1 Juni 2020
Ruangan bernuansa putih dan interior yang tertata rapi dengan sebuah sofa besar yang terlihat nyaman jika seseorang merebahkan tubuhnya disana; adalah hal pertama yang dilihat saat ia memasuki ruangan tersebut.
Seseorang mempersilahkanya duduk diatas sofa abu-abu besar tersebut dengan uluran tangan yang memegangnya penuh dengan kehati-hatian. Seolah orang yang barusan saja memasuki ruangan itu bak guci mahal yang akan pecah jika tak diberlakukan dengan hati-hati.
Ia merebahkan tubuhnya ke sofa tersebut yang entah kenapa membuatnya sangat nyaman; dengan menghela nafas dalam-dalam. Pikirannya sangat penuh kala itu. Tatapan matanya kosong, seperti ia sedang dalam bioskop dan melihat potongan-potongan film dalam ingatannya.
"Apa kabar?" Seseorang lain yang duduk di samping sofa tersebut bertanya mengenai keadaannya pagi ini; dimana ini adalah pertama kalinya ia menyapanya.
"Apa saya terlihat baik? Anda bisa langsung mendapat jawaban begitu melihatku."
Dua orang lain yang berdiri di dekat pintu saling menautkan jari jemari untuk saling menggenggam. Menguatkan.
"Saya akan membantumu terlihat baik setelah ini. Kumohon kerjasamanya." Dengan ramah seseorang itu menanggapinya tanpa menaruh rasa kesal sedikitpun. Ia harus berhati-hati atau tidak guci itu akan pecah.
Ia mengangguk pelan. Setelah ini ia berharap hidupnya akan segera membaik agar tak membuat dua orang yang berdiri di dekat pintu khawatir berlebihan. Seperti sekarang ini.
"Baiklah saya akan memulainya. Tak perlu tegang. Katakan semua yang memenuhi pikiranmu. Jika rasanya selama proses itu kamu merasa sakit, liat dia?" Dagunya mengarahkan ke sosok wanita yang tadi membantunya duduk dengan senyuman yang jelas-jelas ia tunjukkan ke orang yang sedang merebahkan diri di sampingnya.
"Dia ahli dalam menghapus rasa sakitmu."
Satu helaan nafas lagi ia keluarkan untuk mempersiapkan diri dengan hal yang akan terjadi selanjutnya.
"Adicandra Reykarian, bagaimana perasaanmu menjadi satu-satunya korban yang selamat?" Dokter Surya Anaja bertanya pagi itu untuk pasien pertamanya.
Hari ini Candra dimana ia adalah satu dari sembilan orang yang selamat dalam kejadian naas itu sedang akan melakukan proses hipnoterapi dengan seorang hipnoterapis handal yang kini bersamanya. Selama sesi hipnoterapi, terapis akan memberikan sugesti agar berada dalam kondisi hipnosis. Kondisi ini akan membuat pasien berada seperti di alam mimpi namun pikiran menjadi lebih terbuka terhadap sugesti yang diberikan. Dan Candra memerlukan itu semua atas trauma yang ia dapat setelah kejadian hari 'itu'.
"Saya tidak menganggap itu sebuah keajaiban dari Tuhan, tapi sebuah hukuman bagi mereka yang masih hidup." Candra pikir ia lebih baik memilih untuk tidak selamat 'hari itu' daripada ia harus menanggung semua penderitaan ini sendirian.
Karena nyatanya mereka sudah tidak ada lagi untuk menanggung semua beban ini bersamanya.
Karena nyatanya mereka sudah tidak ada lagi untuk melupakan kejadian itu bersamanya.
Hanya tinggal ia sendiri. Menanggung rasa sakit tak berkesudahan.
Sebab semua teman baiknya meninggal dalam kejadian itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
❝SIMON SAYS CHALLENGE❞ [SUDAH TERBIT]
Mistério / Suspense❝SIMON SAYS CHALLENGE❞ Simon says (kata simon) ialah permainan anak usia 7-9 tahun. Pemimpin permainan disebut "Simon" lalu memberi perintah yang harus diikuti oleh pemain lain. Simon says challenge permainan sederhana yang berubah menjadi malapeta...