Yang berjuang kadang justru tidak mendapat apapun, sedangkan yang biasa saja malah mendapatkan banyak. Hidup kadang selucu itu.
---
Hari ini salah satu temanku berulang tahun. Semua orang merayakan ulang tahunnya di kelasku. Walaupun di kelas, tapi suasananya cukup ramai. Aku memakai tasku dan pergi meninggalkan kelasku. Aku merasa tidak pantas berada di sekitar mereka. Selain tidak pantas, aku juga malu.
Saat aku berjalan di koridor, aku menemukan kertas berwarna hijau terang di bawah lantai. Tidak ada orang lain di sekitar sini. Aku mengambilnya. Bentuk kertasnya seperti yang sebelumnya aku dapatkan.
Tidak, lagi-lagi aku tidak membuka dan membacanya. Hatiku masih terlalu rapuh untuk bisa menerima ledekan-ledekan baru. Aku meninggalkan kertasnya di atas salah satu pot bunga.
Aku pergi sambil menundukkan wajahku. Aku terus menatap batu-batu yang tidak akan lama akan terinjak oleh kakiku. Saat aku akan keluar gerbang, tidak sengaja aku menabrak sesuatu. Seseorang yang aku tabrak, malah meminta maaf. Ini salahku 'kan?
"Oh gue minta maaf, gue tadi gak liat ada lo." Katanya. Hah aku tahu siapa ini.
And see? Aku yang sebesar ini tidak terlihat. Maksudku cukup besar dibandingkan dengan anak kecil yang selalu membawa lolipop.
"Gue yang salah, maaf." Aku menatap matanya. Cukup lama.
"Apa?" Malfian mengangkat alisnya dan bertanya padaku.
"Eh? Gak ada. Sekali lagi maaf." Aku pergi dan bergegas mencari angkot.
Tidak lama, aku mendapatkan angkot. Aku memilih duduk di kursi depan di samping supir. Aku hanya memainkan handphone untuk menghilangkan rasa bosanku.
Aku membuka gallery dan membuka foto Malfian yang aku dapatkan dari sosial media. Tidak kusangka, supir yang berada di sampingku juga ikut melihatnya.
"Lagi patah hati ya, Neng?" Tanyanya.
Oh God, aku memang sendiri dan tidak memiliki teman. Tapi haruskah aku mengobrol dengan supir angkot?
"Gak ah." Jawabku akhirnya. Tidak tega juga kalau pertanyaannya tidak di jawab.
"Kalau gak, kenapa wajahnya dilipet terus?" Ya, mungkin lebih baik mengobrol dengan supir angkot dibandingkan menatap foto yang tidak jelas siapa yang mengambil fotonya.
Aku memasukan handphone-ku ke dalam saku seragamku, "Gak apa-apa, Mang."
"Anak muda jaman sekarang mah galau terus bisanya. Waktu itu juga Mang pernah dapet penumpang yang nangis-nangis di angkot." Katanya mulai bercerita.
Kelihatannya supir ini sangat ramah pada penumpangnya. Walaupun supir angkot, wajahnya terus bersemangat dan tidak terlihat raut kecewa akan pekerjaannya.
"Gak semua anak muda, Mang. Buktinya saya gak galau." Bohong.
"Ya, bagus kalau gitu. Jodoh mah gak kemana. Lebih baik cari temen dulu yang banyak, biar banyak pilihan." Katanya dan mulai menyetir saat lampu lalu lintas berwarna hijau.
Cari temen yang banyak dulu katanya? Ya, aku ingin sekali. Tapi harapan itu susah tercapai karena perbuatan kakakku.
Aku tidak menyangka, kakakku adalah seseorang yang paling dekat denganku bisa melakukannya. Hanya karena laki-laki.
Belum lama ini kakakku pindah sekolah. Entah kemana. Kila pindah tanpa memberi tahuku. Saat ini aku tinggal dengan bibi Sarah. Bibi Sarah adalah tetanggaku saat aku masih bersama orangtuaku.
Mencari teman? Andai saja ada seseorang yang bisa membantuku.
---
an
V o t e & c o m m e n t jangan lupaa:)
KAMU SEDANG MEMBACA
Alone
Novela JuvenilSendiri. Kata yang pantas untukku. Aku tidak memiliki seseorang. Walaupun banyak orang di sekitarku. Tapi mereka tidak pernah menganggapku. Aku selalu bertanya pada diri sendiri. Apakah dia juga tidak sadar akan keberadaanku seperti yang lain? Dan a...