Bimbingan hari ini selesai dengan setumpuk Revisi untuk dilaporkan minggu depan. Berada di perpustakaan hanya kamuflase belaka, nyatanya satu jam sudah aku hanya memandangi setiap cover buku-buku itu. Gairah untuk mencari sumber referensi skripsi yang niatnya ingin ku kerjakan secepatnya hanya mimpi ditengah sahara.
"San, harusnya bagian pendahuluan i ..." Dita terhenti saat melihatku hanya diam dengan mulut yang menganga persis kucing ketiduran dijalan. "Sani! gimana sih. Katanya revisi minggu depan mau selesai sekarang?!" Temanku itu meracau.
Kepalaku terantuk meja sesaat Dita menarik buku yang mungkin tebalnya lima sentimeter sebagai bantalan tidurku.
"Ish, sakit Dit!"
"Habis kamu bukannya serius ngerjain tugas, malah tidur!" Katanya, setengah mendengus kesal.
"Iya deh iya! tapi udah aja dulu ya? Serius, aku udah stuck banget nih. Makan Es Krim Rujak Mang Rojali kayanya enak."
Setelah perdebatan sengit antara aku dan Dita, gara-gara aku sendiri tidak serius dalam mengerjakan tugas di perpustakaan hari ini. Luluh sudah pertahanan Dita hanya dengan secup es krim rujak Mang Rojali. Sebetulnya bukan Mang rojali nama kedai es krim ini, hanya saja banyak dari mahasiswa di kampus ini mengenalnya dengan Es Mang Rojali. Mulai dari es serut sampai es krim aneka varian dan rasa. seperti saat ini, es krim rujak sudah menjadi menu favorit mahasiswa tingkat akhir yang butuh pencerahan seperti kita berdua.
Berdiskusi dengan Dita itu menyenangkan, Dita anak sosok yang baik dan pintar. Pernah suatu ketika Aku kulupaan mengerjakan essay Pak Burhan dosen mata kuliah Biospikologi sebagai salah satu mata kuliah yang paling menantang di jurusan yang aku ambil. Bayangkan saja, Pak Burhan adalah salah satu Most Wanted diantara para Dosen Killer dikampusku karena kehadirannya yang tak diharapkan. Untuk menerjemahkan sosoknya seperti apa cukup sudah aku dan beberapa mahasiswa disini saja yang mampu merasakan atmosfer masuk kedunia lain, sosok disiplin tinggi dan perfeksionis menjadi momok menakutkan bagi para mahasiswa terjangkit Kudis alias kurang disiplin sepertiku. Karena bantuan Dita ahirnya aku bisa terbebas dari cengkraman maut Pak Burhan.
Tak terasa waktu sebentar lagi masuk ashar, kita berdua menuju masjid dan setelah selesai sholat berjama'ah aku menemani Dita menunggu jemputannya.
Dari yang kudengar Dita adalah anak pengusaha tekstil besar dikota tempatku tinggal, ada satu hal menarik darinya. Sebagai salah satu calon pewaris perusahan besar orangtuanya, Dita selalu berpenampilan sederhana, tidak jarang kutemui dia menaiki Ojol atau angkutan umum lainnya. Dengan cara dia berteman tidak membatasi diri dengan siapapun, itu yang membuatku nyaman dekat dengannya selama kuliah ini.
"San, bareng saja yuk." ajak Dita, sesaat setelah sedan hitam mewah berhenti didepan kita berdua. selama 3tahun lebih ini aku berteman dengan Dita baru kulihat dia dijemput dengan kendaraan super mewah bagiku.
"Ga usah Dit, Aku naik angkot saja." ku menolak halus ajakan Dita. Rasanya segan sekali bisa menaiki kendaraan mewah temanku itu, aku malu dengan statusku yang jauh dibawahnya.
"Yasudah kalau begitu, sampai jumpa besok. Hati-hati San." Dita masuk kedalam mobil hitam tersebut seraya melambaikan tangan seperti bocah TK berpamitan. namun tak sengaja mata ini menangkap bayangan sosok laki-laki di kursi kemudi tepat disamping Dita tersenyum manis padaku dan mengucapkan salam. mungkin itu pacarnya atau tunangannya dita, aku tidak peduli.
"Waalaikumsalam, Hati-hati juga!" aku berteriak saat mobil itu hendak melaju meninggalkanku sendiri.
___
Para Telettubies di kedai kini berkutat dengan kesibukannya masing-masing seperti Winky sang barista, Diza dengan setumpuk laporan di meja kasir, sedangkan kita bertiga aku Lala dan Diza masih sibuk melayani pelanggan hari ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sunrise
Teen FictionApa jadinya jika kita bersahabat dengan seseorang yang tak seiman dengan kita? Dan takdir mengingkari hati ini untuk tidak mencintainya. Bagaimana saat kita menemukan seseorang yang seiman namun sulit membalas perasaannya? kisah klasik tentang sunri...