Hal yang kudapati ketika pertama kali membuka mata adalah tatapan kak Ghio yang khawatir. Dia langsung cekatan membantuku yang berniat duduk dengan menyenderkan punggung dikepala ranjang.
"Gimana, udah baikan?"
"Lumayan."
"Ini minum dulu."
Tanganku meraih segelas teh hangat yang disodorkan oleh kak Ghio dengan hati-hati. Sambil meneguk teh, mataku meneliti ruang UKS mencari jam dinding, tapi tidak kutemukan.
"Ini jam berapa?" tanyaku pada kak Ghio yang sedang mengembalikan gelas teh-ku ke atas meja.
"setengah satu."
"Oh."
"Oh? Kamu itu udah tahu bakalan kayak gini, kenapa nekat masih dilapangan Sha?!" bentak kak Ghio tanpa aba-aba membuatku sedikit berjengit kaget. Menakutkan juga kakakku satu ini kalo lagi kesel.
"Yang lain udah pada pulang ya kak?" tanganku meraih selimut yang membungkus kakiku kemudian menyibaknya berniat turun dari ranjang.
"Nggak usah ngalihin perhatian," mata kak Ghio kali ini mengendur, kilat kemarahannya sudah kembali kesorot khawatir, "untung tadi ada Sani yang langsung nangkep kamu."
"Sani?" Aku mengerjapkan mataku bingung tidak mendapati Sani di dalam ruang UKS, "Lah sekarang tuh orang ada dimana?"
"Kakak usir, enggak baik anak cowok berduaan sama anak cewek."
"Yaelah kak, kayak enggak tau kita pas kecilnya gimana,"
Kak Ghio tidak memedulikan ucapanku, tapi gerak-geriknya sangat menunjukkan hal yang berbeda. Setelah merasa pusingku sudah menghilang aku berjalan ke sisi ruang UKS lain yang terdapat jendela besar menghadap langsung ke lapangan sekolah yang mulai sepi. Sepertinya acara penutupan MOS sudah selesai.
"Welcome to SMA Pelita Bangsa."
Aku dapat merasakan kedua tangan kak Ghio yang melingkar di bahuku. Kepalaku otomatis langsung bersender padanya. Dari jarak sedekat ini aku dapat mencium aroma hujan yang cukup kental dari kak Ghio. Membuatku aman dan tenang seperti biasanya.
"Hmm..."
Kak Ghio ini.... aku tidak tahu bagaimana mendeskripsikan perhatiannya. Sering kali dia malah lebih nampak seperti pacar daripada seorang kakak. Mungkin karena jarak kami yang terpaut tidak cukup jauh jadi dia bersikap santai seperti itu. Yah, aku tidak masalah sih selama tidak diketahui oleh orang lain.
Bel panjang sekolah berbunyi dan beberapa murid mulai berhamburan di lapangan untuk segera pulang ke rumah masing-masing. Sebuah deheman dari belakang kami membuatku langsung melepaskan tangan kak Ghio yang masih memelukku.
"Udah baikan lo? Nih gue beliin yogurt." Sani menyodorkan sebotol yogurt anggur yang langsung kuterima dengan senang hati. Tumben-tumbenan nih anak nraktir aku.
Aku dapat melihat tatapan herannya pada kak Ghio sebelum kembali nyengir melihatku.
Kak Ghio menepuk pundak Sani, "gue tinggal dulu, jagain Shadia, jangan macem-macem."
Kak Ghio mengecup keningku sekilas didepan Sani sebelum meninggalkan kami berdua. Aku menghentak-hentakkan kakiku sebal sambil mengelap kening yang tadi dicium kak Ghio, "kak Ghio apaan sih! Shia kan udah gede!."
Aku melirik sinis Sani yang sedang tertawa melihatku marah tidak jelas seperti ini. Cowok itu kemudian menarik tanganku dan mengambil tasku yang tergeletak di Sofa ruang UKS. Tepat ketika kami keluar dari UKS Lily muncul dengan wajahnya yang merah padam. Sepertinya dia habis lari. Nafasnya nampak tersenggal-senggal.
KAMU SEDANG MEMBACA
REMARK
ChickLitMemiliki 4 saudara rupawan yang sangat berbakat mungkin adalah hal yang diidam-idamkan banyak orang. Namun tidak akan menyenangkan jika kamu adalah minoritas dengan wajah pas-pasan dan tidak berbakat. Hal itu dialami Shadia yang dilingkupi sebuah ke...