18.Persidangan Hati

84.8K 8.9K 1.7K
                                    

Hueee aku lagi sibuk banget banget banget sama kerjaan, sampe ga sempet buka wattpad huhu 😭😭

Maaf yaa guys, aku niatnya mau jadwalin update, tapi belum ada waktu. Kalo aku lupa update ditagih aja yaaa 🫶🫶

***

Tara melangkah menyusuri halte busway dengan mood yang kurang baik, dan penyebabnya tentu saja Deva. Setelah insiden menyebalkan kemarin, harusnya ia berniat ngambek hari ini pada Deva. Ia sudah berniat kalau nanti Deva menjemputnya kuliah sesuai janjinya kemarin, ia akan sok menolak dengan alasan apa pun karena tidak terima ditinggalkan begitu saja.

Namun, niat ngambeknya seketika sirna, saat pagi-pagi Deva mengabari harus berangkat ke Bali untuk keperluan check up rutin dengan psikiaternya. Kalo gini caranya, besok-besok pas ketemu Deva, Tara sudah lupa dengan sikap menyebalkan Deva kemarin!

Sepertinya Tara harus mulai mempertimbangkan untuk belajar mengendarai motor, karena ia sudah mulai bosan naik busway yang penuh sesak dan datangnya tidak menentu. Namun, minta dibelikan motor pada orangtuanya tidak semudah minta uang untuk beli seblak.

Tara mengusir pikiran-pikiran anehnya dan fokus berjalan menuju kampus. Kelasnya baru akan dimulai sekitar setengah jam lagi, ia berniat akan sarapan dulu di kantin. Mungkin mood-nya memburuk karena belum sarapan, siapa tau mood-nya akan membaik setelah perutnya terisi makanan.

Saat berjalan menyusuri koridor kampus, Tara merasa ada yang aneh. Dilihatnya para mahasiswa yang berada di kanan-kiri koridor, seolah berbisik-bisik ketika Tara lewat.

Tara seperti mengenal situasi ini.

Benar.

Tara mengenalnya.

Situasi ini sering sekali terjadi, dan Tara adalah orang yang biasa berada di kanan-kiri koridor untuk membicarakan orang yang melintas karena terlibat suatu masalah.

Tara waswas, ia melihat ke depan dan belakang, mencari siapa pun yang sedang dijadikan objek pembicaraan, namun ia tak menemukan orang bermasalah di sekelilingnya. Biasanya kan, yang sering dibicarakan satu kampus orang seperti Deva. Gak mungkin, kan, mereka membicarakan Tara.

Sesampainya di kantin, Tara membeli nasi uduk dan duduk di bangku yang kosong. Lagi. Tara menyadari situasi di sekelilingnya yang aneh. Tara serasa ditelanjangi oleh tatapan di sekelilingnya. Ini ada apa? Tara salah apa? Apa Tara kena karma karena sering ngomongin orang?

Brakk!

Tara mengangkat kepalanya saat mendengar suara tas yang dibanting ke meja. Terlihat Selin yang kini duduk di hadapannya.

"Sel, kok gue ngerasa orang-orang pada ngomongin gue, ya? Emang gue kenapa?"

"Emang iya pada ngomongin lo. Duh, Tar. Lo beneran bego atau bego beneran sih?"

Tara berdecak mendengar pertanyaan Selin. Ya, apa bedanya?

"Beneran gue gak tau. Pas di koridor gue kira emang lagi diskusi berjamaah aja. Lah ini nyampe kantin kok gue masih ngerasa diliatin."

"Hape lo mana?"

Tara mengeluarkan ponsel yang diminta Selin, dan membuka kunci layarnya.

Selin membuka aplikasi chat milik Tara, matanya memicing, lalu kini menatap Tara. "Lo gak masuk grup angkatan ya?"

"Enggak lah, ngapain. Menuhin memori doang."

Selin memberikan ponsel Tara kembali, lalu membuka ponselnya, dan menunjukkan pada Tara sebuah foto yang menjadi penyebab Tara dibicarakan seantero kampus.

"Ini beneran elo, kan?" Tanya Selin memastikan.

Tara merebut ponsel Selin, ia memperhatikan foto tersebut lebih teliti. "Kok bisa ada di grup ini?"

Titik Nadir Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang