"ERIK!"
Sebuah suara perempuan menghentikan pergerakan Erik yang baru saja akan memasukan es semangka ke dalam mulutnya. Perempuan itu mendekat lalu duduk di hadapan Erik yang saat ini sedang ada di kantin fakultas.
"Si Eca ada yang deketin, anak teknik. Lo kalo mau balikan buruan dah sebelum diambil orang." Terang perempuan itu to the point setelah duduk di hadapan Erik.
Erik menghembuskan napasnya, kemudian menggigit es semangka di tangannya. "Kalo jodoh gak akan kemana." Ucap Erik dengan nada lesu.
"Heh bolot! Kalo jodoh ya dikejar dong, si Eca juga sama kayak lu gini uring-uringan gak jelas. Kalian berdua aja yang sama-sama gengsi buat minta balikan, ya kan?"
"Udah hampir tiga bulan putus, gak mungkin dia belum move on dari gue."
"Ck, serah lo dah. Yang penting udah gue kasi tau ya, anak teknik semester 5. Bodo amat, gak usah cari info tentang Eca dari gue lagi. Bye!"
Perempuan itu lalu pergi meninggalkan Erik yang masih menatap es semangkanya dengan pikiran yang berkelana kemana-mana.
"Ah, shit. Kinara sialan!"
**
Perempuan itu terus saja melihat ke arah jam tangannya yang sebentar lagi akan menujukan pukul setengah 6 sore yang menandakan kelas terakhirnya hari ini selesai. Otaknya sudah berasap sedari tadi akibat 7 sks yang ia ambil hari ini.
Setelah kelas terakhir selesai, Eca segera merapikan buku-bukunya dan memasukannya ke dalam tas. Hari ini ia ada janji dengan teman-teman satu kontrakannya untuk mengadakan party kecil-kecilan untuk merayakan ulang tahun salah satu housematenya, Daya.
Tukang Ngabisin Duit Ortu
Bri
Ca titip beli minum
Cola ya bebNori
Bri lu dimana?Bri
Di kontrakan anjeng lo dimanaDaya
Wait gue masih di jalan
Pizza otw kontrakan
Tolong ambilin yaNori
Gue kira lo belum balik
Udah dibayar belom pizzanya?Daya
Udh
Pizza aja ya gue bangkrut ntarGue otw balik
Nitip minum aja nih yaBri
Jajan jugalah biar kenyang
Anjeng malah malakin gueBri
TerimakaciiiiEca memasukan ponselnya ke dalam tasnya setelah melihat chat terakhir dari Bri sambil berjalan keluar dari area gedung kuliahnya. Perhentian selanjutkan yaitu minimarket yang dekat dari kampus untuk beli pesanan Bri.
Setelah sampai di mini market, Eca segera melangkahkan kakinya menuju deretan lemari pendingin minuman untuk mencari cola dan beberapa susu untuk persediaan di kontrakannya. Eca baru saja akan menutup kembali pintu lemari pendingin minuman itu dengan kakinya karena kedua tangannya sibuk memegang satu botol besar cola dan beberapa susu kotak sebelum ada tangan lain yang menghentikan pergerakannya.
"Sorry, gue mau ambil––"
Orang itu berhenti berbicara setelah melihat lawan bicaranya. Eca juga ikut terdiam melihat Erik yang saat ini menatapnya kaget. Keduanya sama-sama terkejut, tidak menyangka akan bertemu di tempat ini.
"Ca..?" Panggil Erik.
Eca tersenyum singkat lalu mundur beberapa langkah untuk membiarkan Erik mengambil minuman dari lemari pendingin itu. Tanpa membalas panggilan Erik, Eca buru-buru berjalan ke arah kasir untuk membayar belanjaannya.
Dan sepertinya alam tidak mendukungnya untuk kabur dari situasi ini. Lihat saja, Erik tiba-tiba mengulurkan kartunya setelah meletakan kopi kalengnya di meja kasir dan mengucapkan, "Sama ini sekalian mbak, saya yang bayar."
"Gak usah Rik, aku bayar sendiri aja."
Erik melihat Eca sekilas sebelum menerima kartunya kembali dan memasukannya kembali ke dalam dompet. "Better you say thanks to me."
Eca masih berdiri di tempatnya dengan perasaan campur aduk yang membuat Erik akhirnya mengambil alih belanjaan Eca yang berada di meja kasir.
"Ayo, mau sampe kapan berdiri di sini?"
Eca mengerjap beberapa kali setelah sadar lalu memperhatikan punggung Erik yang keluar dari pintu mini market.
"Bodoh, Ca. Lo ngapain bengong sih?" Ucapnya menggerutu sambil ikut keluar dari mini market.
Keduanya sama-sama diam saat sudah berhadapan di depan mini market. Masih dengan Erik yang memegang botol cola dan beberapa susu kotak kepunyaan Eca. Yang punya belanjaan justru sibuk dengan pikirannya yang berkelana kemana-mana.
"Ca, bawa tote bag gak?"
Eca tetap diam menunduk.
"Ca...?"
"Ehh...iya?" Eca tersadar dari lamunannya.
"Bawa tote bag gak?" Tanya Erik lagi.
Eca kemudian menggeleng, lalu membuka tas ranselnya untuk meletakkan susu kotak miliknya. "Masukin sini aja susunya, colanya biar aku pegang."
Setelah menyerahkan susu kotak dan botol cola pada Eca, Erik terlihat akan mengucapkan sesuatu namun urung ia ungkapkan. Kalimat yang terucap hanya,
"Hati-hati ya, Ca."
Eca mengangguk dengan senyum tipisnya. Baru berjalan beberapa langkah, Eca berhenti lalu kembali berbalik menghadap Erik.
"Makasih, Rik," katanya sambil mengangkat botol cola.
Erik mengangguk singkat sambil tersenyum hingga matanya ikut menyipit. Setelah itu, ia menghela napas panjang sambil melihat perempuan yang saat ini sedang memeluk botol cola berjalan menjauhinya.
Sesingkat itu pertemuan mereka.
Erik tahu kenapa Eca sampai bereaksi seperti itu. Karena ia juga merasakan hal yang sama saat bertemu dengan Eca tadi, shock. Bahkan, sampai-sampai ia bertindak implusif untuk membayar belanjaan Eca. Tapi ia tidak menyesal, setidaknya itu akan ia jadikan alasan untuk dapat bertemu dengan Eca suatu hati nanti.
Erik percaya, tidak ada pertemuan yang tidak sengaja. Ini semua karena Tuhan. Kalau memang mereka di takdirkan bersama, pasti Tuhan menghendaki.
****
Welcome to part 1!
Aku gak tau ini bakal rame kayak Gara-Gara Dery atau nggak, tapi it's okay. 1 atau 2 orang yang baca aja aku bakal tetep lanjut. See you on part 2, bb>.<
KAMU SEDANG MEMBACA
Gara-Gara Erik
Short StorySeries 2: Mark as Erik Gue pernah gak sengaja liat quotes di pinterest, isinya: "The best time in my life is with her and the stupidity in my life is letting her go." Copyright © 2020 by oohpitaa