Chapter 15

319 28 1
                                    

Mungkin, inilah saatnya untuk menjawab semuanya ....


















Mungkin, inilah saatnya untuk menjawab semuanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Waktu berlalu begitu cepat. Tanpa disadari, banyak hal yang telah terukir disana. Baik hal sedih ataupun menyenangkan, Suatu saat akan dikenang pula.

Begitu juga dengan Rinne. Dia telah selesai atas peperangan, atau sebut saja dengan persaingan dingin dengan lawannya diberbagai belahan dunia.

Meskipun persaingan itu selalu mengancam jiwa wanita pujaan hatinya serta membuat dirinya lelah, namun ia tetap melakukan demi keamanan wanita itu.

Dan kini, tibalah saat yang telah ia tunggu-tunggu. Dimana ia bisa hidup dengan tenang.

"(Name), kau tahu bukan? Aku selalu bodoh dihadapanmu. Aku selalu ceroboh dihadapanmu, dan aku selalu mengekangmu. Tapi, kali ini aku benar-benar ingin mengekangmu selamanya."

Ucapan Rinne membuat sang gadis pujaan hatinya bingung. Bahkan sang gadis pun sempat tersenyum dan mengatakan jika ia sama sekali tidak mengerti apa yang dimaksud oleh Rinne.

Rinne hanya tersenyum dan menanti mentari yang telah lelah menyinari bumi.

"Kau ingin tahu apa maksudku?"

Tentu saja ucapan itu langsung mendapatkan anggukan dari yang bersangkutan. Dan dengan segera, Rinne pun berlutut dan membuka sebuah kotak merah dengan bentuk hati.

"(Name), mau kah kau menikah denganku?"

Tanpa terasa, air mata mulai menggenangi wajah manis sang gadis. Ia pun menarik nafas dalam dan mengangguk sebagai jawaban.

Ditengah-tengah terbenamnya mentari, Rinne menyematkan cincin berlian di jari manis sang gadis.

*****

Tanpa terasa, waktu pernikahan mereka telah berjalan cukup lama. Mereka menikmati setiap momen yang ada, seakan-akan hari ini adalah hari terakhir mereka.

Dan tanpa terasa juga, (Name) telah mengandung seorang anak dari Rinne. Setiap Rinne pulang, ia selalu berbicara dengan perut (Name) yang telah membesar.

Tiap kata penuh kasih sayang, pengertian, dan doa selalu ia ucapkan. Bahkan, ia pun menjaga kedua hal itu dengan sangat hati-hati agar tidak ada benda sekecil apapun yang merusak mereka.

Hingga saatnya tiba. (Name) mengalami kontraksi hebat dan membuat Rinne bingung harus bagaimana.

Namun, (Name) dengan kesabarannya, ia memberitahu jika Rinne harus segera menelepon ambulans dan membawakannya beberapa pakaian ganti.

Selama perjalanan, Rinne terus-menerus memperhatikan kondisi (Name) yang semakin merasa kesakitan. Bahkan, nafasnya pun sedikit tersengal-sengal.

"(Name) bertahanlah," ucap Rinne.

Jujur saja, Rinne ingin merasakan apa yang (Name) rasakan. Ia sangat sakit jika melihat (Name) menderita. Namun, ia juga yakin jika (Name) adalah wanita kuat.

Setelah sampai rumah sakit, (Name) langsung dibawa ke ruang persalinan dan ditemani oleh Rinne yang setia menggenggam tangannya.

"Kau tak apa?" gumam Rinne yang terkesan ragu.

"Hei, aku yang sakit seperti ini, tapi kau yang cengeng," ucap (Name) yang sekuat tenaga memberikan senyuman terbaiknya.

"Aku tahu jika kau kuat, (Name)," ucap Rinne yang langsung mengecup dahi (Name) dengan penuh kasih sayang.

Dan setelahnya, bidan pun kembali dan langsung meminta (Name) untuk mengejan karena bayi sudah ada diposisi yang seharusnya.

"Hnnnnh!" (Name) terus mengerang dan sesekali menarik nafas dalam. Ia pun tampak berkeringat dingin sembari menggenggam tangan Rinne erat.

"Ayo, Bu. Teruskan, sedikit lagi," ucap sang bidan sembari membantu menarik bayi perlahan-lahan.

Sungguh, Rinne sangat cemas. Bahkan ia terlalu takut untuk melihat (Name) bertaruh nyawa untuk seorang manusia yang telah mereka nantikan.

"Hnnnnnh!" (Name) mengejan semakin kuat dan setelahnya ia pun semakin tersenggal-senggal.

"Ayo, Sayang. Kau pasti bisa," ucap Rinne.

Ya, hanya kata-kata penyemangat yang bisa Rinne bisikan. Hingga tidak lama kemudian, sebuah tangisan dari sang bayi membuat (Name) lemas seketika dan Rinne pun menangis.

Memang, Rinne tidak pernah menangis sedikitpun. Bahkan, apapun yang ia lakukan, tidak pernah ada air mata sedikitpun.

Namun, kali ini berbeda. Ia menangis bahagia atas anugerah terbaik yang telah ia terima.

"Kau berhasil, Sayang. Terima kasih, terima kasih," ucap Rinne sembari mengelus surai istrinya.

(Name) hanya bisa meneteskan air mata dan mengangguk lemah.

*****

"Ngh ... ueeek! ueeek!"

Suara tangisan bayi mengisi ruangan yang sunyi dan membuat Rinne terbangun dari tidurnya.

"Ssst ... sayang," ucap Rinne setelah bangun dan langsung menimang bayinya. Namun, bayi itu tetap menangis dan tampak menolak perlakuan Rinne.

"Biar aku saja, aku tahu kau masih lelah."

Suara lembut itu membuat Rinne membalik badan dan menghadap sang malaikat terbaik dalam hidupnya.

"Tidak usah, kau lebih lelah, Sayang," ucap Rinne yang membuat (Name) tersenyum dan mendekati dirinya.

"Lihatlah, betapa miripnya dia denganmu," ucap (Name) yang tidak bisa mengalihkan pandangannya dari anak perempuan yang telah ia kandung dan perjuangkan hidupnya.

"Tidak, dia lebih mirip denganmu," ucap Rinne yang membuat (Name) tersipu.

Memang ada banyak hal yang telah berhasil mereka lalui. Susah senang, selalu bersama.

Dan di keluarga kecil ini, Rinne berharap agar tidak ada ancaman besar dalam hidupnya. Jika pun iya, ia sudah siap bertaruh nyawa. Bahkan mati pun rela demi orang-orang yang ia sayangi.

Broken AngelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang