Aku dan Sani disuruh berdiri di tengah ruangan dengan beberapa anggota osis yang mengerubungi kami. Nyaliku tiba-tiba menciut melihat tatapan garang mereka. Siap-siap di hukum mati. Aduh Tuhan, aku masih punya banyak salah, jangan ambil nyawaku terlebih dahulu.
Mataku mampu melihat kak Alsa dan kak Ghio yang mulai sadar jika siswa yang di bawa ke ruangan ini adalah adik mereka. Aku menggeleng samar agar mereka tidak usah ikut campur tapi sepertinya mereka tidak mengindahkan permintaanku karena mereka berdua langsung menghentikan aktivitas mereka dan menatapku dari jarak yang cukup jauh.
"Ada masalah apa sampai mereka dibawa kesini?" meski kak Alsa berbicara dari kejauhan, aku dapat merasakan intonasi tegas dari kata-katanya. Tidak diragukan lagi mantan ketua OSIS satu ini.
"Tadi mereka membuat gaduh waktu upacara kak." Ujar kakak kelas yang tadi menyeretku dari barisan.
"Tapi kami punya alasan Al—" aku menginjak kaki Sani yang hampir saja keceplosan mengundang kak Alsa dengan panggilan yang biasa dia gunakan di rumah, "—kak Alsa."
Aku dapat melihat ekspresi penasaran beberapa anggota OSIS pada Sani yang menurut mereka entah bagaimana bisa kenal dengan kak Alsa padahal tidak ada identitas sama sekali pada diri kakak perempuanku itu.
"Biar aku sama Dion yang ngurus, semuanya kembali kek kerjaan kalian masing-masing." Kak Alsa bersabda diikuti keluarnya semua anggota OSIS yang tadi mengerubingi kami.
YES!!!! Ga dapet hukuman dari kakak-kakak osis. Terkadang punya privilage lumayan menyenangkan juga hehehe.
"Jadi kenapa kalian di geret kesini?"
"Tadi Shadia ga keliatan yang bicara di depan jadi gue inisiatif gendong, eh dianya teriak."
Ya jelas lah aku teriak bego.
Kak Ghio yang tadinya bermain dengan kamera DSLR nya kemudian melotot kearah Sani tidak percaya, "tadi lo bilang apa?!"
"Tadi Shadia ga keliahatan depan jadi gue gendong." Sani mengulang perkataannya dengan tatapan tidak bersalah.
Kak Ghio menghampiri Sani kemudian menjitak kepala anak itu keras-keras, "berani-beraninya!!!"
Tidak hanya itu, Sani juga mendapat jeweran dari kak Alsa sehingga membuat dua telinganya semerah tomat. Sedangkan aku? Tentu saja tertawa puas melihatnya menderita. Salah sendiri melakukan hal-hal diluar batas.
"Ampun kak ampun. Gue minta maaf."
"Gue lepasin, sampe besok-besok lo buat onar lagi sama Shadia jangan harap nyawa lo masih aman," pintu ruangan dibuka oleh kak Ghio, "sekarang kalian balik lanjut kegiatan MOS sana."
Sebelum aku benar-benar keluar dari ruangan kak Ghio menarik lenganku. Memberi peringatan untuk jangan sering-sering berdekatan dengan Sani karena tingkahnya yang bar-bar dan tidak bisa ditebak.
Sekembalinya kami berdua ke lapangan ternyata anak-anak MOS sudah kocar-kacir berpencar mencari kelas dimana nama mereka sudah tertempel di masing-masing pintu kelas. Tidak tinggal diam aku juga segera mencari namaku di antara anak-anak lain yang sedang berdesak-desakan. Keberadaan Sani? Sudah ditelan arus kerumunan siswa yang berlarian kesana kemari mencari nama mereka masing-masing.
Gotcha! Aku menemukannya.
Ketika memasuki kelas, seluruh perhatian tiba-tiba terarah padaku. Aku mengelus tengkukku merasa canggung kemudian cepat-cepat menghampiri sebuah kursi kosong hingga perhatian mereka teralih pada anak baru lain yang masuk setelahku. Ah sepertinya semua orang yang masuk ke dalam kelas akan mendapati perhatian itu karena rasa penasaran akan orang-orang baru.
KAMU SEDANG MEMBACA
REMARK
ChickLitMemiliki 4 saudara rupawan yang sangat berbakat mungkin adalah hal yang diidam-idamkan banyak orang. Namun tidak akan menyenangkan jika kamu adalah minoritas dengan wajah pas-pasan dan tidak berbakat. Hal itu dialami Shadia yang dilingkupi sebuah ke...