"Setiap luka yang membekas, meninggal jejak luka-luka. Tapi aku percaya semua akan berlalu"|| Artha
🍁🍁🍁🍁🍁
Hari demi hari berlalu. Artha menjalankan hari-harinya dengan sebuah harapan semua akan baik-baik saja. Ia selalu berdoa, mengucapkan syukur atas semua pemberian Tuhan. Luka demi luka kini membuatnya menjadi pribadi yang berbeda.
Hari ini adalah hari Minggu, hari dimana umat Kristen beribadah. Artha bangun jam 08.00 wib, Artha kesiangan bangun akibat bergadang semalam akibat insom yang ia derita.
"Ahh, gue telat ini kan hari Minggu gue harus ke gereja" ucap Artha dengan mata kantuk dan rambut berantakan, Artha segera bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan diri.
Artha keluar dari kamarnya dengan gaun berwarna pink, dipadukan dengan sepatu hitam bertumit. Dengan sedikit polesan make up di wajahnya. Artha terlihat begitu cantik dan menawan. Tidak lupa dengan tas selempang berwarna hitam yang sedang digandengnya.
"Bagus mau kemana kamu pembunuh?" ucap sang ibu saat melihat Artha keluar melewati ruang tamu.
"Biasa kali ma, mau ledenin om-om palingan. Kan semua fasilitas dia dicabut papa. Iyh kan kk ku syg?" ucap Kanaya sinis ke Artha.
"Udah berapa banyak cowok yang kamu ladenin cewek murahan, sekaligus pembunuh?" Ucap sang ayah dengan nada meremehkan.
Artha tidak menghiraukan omongan mereka, Artha menyalin tangan kedua orang tuanya. Dan ternyata tangan Artha di tepis oleh kedua orang tuanya.
"Jangan sentuh saya pembunuh. Saya tidak sudi disentu oleh kamu" ucap sang ibu.
"Pergi kamu dari hadapan saya, saya benar-benar muak melihat wajah mu" sambung ayah setelah mendorong Artha sedikit menjauh. Artha terjatuh dan sedikit terluka, Artha pergi dengan hati hancur tujuannya saat ini hanya lah memuji Tuhannya.
"Kalo nanti sudah selesai ladenin om-om jangan lupa mampir ke apotik, beli pil KB biar gk hamil" ucap Kanaya tersenyum sinis ke Artha yang merupakan kknya.
Artha keluar dengan perasaan hancur, seolah hatinya disayat oleh pisau berkali - kali. Benar kata orang dijatuhkan oleh keluarga sendiri lebih sakit ketimbang dihina oleh seorang teman. Saat sampai di gereja Artha merasakan damai, hatinya yg semula hancur kini membaik. Setelah menceritakan semua masalah kepada sang pencipta, Artha bisa tidur dengan nyenyak.
🍁🍁🍁🍁 🍁
Malam hari Artha hendak turun untuk makan malam, tapi ia mengurungkan niatnya. Artha tidak ingin merusak makan malam mereka. Beberapa jam kemudian terdengar suara ketukan dari kamar Artha. Artha yang menyadari itu segera membuka kamarnya. Tampak seorang wanita parubaya dengan nampan berisi makanan di tangannya. Ia perempuan itu adalah salah pembantu di rumah itu. Ia sering dipanggil bibi, bibi adalah ibu asuh bagi Artha, Rahayu, dan Kirana.
"Non ini makanannya, non belum makan dari tadi pagi" ucap Arin bibinya Artha.
"Non makanannya bibi taruh disini yah! Dimakan non, kasihan tuh perut gn dikasih makan ntar non sakit" lanjut sang bibi.
Tiba-tiba Artha memeluk bibi tersebut sambil menangis. Bibi pun membalas dengan lembut pelukan Artha seraya mengusap rambut panjang nan hitam kepunyaan Artha.
KAMU SEDANG MEMBACA
"Notes in a diary"
Teen FictionBuku harian adalah tempat ku mengaduh, semua yang terjadi padaku tercatat dalam buku harian ku. Buku berwarna biru laut, berbentuk hati yang retak merupakan sesuatu yang berharga bagi ku. Begitu banyak curahan hati dalamnya, kejadian demi kejadian...