"Saat aku memutuskan untuk menikah denganmu, aku mempunyai banyak doa dan harapan untuk keputusan besarku ini. Menjadi istri yang baik yang mampu menyenangkan hatimu, menjadi ibu yang baik untuk anak-anak kita, juga semoga Tuhan selalu melimpahkan kebahagiaan pada keluarga kecil kita. Aku tau hatimu masih jauh sekali ku genggam. Entah aku yang tak bisa mencapainya, atau kau yang sengaja menjauhkan hatimu dari jangkauanku. Kau tau, sebenarnya banyak sekali rasa syukur yang ku ucapkan atas keputusanku menikah denganmu. Entahlah, aku menyukainya. Aku menyukai hidup berdua denganmu. Aku menyukai membangun rumah tangga ini bersamamu. Meski aku tau bagaimana perasaanmu. Apakah aku salah? Apakah aku berdosa dengan bahagia ini? Aku bukan tak memperdulikan perasaanmu. Aku hanya ingin terus mencoba membuatmu sedikit melihat ke arahku. Dan bukankah aku sedikit berhasil? Atau hanya aku yang salah menanggapi perhatian kecilmu?" - Park Yoora.
Rinai hujan pagi ini berhasil membuaikan dua manusia menenggelamkan dirinya sedikit lebih lama di dalam selimut. Hangat, pikir mereka. Terlebih dengan pelukan yang rasanya enggan untuk dilepaskan. Kulit mereka saling bersentuhan, deru nafas bisa mereka rasakan masing-masing. Sepasang mata kemudian menghidupkan radarnya, mengerjapkan diri sesaat melihat wajah tampan di hadapannya. Seulas senyum ia sematkan seraya membenarkan posisinya. Terasa nyaman manakala tangan kekar nan berotot itu memeluknya hangat. "Mengapa kau begitu tampan," gumamnya lirih.
"Kau baru menyadarinya?" balasnya, kemudian kembali mengeratkan pelukannya pada gadis yang ia sebut sebagai istrinya. Sontak hal itu membuat gadis bernama Yoora itu membulatkan matanya. "Kau sudah bangun?" tanyanya, dibalas anggukan oleh pria bermarga Jeon itu. Dirasa nyaman, pria itu justru kembali memejamkan matanya.
"Bangunlah Jung, ini sudah siang. Bukankah kau harus ke kantor?" tanyanya di balik dada sang suami.
"Emmm... Di luar sedang hujan. Aku akan ke kantor nanti setelah hujan reda. Jadi sekarang biarkan aku tidur sebentar lagi."
"Tidurlah, nanti ku bangunkan jika hujan sudah reda." ucapnya seraya akan beranjak dari pelukan suaminya. Namun Jungkook justru menariknya kembali pada pelukannya. "Kau mau kemana? Tetaplah disini..." ucapnya pria Jeon itu.
"Aku akan ke dapur untuk menyiapkan sarapan Jung. Bisakah kau lepaskan aku sebentar?"
Pria itu justru menggelengkan kepalanya. "Tidak. Tetaplah disini. Jangan membantahku, atau aku akan memakanmu."
"Berankah? Kau sungguh akan memakanku?" tanya Yoora seraya mendengakkan kepalanya menatap pria yang sedang memeluknya saat ini.
Sialan. Mengapa justru Yoora yang menggodanya. Gadis itu benar-benar tau bagaimana cara menyenangkan hati suaminya.
Jungkook tak tahan jika istrinya sudah dalam mode ini. Satu kecupan dia layangkan. Benar, sepertinya pria itu benar-benar akan memakan istrinya. "Aku tidak main-main."
Gadis itu justru mengangguk, kemudian menarik tengkuk leher Jungkook melumat bibirnya lembut. Pria itu memilih untuk pasrah mengikuti permainan istrinya. Beberapa kecupan ia layangkan pada leher jenjang Yoora, memberikan tanda kepemilikan disana. Begitupun dengan Yoora. Ah mereka benar-benar dimabuk cinta jika sudah seperti ini. Ditambah suasana pagi dengan rintik hujan yang menambah suasana menjadi semakin intim.
"Aku menyukaimu seperti ini." ujar pria Jeon. Gadis itu kemudian menghentikan aktifitasnya manakala mendengar ucapan suaminya. Sorot mata mereka kini bertemu.
"Apakah kau menyukaiku karna aku melayanimu seperti ini? Apakah kau menganggapku hanya pemuas nafsumu?" tanyanya spontan membuat pria di hadapannya kini gelapagan. Salah memang Jungkook mengatakan demikian.
"Ti..tidak.. Bukan seperti itu maksudku."
"Tidak apa-apa, setidaknya kau menyukaiku." balasnya seraya beranjak dari tempat tidur. "Aku harus membuat sarapan."