Karena sabar, aku sakit. Karena setia, aku kecewa. Karena rindu, aku menangis. Karena cinta, aku terluka. Dan karena sayang, aku bertahan.
---
Kabar buruk!! Aku harus mendapatkan anggota kelompokku selama dua minggu! Haruskah aku? Tapi itu yang dikatakan Pak Razi.
Apa yang harus aku lakukan? Kata Pak Razi, hanya Malfian yang bisa membuat miniatur sepertiku. Sebenarnya aku senang, karena memiliki kemungkinan untuk mengerjakan bersama. Tapi di sisi lain, aku tidak tahu cara untuk membujuknya agar mau ikut lomba bersamaku.
Bayangkan saja, aku yang suka pada Malfian sejak kelas 10 tiba-tiba saat aku kelas 11 akan mengikuti lomba bersama.
Sstt, tidak usah bermimpi!
Oh tidak, otakku menyuruhku untuk berpikir rasional. Baiklah, aku memang belum tentu ikut lomba bersamanya. Tapi aku akan membujuknya dengan segala cara.
"Bibi, aku berangkat sekolah dulu." Aku pamit dan menyalami tangan bibiku. Seperti biasa aku menunggu angkot di terminal.
Tidak butuh waktu yang lama untukku sampai di sekolah. Karena jarak rumah bibiku dengan SMA Taruna Jaya tidak terlalu jauh, tapi tetap saja harus menggunakan angkot.
Saat masuk ke dalam kelas, aku mendapatkan Malfian sedang membaca buku. Menggunakan kacamata. Malfian tidak sedang ditemani oleh siapa-siapa, jadi ini adalah kesempatanku untuk membujuknya.
Hatiku berdegup kencang. Jujur, aku tidak biasa berbicara pada seseorang di sekolah. Apalagi aku yang memulai. Aku melangkah pelan berusaha untuk tidak membuatnya terkejut.
"Yan?" Panggilku pelan. Malfian, atau yang biasa dipanggil Fian menoleh dan menatapku. Seperti perhatiannya sudah teralihkan padaku.
Fian mengangkat sebelah alisnya. Itu membuatku berpikir bahwa dia bertanya, 'apa?'
"Ng... lo... mau—" Fian memotong perkataanku.
"Apaan? Lo lama." Katanya. Ketus sekali, aku tidak percaya aku bisa menyukainya secara diam-diam.
Perkataannya membuatku mengurungkan niat untuk bicara padanya. Sedingin apapun Fian, aku selalu jatuh padanya. Namun sayang, dia tidak pernah mau membantuku bangun dan membiarkanku jatuh dan terluka.
Atau dia memang tidak melihatku jatuh.
"Eh-oh? Gak ada, gak jadi kok." Kataku akhirnya dan pergi meninggakannya.
"Huh aneh." Katanya. Hah fine! Aku memang tidak pantas untuk menyukainya.
"Wihh ada yang ngobrol nih, tumben banget." Sindir seseorang.
Aku tidak terlalu memperdulikannya. Aku duduk dan mulai mendengarkan lagu menggunakan earphone. Sindiran-sindiran terus terdengar walaupun sudah menggunakan earphone.
Aku tersentak saat melihat ada kertas yang sengaja di lempar padaku. Berbeda dengan yang warna pink, ungu ataupun hijau, kali ini tulisannya berada di luar. Membuatku langsung membacanya tanpa harus dibuka.
'Sabar ya.'
Apa maksudnya? Yang tertulis bukan sindiran atau ejekan. Tapi seperti menyemangatiku diam-diam.
Aku mencari seseorang yang melempar kertas padaku. Tidak lama kertas kembali terlempar padaku.
'Gue selalu ada.'
Jika ada, kenapa tidak menampakkan sosoknya? Jika benar-benar ada, kenapa tidak datang saat aku butuh.
Sudahlah! Aku lelah seperti ini
---
an
Heyhey di mulmed ada Kifara lohh wkwk=))
Vomment nya ya, jangan jadi silent reader dong, berasa gak dihargain:(Selanjutnya tergantung vomment:)
KAMU SEDANG MEMBACA
Alone
Teen FictionSendiri. Kata yang pantas untukku. Aku tidak memiliki seseorang. Walaupun banyak orang di sekitarku. Tapi mereka tidak pernah menganggapku. Aku selalu bertanya pada diri sendiri. Apakah dia juga tidak sadar akan keberadaanku seperti yang lain? Dan a...