🌛 hari hari di sekolah

27 4 1
                                    

Janda gara-gara janda
Janda yang bikin janda
Kini kujadi janda
Suami kecantol janda

Kiko dan Bale saut sautan bersenandung menyanyikan lagu dangdut sambil menata buku tulis biologi yang akan diantar ke ruang guru.

Anak - anak kelas yang lain kayak Mira, Jia, Arbi, Musa, Rayhan, dan sebagainya cuma geleng kepala mendendengar senandungan dua makhluk berbatang ini.

Orang mah senandung apa kek lagu yang mellow, lah ini dangdut.

Tak habis pikir.

Tapi ini kayaknya emang lagu mellow :(
Kasian jadi janda gara gara janda.

Miris.

Yang penting mereka nganterin, terserah dah mau belagak apa juga.

Kalo jam pelajaran awal si mungkin masih pada semangat. Secara ya kan, pelajaran SBK disuruh nyatet sama bikin kelompok aja. Tugasnya dikumpul mingdep.

Ini udah jam pelajaran ke 5 udah pada males. Mana udah kucel, muka jadi tong minyak, laper, gabut, ngantuk, jenuh, udah deh semuanya.

Bawaannya pengen rebahan, pengen nongkrong, PENGEN PULANGGGG.

Mau ngebacot juga percuma, orang udah pada lesu banget. Yang ada cuma buang - buang tenaga doang. Udah capek juga pengen istirahat.

Kalo kata Adit si, "Lelah hayati."

Ya, anak kelas ini emang ga ada yang bener otaknya.

Ga beda jauh sama yang lain, Arlapun begitu. Arla juga dari tadi udah nguap terus, matanya serasa tinggal 0,01 watt. Terus nyoba tidur di meja dengan tangan melipat di atas meja mencari posisi nyamannya.

Musa yang emang duduk di barisan samping belakang Arla berdecak, kemudian mengeluarkan sweaternya dan melemparnya ke kepala Arla.

"Aw, ih songong banget lempar lempar. Ribut lah kita." Ujar Arla menatap tajam Musa dari tempatnya.

Yang ditatap membalas dengan tatapan datar andalannya, "Buat alas tidur. Jangan salah paham. Tadi meja lo kan diinjek buat nyalain LCD, kotor."

"Aaw apaan si tetiba perhatian gini, gue baper aja nanti. Kalo gue udah suka sama lo gue kabarin ya, Sa."

"Najis."

Arbi menengok ke arah teman sebangkunya, "Ray, ini gaada rencana pulang cepet atau jamkos apa? Gue ngantuk banget pengen tidur sumpah."

"Ga ada, orang kemaren baru aja rapat. Ga mungkin rapat lagi. Udahlah, nanti juga kebiasa." Ujar Rayhan sambil kembali membaca proposal OSIS untuk event di akhir semester satu.

Kemudian, Rayhan ingat satu hal. Sang wakil OSIS tak menampakkan dirinya sejak istirahat pertama tadi.

Padahal banyak yang ingin ia diskusikan dan juga merevisi beberapa jadwal acara.

Jadi Rayhan memutar diri ke barisan Arla, "La."

Arla yang lagi tiduran di meja beralaskan sweater itu membalikkan kepalanya ke arah sumber suara. Ketika menemukan pelakunya, Arla mengangkat alis.

"Si Dines kok ga keliatan dari tadi? Kemana anaknya? Gue chat juga ga di bales, padahal penting."

Arla mencoba berpikir dan mengingat sesuatu, kemudian menggeplak meja "Aah, dia tadi jam istirahat balik. Sakit perut katanya perutnya melilit, sampe pucet banget mukanya keringet dingin gitu."

"Oalah, pantes." Ujar Rayhan mengangguk nganggukkan kepalanya dan kembali membalikkan badan untuk membaca proposal. "Thanks, La."

Dan di balas Arla dengan deheman singkat. Sebenernya kalo dipikir pikir, Rayhan bisa aja nanya temen sekelasnya Dines. Tapi berhubung Arla soulmate banget sama si Dines jadinya gatau kenapa nanya aja ke dia.

Padahal belum tentu juga mereka ketemu tiap harinya.

Arla kemudian berpikir, kayaknya tadi dari raut mukanya si Dines kayaknya bukan melilit. Pasti si Dines tuh nahan boker.

Arla mengangguk ngangguk yakin.

Meskipun Dines tidak mengakuinya tapi Arla tau persis itu ekspresi orang naber.

Apalagi si Dines kan orangnya jaga image banget. Meskipun gesrek tapi kalo madalah ginian pasti dia malu.

Terbesit pikiran jahat di otak Arla, "Xixixi, mau gue ledekin ah. Asik kayaknya MWEHE. Eh tapi kayaknya ga guna deh. Gajadi deh udah. Kesian."

Gajetot emang ni anak.









"Sampai disini dulu ya anak anak, jangan lupa tugasnya kliping dan dibuat sebagus mungkin. Mau mind mapping juga boleh. Ibu tutup, wassalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

"Akhirnyaaa, lahaula walakuwata illabillah kelar juga akhirnya."

"Tadi jam pelajaran gue ngantuk, ngapa sekarang seger ya?"

"Setanpun tak membiarkan lo pinter ckck. Makanya dikasih kantuk." Ucap Ibra dengan nada meledek sambil memakai tasnya disisi kanan.

"Dih, ngaca. Seenggaknya gue masih di kelas walaupun ga dengerin. Mangnya elo malah cabut kantin?" Balas Arbi

"GELUD GELUD LALALA YEYEYE LALALALA YEYEYE."

Arbi dan Ibra kompak menoleh ke arah Jivan dan Arla yang malah bersorak.

Ga beres emang ini anak dua.

"Bacot. MUSA, BAWA BALIK NIH ADEK LO." Ujar Ibra teriak sambil berputar mencari Musa.

Kiko yang denger itu ketawa, "Mana ada si Musa mau punya adek macem Arla. Orang bacot banget, Musa kan kalem."

"Aduh ini kenapa jadi ributin gue si? Gue jadi merasa spesial." Ucap Arla sambil mengibaskan rambutnya.

Jivan yang di sebelah Arlapun jadi korban selepèt rambut Arla. "Sakit buset dah."

Arbi tertawa, "Komuk lo Jip NGAHAHAH."

"IH GUE SMEKDON YA LO."

"Astagfirullahaladzim, udah udah. Ga boleh smack down gitu, ga muhrim juga dan termasuk kekerasan."

Ya.... bisa ditebak? Siapa lagi kalau bukan Al Nazeef Hanan Hibatullah.

"Lain kali, kalau mau belajar baca doa dulu. insyaAllah dipermudah."

"Iya ustadz."

Rayhan kemudian menyeletuk sambil menenteng tas berisi baju futsalnya, "Tad, mulai besok setiap mau mulai jam pelajaran pimpin doa ya. Oke bye gue cabut."

"Tad tad, murtad?!" Sewot Arbi kemudian berdecak.

Ibra kemudian membalasnya, "Pantad."

Hanan yang ngasih berdiri diantara kedua orang ini kemudian mebgelus dada, "Astagfirullahaladzim, kalian ga boleh berkat-"

"RUKIYAH AJA GUE SEKALIAN." Ujar Ibra sambil menabok nabok dada Arbi.

Yang di tabok kemudian mendorong sang penabok, "Homo lu najis. Cabut gue."





[1] Pacima ; Our Own WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang