Abditory

119 10 9
                                    

Ruangan luas yang selalu terkesan dingin menyapa tubuh lelah yang seharian berdiri dan bergerak dengan lincah untuk meramu sebuah minuman yang akan memanjakan lidah setiap orang yang asik bercengkrama. Tidak ada alunan musik pelan maupun suara seseorang yang menyambutnya dengan segelas coklat hangat yang siap melunturkan setidaknya sedikit rasa lelah yang menguasainya.

Berjalan gontai dengan tangan terulur untuk mencapai sebuah saklar yang akan memunculkan cahaya temaram adalah sebuah kebiasaan yang akhir-akhir ini dilakukan. Cahaya yang tidak terlalu terang namun cukup untuk membuatnya tidak terperangkap dalam gelap yang akan membuatnya berakhir memecahkan sebuah bingkai foto seperti tiga hari lalu.

Terang membantunya memaksimalkan penglihatannya, namun gelap selalu menawarkan rasa aman ketika terang membuatnya merasa tersudutkan.

Kakinya terus bergerak menyusuri ruangan yang tidak ia ingat kapan terakhir kali terasa hangat dan membuatnya ingin menelan semua kenangan pahitnya bulat-bulat. Seluruh energinya terkuras habis, apalagi tadi sempat bertengkar kecil dengan penumpang bis yang memaksa untuk bergantian tempat duduk. Bagaimana bisa seseorang begitu arogan dan seenaknya? Padahal jika melihat situasi tadi, orang yang membentaknya pertama kali lah yang salah, setidaknya dalam sudut pandangnya. Energinya terbuang sia-sia hanya untuk berebut sebuah kursi yang tidak begitu besar karena harus berdempetan dengan banyak orang.

Sepasang kaki itu membawa tubuh yang lelah menuju ruangan dimana segala emosi bisa terluapkan. Sejenak mata yang lelah itu memandangi sebuah foto beberapa orang yang menunjukan ekspresi yang membuatnya ikut tersenyum. Diletakannya sebuah tas kecil berisi baju ganti dan peralatan lain yang sekiranya dibutuhkan ketika bekerja diatas kursi di dekat tempat tidur.

Badannya terasa lengket dan bahkan beberapa bagian dari kaos yang dikenakannya pun terlihat basah oleh keringat yang membanjiri tubuhnya itu. Membiarkan air dingin menyentuh tubuhnya adalah pilihan yang tepat saat ini. Tidak ada yang bisa mengalahkan rasa nyaman yang tercipta ketika berada dibawah guyuran air. Air membantunya mengeluarkan segala emosinya dengan cara menyamarkannya agar tidak terlalu terlihat jelas.

Dan dengan begitu, tubuh lelah itu melewati sebuah pintu yang membawanya kedalam ruangan yang sudah sering menjadi saksi bagaimana seseorang mulai menjadi seorang manusia.

Yang bisa merasakan takut, yang bisa merasakan sedih, yang bisa merasakan kecewa, yang bisa merasakan amarah, dan yang bisa hancur berkeping-keping hanya karena sebuah ingatan yang membawanya kedalam lubang kesedihan yang tidak terlihat ujungnya.

Aku tidak harus selalu kuat, karena sebuah luka pun akan terasa menyakitkan dalam proses menuju sembuhnya.

Allow Me to Adore YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang