Suhu malam ini cukup dingin titik-titik cahaya bintang bersembunyi di balik awan hitam tebal. Sepertinya hujan akan turun sangat lebat malam ini. Reiki menyesap batang rokok di selipan antara jari telunjuk dengan jari tengahnya yang tersisa setengah. Sudah ada 3 puntung rokok tergeletak di atas tong sampah khusus sampah puntung dan abu rokok. Reiki menyesap cukup dalam menikmati kepulan asap yang keluar dari mulut serta hidungnya. Satu-satunya cara Reiki ketika memendam pikiran adalah merokok. Merokok membantu sebagian pecandu rokok menenangkan diri dari pikirian semerawut. Tak sedikit lo mereka pecandu rokok menemukan solusi setelah diam sejenak menghabiskan sebatang dua batang rokok. Tapi bukan berarti dengan merokok permasalahan hidup bisa terselesaikan ya. Masalah hidup menemukan solusi tetapi nyawa menjadi taruhannya.
Jarum jam sudah menunjuk angka tiga itu artinya sudah hampir dua jam Reiku duduk di balkon. Terbawa oleh sesuatu dalam pikiran membuat Reiki tidak merasakan ngantuk padahal sudah hampir pagi. Reiki masih saja duduk di balkon kamar hotel menikmati rokoknya. Hujan mulai turun cukup deras bersamaan dengan hebusan angin kencang. Tempias air hujan yang masuk ke teras balkon memaksa Reiki harus masuk ke dalam kamar.
Mata Reiki tertuju pada penghuni ranjang kamar hotel terlelap. Terlihat dari setengah muka tak tertutup selimut. Reiki memungut sebuah bantal beserta selimut kemudian memboyongnya menuju sofa berukuran lebih pendek dari panjang tubuhnya. Mau bagaimana lagi terpaksa Reiki menempatkan tubuh besarnya ke atas sofa tersebut. Setengah kakinya dibiarkan menggelantung karna panjang sofa tak bisa memuat seluruh tubuhnya.
Beginalah malam pengantin Reiki berlalu hingga matahari telah membumbung tinggi Reiki masih terlelap. Bagaimana dengan Djoana ? Setelah terjaga dari tidur Djoana langsung celingukan kesana kemari mencari sesuatu. Dia baru sadar bahwa tidurnya pulas sekali sampai lupa bahwa harus bersiaga kalau-kalau Reiki menerkam dan memaksa minta dilayani di ranjang selayaknya suami istri. Djoana jalan berjinjit pelan menuju kamar mandi memastikan apakah Reiki sedang berada di kamar mandi. Satu persatu ruangan di absen tak menemukan batang hidung Reiki. Langkahnya terhenti ketika melihat tubuh besar Reiki menyelempit di atas sofa.
Djoana tertawa geli melihat Reiki memaksakan tubuhnya masuk kedalam dudukan sofa. Setelah puas tertawa Djoana memusatkan otak dan matanya mengatami dalam-dalam wajah Reiki. Kalau dipikir-pikir lelaki di hadapannya itu cukup tampan tak kalah bila dibandingkan dengan Kenzo. Hanya Reiki memiliki kelebihan, Ya kelebihan di lemak tubuhnya.
"Gue harus bersikap jutek di depan lo supaya lo g berani macam-macam ke gue !" ancam Djoana dengan muka penuh semangat seperti prajurit siap bertempur.
"Nyenyak banget. Tapi kok gak ngorok ya ? Padahal badannya gendut gini" Djoana bergumam lirih.
Indera penciumannya menghirup aroma maskulin yang keluar dari tubuh Reiki. Saking fokusnya Djoana tak menyadari jarak wajahnya tersisa 20 centi saja dari wajah Reiki. Tak menyadari hembusan nafasnya menerpa wajah Reiki hingga membuat lelaki itu menjingkat."AAAAAAAAAAA !!!!" jeritan histeris Reiki mengejutkan Djoana. Spontan Djoana bangkit dari posisi jongkok. Tapi pinggangnya menghantam tepi meja hingga membuatnya terjerungkup menimpa Reiki. Bagian perut Djoana tepat menimpa wajah Reiki. Rasa sakit di pinggang akibat benturan menahan Djoana terdiam pada posisinya.
"Aauwh !!" Djoana meringis kesakitan.
Aliran hawa panas menyerang sekujur tubuh Reiki. Wajah putihnya memerah, nafasnya terasa sesak saraf otaknya lumpuh seolah tak mendapatkan cukup oksigen. Reiki menikmati aroma wangi tubuh Djoana membuatnya melayang ke atas awan. Tetapi suara Djoana meringis kesakitan membuyarkan lamunan dan mengembalikan kesadaran Reiki.
Kedua tangan Reiki meraih pinggang Djoana lalu mengangkatnya memberikan ruang bagi Reiki untuk bangkit dari posisi semula.
Kini Djoana duduk di sofa sambil meringis menahan sakit.
"Aaaa... Sakiiit... Huuuuu" tangan Djoana terus mengelus-elus bagian tubuhnya yang terhantup bibir meja.
"Sorry sorry Jo gue kira lo tadi setan ujuk-ujuk ada di depan muka.. Kaget gue..." Reiki kebingunan seperti orang sedang kebelet buang air bergerak ke kanan kiri Djoana berniat melihat bagian tubuh yang sakit. Tapi Djoana terus menghindar sambil menahan sakit.
"Udah ah ! Apa-apan sih gue gak papa ! Lagian lo tu ya muka cantik gini di katain setan !" Djoana betsungut-sungut.
"Kuntilanak kan juga cantik Jo." garing candaanmu ah Ki.
"Maafin gue. Sini gue liat itu pasti memar" Reiki memasang raut penuh khawatir.
"Gak perlu ! Gue bisa liat sendiri !" ketus Djoana asal. Lagian mana bisa sih Djoana liat bagian belakang tubuhnya kecuali dari pantulan kaca.
"Yaudah gue ambilin es batu buat ngompres ya" Reiki bergeras mengambil perlengkapan untuk mengompres luka memar Djoana sebagai pertolongan pertama. Cuma cara itu yang melintas di kepala Reiki.
Badan gempal Reiki melangkah setengah berlari. Lagi-lagi Djoana dibuat tertawa geli melihat lemak-lemak di bagian tubuh Reiki terguncang-guncang terutama perut, menyerupai puding berukuran raksana dalam bayangannya. Kening Reiki mengerngit nyaris menyatukan kedua alisnya heran melihat Djoana malah tertawa geli padahal beberapa detik lalu Djoana meringis kesakitan.
"Lo baik-baik aja kan Jo ? Kok malah ketawa-ketawa gini sih ?" Reiki membolak-balikkan telapak tangan ke kening Djoana memastikan suhu tubuh Djoana. Lagian apa hubungannya sih ketawa-ketawa sama suhu tubuh.
"Hmmmffppp... Lo kira gue snewen !" gertak Djoana sambil menahan tawa.
"Siniin es batunya !" Djoana merampas gumpalan kain berisi es batu di tangan Reiki lalu memasukkan gumpalan itu ke balik baju bagian pinggang belakang.
"Aaaaauwh... Perih.." Djoana merasa perih menggigit permukaan kulit.
"Itu pasti luka sini gue liat !" Reiki menarik paksa lalu menyingkap sedikit baju Djoana untuk memeriksa.
"Tunggu disini gue obatin" titah Reiki datar.
Djoana tak berkutik diam mematung menunggu Reiki berlalu meninggalkan dirinya di atas sofa.
"Kok jadi galakan dia sih ?" Djoana memiringkan kepalanya memikirkan sebuah jawaban.
Tak lama Reiki kembali beserta kotak putih yang bisa dipastikan berisi obat-obatan. Tangan Reiki sangat cekatan meracik obat luka kemudian menekan-nekannya lembut. Terang saja perih rupanya permukaan kulit punggung Djoana terkelupas tipis ada sedikit darah yang keluar tapi tidak sampe mengalir. Pertama-tama Reiki membersihkan luka menggunakan kapas bulat yang sudah dibasahi cairan Revanol. Kemudian luka ditutup kapas yang telah ditetesin obat merah disusul secarik perban dan dua lembar plester untuk merekatkan. Djoana menggit bibir mungilnya menahan sakit, membiarkan Reiki mengobati lukanya.
"Selesai. Jangan dikenakan air dulu biar cepat kering." Reiki menutup kembali baju Djoana mengakhiri prosesi pengobatan pada pasien pertama hari ini kemudian berlalu meninggalkan Djoana begitu saja. Di kata pasien emang sejak kapan lo jadi dokter Ki ? Hmmmm....
***
Ada perasaan bersalah menyelimuti isi dalam dada Djoana atas sikapnya pada Reiki sejak di hari ijab kabul. Ini bukanlah salah Reiki sepenuhnya. Kalau ada yang perlu disalahkan itu adalah dirinya sendiri karena terlalu ceroboh sekali sampai salah mengira Kenzo adalah Reiki. Ngomong-ngomong apa kabar pria malang itu ya. Pasti sangat sakit membayangkan wanita yang di sukainya sedang menikmati malam pertama mereka di sebuah hotel mewah. Nasib cintanya kandas di tangan sepupunya sendiri. Sudah jangan galau Ken sini sama Author aja, Author juga mau kok sama babang Kenzo xixixixi... Author mulai halu lagi pemirsah.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Imperfect Husband
Romance"Gila ganteng bener...." decak Farah menatap cowok yang baru saja melintas dari hadapannya sampai mulutnya menganga membentuk huruf O. Plakk !!! "Auwch ! Sakit kali Jo...." eluh Farah seraya mengusap-usap kepala merespon jitakan pedas tangan sahabat...