30

901 119 18
                                    

Sudah mulai masuk ke konflik yang seru dan bikin tegangg❗😍

Tenang Gengss, ini masih permulaan🖐

Ke depannya akan ada banyak kejadian yang bikin kalian tahan napas bacanya. Seriuss❗

Bacanya pelan-pelan aja, ya. Jan loncat-loncat biar feel-nya ngena👌

Kamis, 14 Maret 2024

Jadwal update 5 hari sekali ya Mi

✨✨✨

Selamat membaca💕

Sebenarnya Eva begitu enggan. Namun jika ia tidak ke kawasan belakang, kesannya Kompeni men-judge bahwa Eva tak berusaha keras dalam mencari absen yang katanya so important itu. Maka dengan menepis segala kemalasan yang ada, Eva mengitari gedung XII IPS lantai tiga untuk sampai ke tempat ini. Tepat di belakang kelas XII IPS 2, sedang Kompeni menjenguknya lewat kaca terang yang terbuka.

Reza pun baru usai menelpon Edo. Katanya cowok itu seperti biasa tengah berduaan dengan sang kekasih. Tanpa tahu bahwa berduaan maksud Edo adalah virtual karena menghabiskan waktu melalui video call dengan Aurel.

"Kapan katanya ke sini?" imbuh Rehan seraya memiringkan kepala memandang Reza yang terhalang Yoyon dari posisinya berada ini.

Reza mengendik. "Gak tau."

Ari mengibaskan tangan. "Udah biarin ajalah dia sama Aurel. Entar kalo mau ngumpul juga datang kok. Emang biasanya gitu 'kan?"

"Iye. Edo emang gitu. Kalo udah selesai sama Aurel, nanti juga ke sini. Gak usah disuruh-suruh!" Yoyon mengangguk setuju.

"Dicari Gengss. Biar ngerasa spesial," seloroh Arta dengan mata menyipit sebelah, juga bibir bawah yang maju sedikit. Membuatnya terlihat tampan dan kiyowo secara bersamaan.

Semuanya tertawa.

Tanpa terkecuali Eva. Dari luar ia tetap dapat mendengar jelas pembicaraan mereka, terlebih kaca jendela yang dibuka membuat ventilasi jadi lebih besar. Tak tahu kenapa, Eva merasa seru sendiri ketika mendengar mereka berbincang ria. Padahal hanya menyimak begini, tapi rasa serunya begitu sampai di hati. Dalam keterdiamannya memikirkan suatu hal, senyum tipis penuh makna terbit di bibir peach Eva.

Tak dipungkiri bahwa di hati kecilnya terselip rasa iri. Ia pun manusia biasa yang ingin dihargai. Eva butuh sahabat yang melibatkan hati untuk saling menyayangi, bukan hanya sekedar label teman tersemat, tapi masih egois satu sama lain. Masih ingin memenangkan diri sendiri. Tak sedikit pun tergerak hati membantu temannya yang sedang ditimpa masalah. Dengan menyaksikan sendiri bagaimana Arta bergaul. Bagaimana teman-teman cowok itu saling menghargai, saling suport, dan selalu ada ketika dibutuhkan. Padahal label yang tersemat pada diri mereka adalah, bahwa mereka itu anak-anak nakal, sekumpulan cowok-cowok brengsek. Kenapa mereka yang katanya orang jahat bisa berteman melibatkan perasaan? Begitu kompak dan seru dipandang.

Beda halnya dengan Eva. Label cerdas, intelektual, murid kesayangan guru, apalagi label segala pujian baik yang belum tersemat di diri Eva? Nyatanya ia punya tekanan sendiri demi mempertahankan label tersebut untuk tetap berada pada jati dirinya. Tak sebebas mereka dalam berekspresi. Takut label untuknya yang orang buat itu hancur begitu saja. Tak tahu lagi juga, kenapa banyak orang seolah enggan menjadi teman baiknya. Banyak yang cuek dan tak peduli pada Eva. Belum lagi mereka yang mengaku sebagai sahabat, tapi masih mementingkan diri sendiri.

Ketua OSISTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang