- Kamu yang membuat semuanya menjadi rumitTapi kamu juga yang tak mau membenahinya -
--- Zenaya Syakilla, 2021 ---
****
Langit menjelang senja begitupun dengan keadaan SMA Bina Bangsa yang kian menyepi. Bel pulang sekolah sudah berbunyi 30 menit yang lalu, tapi Zenaya masih setia menunggu di depan gerbang sekolahnya.
"Masih belum ada kabar?" gadis itu menggeleng dan tersenyum tipis.
Saat ini dia di temani Alessia yang juga tengah menunggu supir jemputannya. Sedangkan Zoya sudah pulang duluan bersama kedua orang tuanya 15 menit lalu---katanya hendak berkunjung ke rumah neneknya di Bogor.
Sebenarnya Risang sudah memberikan pesan singkat padanya bahwa cowok itu akan menjemputnya dan memintanya untuk menunggu. Tapi sudah selama ini dan yang ditunggu tak kunjung datang. Membuatnya was-was dan khawatir jika terjadi sesuatu dengan kekasihnya itu.
"Gila ya tuh cowok, berani-baraninya ngasih harapan palsu ke sahabat gue. Udah coba lo telpon dia?" lagi, Zenaya menggeleng. Dia sudah mengirim puluhan pesan juga menelpon Risang, tapi hanya nada sambung operator yang menjawabnya.
"Sialan."
"Nggak papa Al, mungkin dia lupa atau lagi di jalan." Dia mencoba meyakinkan pada dirinya sendiri bahwa orang yang tengah di khawatirkan itu baik-baik saja.
"Bisa gitu ya lupa," Ale mencibir.
"Udah deh lo bareng gue aja, tuh jemputan gue udah dateng." Benar saja, mobil jemputan gadis itu sudah berhenti di depan mereka.
Lalu seorang pria paruh baya bersetelan hitam keluar dari kursi kemudi---Pak Dun---supir yang tengah menjemput Ale berlari kecil menghampiri tempat keduanya menunggu dengan gurat penyesalan.
"Maaf, Non Ale, mobilnya teh tadi bocor jadi saya kebengkel dulu."Ale mengibaskan tangannya lalu menoleh kearah Zenaya, "Ayo, Zei, bareng gue aja. Si Pisang nggak bakalan jemput lo."
Dengan spontan Zenaya mendorong pelan lengan gadis itu. "Do’a lo jelek banget."
"Ya makanya bareng gue aja, sekolah udah sepi lho. Gue nggak mungkin ninggalin lo gitu aja sendirian disini."
"Nggak usahlah Al, bentar lagi dia dateng kok."
"Beneran?"
"Iya." Gadis itu berusaha menenangkan sahabatnya yang tengah menatapnya tak percaya. "Gini deh gue bakalan tungguin lima menit lagi, tapi kalau dia belum dateng gue bakalan suruh jemput Abang," lanjutnya.
Abang yang dia maksud adalah kakak kandungnya yang lebih tua tiga tahun diatasnya---Aryo Bagaskara.
"Yaudah, gue temenin lima menit ke depan sampe si Pisang dateng."
Zenaya buru-buru menyela.
"Nggak perlu Al, mending lo pulang aja. Lagian katanya lo ada makan malam keluarga kan? Mending cepet pulang gih." Ale tampak keberatan.
"Beneran lo nggak papa sendirian? Gue pesenin gojek deh." Zenaya menggeleng mantap, "Gue nggak papa Alessia. Lebih baik lo pulang sekarang."
Jika Zenaya sudah menyebut namanya berarti gadis itu dalam mode serius dan dengan terpaksa dia menurutinya.
"Yaudah gue pulang tapi setelah sampe rumah lo kabarin gue."
Zenaya mendengus, "Iya, iya. Sana masuk ke mobil."
Ale menurutinya dan masuk ke kursi belakang setelah itu Pak Dun menutup pintunya dan menyapa singkat kepada Zenaya yang dibalas dengan senyuman singkat.
Lalu dengan tiba-tiba kaca mobil terbuka saat hendak berjalan, "Gue pulang duluan ya, ati-ati. Jangan lupa kalo udah pulang kabari gue."
Setelah itu mobil yang ditumpangi Ale bergerak melesat meninggalkan tempat dirinya berdiri."Bye." Gadis itu melambai singkat.
Setelah memastikan mobil itu menjauh, Zenaya berjalan menuju halte tepat didepan sekolahnya. Lalu mendaratkan bokongnya dikursi yang ada ditempat itu. Kepalanya menyandar lelah. Menunggu seperti ini sudah biasa untuknya tapi jika terus menerus dia juga pasti jenuh dan lelah.
Gadis itu merogoh ponselnya dan menghidupkan layarnya. Bahunya melemas tak ada satupun notif yang berasal dari sang kekasih. Dia hanya menemukan pesan singkat dari kedua orang tuanya yang menurutnya terkesan basa basi. Juga belasan pesan dari Aryo yang menanyakan kapan dia pulang dan sudah pulang apa belum yah kira-kira seperti itu.
Sekali lagi dia mecoba untuk menelpon, yah sekali lagi.
‘Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif, cobalah untuk beberapa saat lagi.’
Zenaya meremat ponselnya, menahan cairan yang hampir saja mengalir dari sudut matanya. Dadanya merasakan sesak menahan luapan amarah sekaligus kesal dan kecewa yang kini melingkupinya.
Sudah tidak ada harapan lagi untuknya mengharapkan orang yang tak kunjung datang. Kali ini sekian dari ratusan luka yang laki-laki itu torehkan padanya sekali lagi menghadirkan kecewa yang begitu dalam.
Seharusnya kamu nggak buat aku menunggu dan mengharapkan kepastianmu yang sia-sia, Risang.
Lalu dia mengotak-atik layarnya, berharap kali ini orang yang diharapkannya tidak mengecewakannya juga.
Gadis itu menempelkan ponsel pintarnya ke telinga saat sambungan tersambung dan terdengar suara serak dari seberang.
"Bang Aryo. Jemput aku, Aya takut."
Dan luruhlah cairan bening yang sedari tadi ditahannya.
To Be Continued !
****
KAMU SEDANG MEMBACA
Lintasan Waktu
Teen FictionBukan tanpa alasan dia mencintai, karena sejujurnya cintanya ternyata hanyalah sia-sia. Tak mudah baginya mencintai sepihak, tapi ... dia juga tak bisa pergi begitu saja. Akan ada banyak lara yang menjejak. Segalanya memudar, menghilang bak tak berb...