First Piece | Alea

482 11 0
                                    

First Piece

-February 6th, 2015-

Untuk kesekian kalinya aku mengeratkan parka yang kukenakan saat ini, kemudian memasukkan kedua belah tanganku ke dalam masing-masing sakunya. Sesekali aku memerhatikan ujung sepatu kets-ku yang tampak kotor dan basah karena kupaksakan untuk berlari dari sekolah menuju halte ini sebelumnya. Lantas mataku beralih menatap ujung atap halte. Tetesan air hujan yang menimpanya berjatuhan dengan teratur. Tanpa sadar, aku menghela napas sedikit gusar.

"Kecil sih, tapi kok awet banget."

Hujan seharian ini memang tidak terlalu deras, hanya sebatas rintik hujan yang seolah tak ingin berhenti menggelitik bumi. Tapi meskipun begitu, aku tetap tidak suka saat hujan turun. Jika ditanya kenapa? Tentu aku akan menjawab kalau hujan itu mengganggu aktivitas orang-orang. Entah dalam kapasitas kecil maupun besar, dia tetap menjadi penghambat.

"Gak dijemput?"

Suara itu sukses memecah pikiranku saat ini. Meskipun begitu, aku tetap berusaha untuk tidak menoleh kemudian mengangkat wajah demi menatap wajahnya. Jujur saja, aku benci kenapa anak ini tumbuh begitu tinggi sekarang. Berusaha untuk tidak lagi memikirkan hal itu, aku hanya menggumam pelan. Mengiyakan pertanyaannya.

"Want me to drive you home?"

Aku menghela napas samar, kemudian menggeleng. Dari ekor mataku, aku bisa melihat dia menunduk sekilas, kemudian menghela napas.

"Nih."

Tiba-tiba dia menyodorkan sesuatu tepat di depan wajahku. Alisku mengernyit. Aku hafal benar brand yang tertera pada kemasan gelas ini, Hotty-Chocs. Ya, segelas cokelat panas baru saja anak ini sodorkan padaku. Aku yakin dia membelinya di kantin entah itu kapan. Aku juga yakin kalau cokelatnya sudah tak sepanas saat dia beli. Meskipun begitu, tetap saja aku melihat asap masih mengepul di atasnya.

"Buat lo." Katanya lagi. Aku menelan ludah diam-diam. Rasa gugup dan risih pun mulai melebur dalam diriku sekarang.

Tanpa menerima pemberiannya, aku menoleh kearahnya. Kepalaku terangkat beberapa derajat hanya supaya pandanganku mencapai matanya. Menatap matanya yang juga tengah menatapku. Andai saja aku ini bisa membaca pikiran seseorang seperti satu tokoh drama Korea yang aku kagumi, tentu aku akan melakukan hal itu pada anak ini sekarang juga. Tapi sayangnya aku sama sekali bukan orang yang seistimewa itu.

"Kenapa?" Katanya yang kemudian membuatku sadar dari lamunan super singkatku barusan.

"Please stop doing these freaky things. I'm begging you, Kil."

Keningnya berkerut samar saat mendengar ucapanku barusan. Sorot matanya seketika berubah.

"Gue gak ngerti these freaky things yang lo maksud itu apa, Le." Katanya. Alisku berkedut mendapati responnya. Aku bisa melihat dia mendengus pelan dan menarik kembali uluran tangannya. Menarik kembali cokelat panas -which is my favorite hot chocolate, to be honest- dalam kuasanya. Kemudian meneguknya sedikit.

"You won't give me a chance, will you?" Katanya. Kali ini sembari menerawang jauh menatap langit mendung yang seolah mengungkung bumi.

PiecesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang