tangga dengan terburu-buru.

"Santai dong Ghif, buru-buru banget," tegur seorang pria paruh baya yang masih terlihat tampan dan gagah di usianya yang sudah sangat matang. kala melihat seorang pemuda berseragam SMA berjalan melewatinya tengah sibuk menyimpulkan tali dasi agar terlihat sempurna.

Remaja yang di tegur refleks menghentikan langkahnya, lantas menolehkan kepala pada sumber suara.

Dan tepat di salah satu kursi meja makan, dapat ia lihat Om nya yang sudah rapih dengan pakaian khas orang kantoran sedang asyik menyesap kopi hitam yang memang menu wajib yang harus Omnya minum setiap pagi.

"Aku bangun terlambat, jadi aku harus segera berangkat. Takut ketinggalan Bus," jawab remaja itu sambil merapihkan dasinya.

Rama--Pria paruh baya itu mengangguk. Menaruh kembali cangkir kopinya keatas meja makan. Lalu menumpukan atensinya pada keponakannya yang kini beralih mengecek isi tas.

"Kamu bisa ikut Om, kalo gitu. Toh, kantor Om sama sekolah kamu 'kan searah," tawar Rama.

Ghifari menghentikan aktivitasnya sejenak, menatap  nya dengan senyuman tipis. "Ga usah Om, bukannya kata Bunda Om hari ini ada klien yang harus Om temui di perusahaannya? Takutnya kalo nganter aku Om malah terlambat," tolak Ghifari.

"Ga ap--."

"Pagi Bunda," Rama yang hendak kembali berbicara terpotong oleh sapaan Ghifari di ikuti dengan datangnya seorang wanita cantik dengan celemek pink yang melekat di tubuh rampingnya tak lupa tangannya yang membawa sajian sarapan pagi.

"Pagi juga," balas Wanita itu. Usai menaruh kedua piring yang tadi ia bawa ke atas meja makan, Reana--nama wanita itu pun tersenyum memandang paras tampan putranya yang telah rapih dengan seragamnya.

Dengan sedikit berjinjit karena putranya lebih tinggi darinya, Reana pun mengecup kening Ghifari penuh sayang. Lalu menyodorkan segelas susu putih yang memang sudah ia sediakan. Susu itu langsung di sambut dengan senang hati oleh Ghifari dan di minumnya hingga tandas.

"Mau sarapan dulu?" Tanya Reana ia hendak mengambil nasi, namun di tahan oleh Ghifari.

"Ga usah Bun, aku langsung berangkat. Takut kesiangan terus ketinggalan Bus,"

"Loh? tapi 'kan kamu harus sarapan dulu Ghif! Bunda udah bikinin sarapan kesukaan kamu loh,"

Ghifari menggeleng, kendati dalam hati ia merasa tidak enak karena usaha Bundanya dalam memasak makanan kesukaannya harus sia-sia. Mau bagaimana lagi, ia sudah tidak banyak waktu lagi barang menyicipi masakan Bundanya.

"Nanti aku sarapan di kantin aja. Kalo gitu aku sekolah dulu, ya. Dah Bun, Om. Assalamualaikum,"

"Tapi--." Reana yang hendak protes pun hanya dapat menghela nafas pelan ketika Ghifari sudah pergi dari hadapannya. "Waalaikumsalam," ucap Reana membalas salam Ghifari.

"Aissh.. Padahal dia punya Maag. Ga baik kalo ngelewatin jam makan," omel Reana yang mendudukkan tubuhnya di samping Rama.

Rama yang semula sibuk dengan tablet di tangannya pun mengalihkan tatapannya, senyumnya terbit ketika melihat raut di tekuk Reana.

"Biarin aja lah Re, Anak lo 'kan udah gede dia bisa jaga diri," sahut Rama.

"Ya tetap aja kak. Gue khawatir,"

"Ya..ya..ya terserah lo deh, gue mau berangkat kerja dulu. Lo kalo nanti mau berangkat ke pemotretan kunci rumah simpen aja di bawah keset. Gue pulang siang hari ini," ujar Rama setelah membenarkan barang bawaannya.

Invisible [END] √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang