: : 3

112 21 20
                                    

Happy Reading
--------------

Kelopak mata jimin mulai terbuka, dan hanya kegelapan yang dijumpai oleh matanya. Wajar, hari sudah malam dan ia tertidur dari sore tadi.

Pemuda Park mendengus kesal. Mulai berjalan ke arah saklar lampu dan menyalakannya. Saat bertukar pesan dengan kekasih roleplaynya, tiba-tiba rasa kantuk datang menghampiri. Karna malas untuk sekedar mandi atau ganti baju, ia langsung tidur setelah berpamitan dengan Suga. Maklum, kekasih dunia Virtual. Pasti akan resah dan bingung apabila menghilang tanpa berpamitan.

Saat melihat jam yang sudah menunjukkan pukul 7, lantas ia bergegas mandi karena teringat ia belum sempat membersihkan diri sepulang sekolah.

15 menit berendam dirasa cukup untuk menyegarkan kembali tubuhnya.

Berjalan keluar kamar mandi dengan handuk yang melilit di pinggang nya lalu memilih pakaian rumahan, kaos hitam dan celana longgar selutut dirasa sudah cukup bagi Jimin.

.
.
.

Saat turun menuju ruang makan, Jimin melihat ibunya sedang memasak. Mengabaikan entitas sang ayah yang duduk di meja makan, Jimin mulai mendekati kulkas dan mengambil air untuk diminumnya.

"Jimin."     Panggil sang ayah menatap putra semata wayangnya.  "Iya?"     Meskipun kedua orang tua jarang menghabiskan waktu bersamanya, tidak ada rasa benci yang hinggap di hati Jimin. Dia bukan anak yang kehausan akan kasih sayang orang tua.

"Kemarilah, "      sang ayah menginterupsi agar Jimin duduk di kursi sebelahnya.  Sang Ibu datang dengan membawa makanan yang sudah dimasaknya dan menaruhnya di meja kemudian ikut mendudukkan diri di samping anaknya. Posisi Jimin berada di tengah saat ini.

"Lusa kami akan berangkat ke Melbourne. Kau yakin tidak ingin ikut nak?"       Ibunya, Jiwon mengusap surai anaknya lembut. Ia selalu disibukkan dengan keadaan di rumah sakit. Hingga hanya sedikit waktu yang bisa diberikannya pada sang putra. Bersyukur bahwa ia memiliki anak yang sangat pengertian, tapi bagaimana lagi. Pekerjaannya bukan semata-mata untuk mencari uang saja, tapi juga menyelamatkan nyawa seseorang.

"Kami akan senang jika kau ikut, Jimin"         Seojoon pun menatap anaknya penuh harap. Meskipun Jimin sudah dewasa, ia tetap tidak tega apabila meninggalkan Jimin sendirian di Korea. Keadaan perusahaan yang ada di sana lah yang mengharuskan agar ia dan istrinya berkunjung ke Melbourne. Salah satu perusahaan kebanggaan peninggalan sang ayah. Perusahaan yang sedang mengalami masa-masa pailit tentu membutuhkan waktu yang tidak sebentar untuk mengatasinya.

Jimin menatap orang tuanya bergantian, lalu menggeleng pelan. Ia sudah menduga jika orang tuanya akan memintanya ikut pergi. Tapi ia tidak mau meninggalkan Korea apalagi pelajaran nya. Ia tidak mau jika harus berada di sekolah baru, suasana baru, lingkungan baru, dan orang-orang baru. Ia sudah sangat nyaman di sini.

.
.
.
.
.

Berbeda dengan suasana hangat di rumah Jimin, disini hanya ada kehebohan yang terjadi di rumah keluarga Min.

"Menjijikkan! Sangat sangat menjijikkan! Kau tau?! Kau sangat menjijikkan!!"        Bentak seorang pemuda pucat, panggil saja Min Yoongi, sambil menunjuk depan. Wajahnya sudah memerah penuh keringat dingin. Seluruh penjuru rumah mewah ini hanya dipenuhi oleh teriakan sang tuan muda.

Eomma Min yang melihat anaknya panik setengah marah pun menghampiri dan menenangkannya.

"Sudahlah Yoon, tenang!"

"Jauhkan dia dariku eomma! Atau aku akan membunuhnya!"      Yoongi terus berteriak sambil menatap tajam kearah pintu kamarnya.

"Yoongi! Kau ini! Itu-"

Roleplayer [Yoonmin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang