Terkadang seseorang lebih memilih untuk tersenyum hanya karena tak ingin menjelaskan kenapa ia bersedih.
---
Jangan lupa baca author note di bawah yaa
---"Lo udah pulang, Ra?" Tanya Yudha. Walaupun mereka selalu menanyakan keadaanku, tapi mereka selalu tidak ada disaat aku butuh.
"Iya, baru nyampe." Balasku. Yudha adalah anaknya Bibi Sarah, anak tunggal. Jadi, di rumah hanya ada Bibi Sarah, Yudha dan aku. Suami Bibi Sarah sudah lama meninggal.
Sering kali aku menyebutkan kata 'temanku'. Tapi itu bukan kenyataannya. Kenyataannya adalah aku tidak memiliki siapa-siapa untuk dijadikan sandaran hidup.
Aku memilih langsung ke kamar dan melewati Yudha yang sedari tadi hanya terfokus pada handphone-nya.
Aku malu karena keadaanku. Tidak memiliki teman karena kakakku sendiri. Tidak memiliki orangtua. Sebenarnya aku punya, tapi entah hilang kemana. Bibi Sarah yang gila kerja, dan Yudha yang pergaulannya bebas. Hanya kepada mereka aku berharap. Berharap mereka akan selalu berada di sisiku saat aku butuh.
Aku membuka buku fisikaku untuk mengerjakan tugas dari bu Ratna. Hening. Tidak ada suara, memang keseharianku seperti ini. Di dalam kamar, lampu menyala, mengerjakan tugas, dan ditemani boneka pemberian ayahku.
Saat selesai, aku menutup buku catatanku. Dan entah dari mana keluarnya, tiba-tiba terlihat kertas berwarna ungu. Dengan perlahan aku membukanya. Sepertinya lemparan kertas waktu itu terselip di buku tulisku.
"Ra! Bunda pulang!" Yudha memanggilku dari lantai bawah. Kamarku di lantai atas dan berada di pojok kanan. Sangat mendukung kesendirianku.
Sudah menjadi kebiasaan, jika Bibi Sarah pulang itu artinya saatnya aku membuatkan makanan untuk makan malam bersama.
"Iya, sebentar." Aku melipat kembali kertas ungu yang belum sempat aku baca dan menyimpannya di atas buku.
"Ra, Bibi mau di buatkan sup aja." Katanya padaku.
"Iya, nanti Fara buatin. Sekarang Bibi istirahat aja dulu." Kataku dan mendorong tubuhnya agar cepat sampai di kamar.
"Iya-iya, Ra. Hahaha bibi bisa jalan sendiri. Tolong buatin ya. Hari ini bibi cape banget." Katanya dan tertawa geli karena tanganku menyentuh pinggangnya.
Aku terkekeh, "Hehe, oke-oke siap." Jawabku.
Aku melangkah ke dapur untuk memasak sup. Tidak butuh waktu yang terlalu lama untukku kalau hanya membuat sup. Karena aku sudah lama tinggal berdua dengan Kila, aku dan Kila jadi selalu memasak untuk makan di rumah.
"Ra, bilang ke bunda. Gue pergi main dulu." Kata Yudha menghampiriku.
"Iya-iya." Jawabku malas dan tidak menatap wajahnya.
"Oh iya. Btw, hp lo bunyi dari tadi." Katanya dan pergi tanpa menunggu jawaban dariku.
Aku meletakkan mangkuk yang sudah berisikan sup di meja makan dan pergi melangkah ke kamarku. Aku mencari handphone-ku yang masih berbunyi. Setelah mengingat, aku mengambil tas dan mencari handphone-ku.
Aku mengangkat telepon yang ternyata adalah guru BP-ku, Pak Razi.
"Halo, Pak? Ada apa?"
---
an.
Wihiii! Satu hari dapet 3 part haha. Please vote nya yaa. Gue udah berusaha cepet update, tapi gak ada vote:(( thanks
Nanti gue publish part selanjutnya kalau vomment nya udah agak banyak oke?
KAMU SEDANG MEMBACA
Alone
Teen FictionSendiri. Kata yang pantas untukku. Aku tidak memiliki seseorang. Walaupun banyak orang di sekitarku. Tapi mereka tidak pernah menganggapku. Aku selalu bertanya pada diri sendiri. Apakah dia juga tidak sadar akan keberadaanku seperti yang lain? Dan a...