Ketika Toru menginjak bangku sekolah dasar, ia selalu bermain di taman komplek bersama teman-teman sebayanya.
Dulu, taman itu selalu dipenuhi oleh tawa riang tubuh kecil yang akan menghabiskan harinya dengan bermain sampai matahari perlahan menghilang digantikan gelap yang menyingkap seluruh cahaya tersembunyi dibalik binar mata seorang anak manusia.
Biasanya, Toru akan bermain sepeda ataupun bermain adu kelereng bersama teman-temannya hingga lelah menguasainya. Masa itu menjadi masa yang tidak akan Toru lupakan, karena kini satu persatu temannya pergi untuk berjalan di jalannya masing-masing.
Fokus mereka sudah berbeda, kesibukan mereka telah berganti dan Toru pada akhirnya pun tetap sendiri.
Ketika menginjak bangku sekolah menengah pertama, Toru mulai merasakan bagaimana berteman dengan orang-orang yang memiliki minat dan bakat yang beragam. Mulai dari teman sebangkunya yang pandai menari, teman beda kelasnya yang pandai dalam bermain alat musik, dan teman dari sekolah dasar yang sama memiliki keterampilan dalam bidang olahraga.
Toru senang ketika melihat mereka melakukan apa yang membuat mereka tersenyum dengan tulusnya. Toru senang melihat mereka dengan sepenuh hati melakukan apa yang membuat mereka bahagia. Toru bersyukur bisa melihat mereka yang bisa menikmati hidup dengan berbagai cara, termasuk dirinya yang lebih senang untuk berdiam diri dan lebih banyak mendengarkan musik dibandingkan dengan melakukan kegiatan yang menguras tenaganya.
Toru ingin menjadi seseorang yang mencintai musik dan menjadikannya sebuah hobi sekaligus pekerjaannya.
Setelah Toru lulus dari sekolah menengah pertama, ia memasuki sekolah menengah atas swasta yang berada tidak jauh dari rumahnya. Alasan Toru memilih sekolah itu karena bukan hanya karena jaraknya yang dekat, tetapi juga karena disanalah Toru ingin melihat lebih banyak lagi teman-teman dengan berbagai bakat dan minat yang luar biasa.
Karena disana banyak sekali ekstrakulikuler yang dapat menampung dan mengembangkan setiap bakat siswa nya.
Hari-harinya di sekolah menengah atas menjadi hari-hari penuh tawa riang. Teman-temannya sangat pengertian, mereka selalu mendukung satu sama lain. Dan tentunya, Toru menyukai semua hal yang menjadi bagian dari masa sekolahnya. Termasuk cerita bagaimana Toru bertemu dengan orang yang menghantarkannya pada satu siswa yang berada satu kelas di bawahnya.
Hari itu sedang hujan, langit seharian mendung dan Toru yang pergi ke sekolah dengan menggunakan bis selalu membawa payung bersamanya. Mama nya tidak akan membiarkan Toru kehujanan dan berakhir terkena demam di hari berikutnya.
Toru sedang menunggu bis di salah satu halte di dekat sekolahnya. Ia menengok kearah kanan dan menemukan seorang wanita paruh baya sedang menunggu bis bersamanya. Baju yang dikenakannya tidak terlalu tebal dan membuatnya rentan kedinginan. Toru menatap jaket yang dikenakannya lalu beralih pada wanita paruh baya disampingnya itu.
Dilepaskannya jaket itu dan dikenakannya pada wanita tersebut. Wanita itu sempat kaget namun ketika menoleh, bibirnya menciptakan lengkung yang indah. Matanya menghilang karena kerutan yang disebabkan oleh senyum yang kelewat ceria itu.
"Terimakasih, nak." Ucapnya pelan sembari mengeratkan jaket milik Toru di badannya. Toru akhirnya ikut tersenyum dan mengangguk pelan, "sama-sama nek, cuaca seperti ini memang rentan membuat kita kedinginan."
Nenek itu lagi-lagi tersenyum, "Namamu siapa?" Tanya nya pada Toru.
"Nama saya Mahesa Katoru, nek. Nenek bisa panggil saya Toru." Toru menjawabnya dengan malu-malu.
Nenek itu mengangguk, "Nama yang indah, Toru." Toru semakin tersipu malu mendengar itu. "Kamu sekolah disini juga?" Tanya nenek itu lagi dan Toru mengangguk mengiyakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Allow Me to Adore You
FanficSemua waktu aku habiskan untuk mengagumi setiap keindahan yang aku lihat ketika aku berjalan dibawah langit yang selalu pas dengan suasana hatiku. Langit itu akan cerah ketika aku merasa senang, mendung ketika aku merasa sedih, dan gelap ketika aku...