2.2

9 5 4
                                    




Dia ber bohong lagi untuk sekian kalinya.

Dia bilang akan menjemputku, tapi dia tak juga datang.

Aku mencoba berfikir positif, tapi tetap saja rasanya tak karuan.

Dia memintaku untuk menunggunya, tapi penantian ku tak kunjung terbalas.

Rasanya aku ingin menangis, meminta penjelasan darinya. Tapi percuma, telponnya tak aktif.

Aku kesal sekaligus kecewa. Seharian ini dia tidak mengabariku dan hanya mengirimi pesan singkat yang nyatanya tak sesuai harapanku.

Sudah setahun ini kami bersama, tapi selalu aku yang dirugikan.

Harusnya aku mundur kan?

Sungguh saat ini aku benar-benar takut.

Langit sudah mulai menggelap dan aku sendirian tanpa ada seorang pun di sekelilingku.

Maka ku putuskan untuk menelpon bang Aryo, menyuruhnya untuk menjemputku.

Kakak laki-laki ku itu terlihat kebingungan saat aku menelponnya dengan keadaanku yang tengah menangis.

"Ay, kamu kenapa? Kok nangis?" Aku mendengar suara bang Aryo yang terdengar khawatir.

Aku tak menjawab pertanyaannya, aku hanya menyuruhnya untuk segera menjemputku. Dan dia langsung mengiyakan tanpa menanyakan apapun lagi.

Setelah sambungan terputus, aku meringkuk kecil, mendekap tubuhku untuk mencari kehangatan sekaligus menenangkan perasaan takut yang tengah menggelayuti ku.

Sekarang apa yang masih tersisa?

Rasa benci dan kecewa yang kini benar-benar menyelimuti emosiku.

Tak taukah aku membenci gelap---sama seperti dirinya.

Dia yang begitu sulit untuk ku pahami dan sulit untuk ku gapai, bahkan untuk melangkah bersamanya saja terasa seperti menyeret ribuan ton besi dari kakiku.

Sebenarnya apa maunya? Apa maumu Risang?

Jika cintaku hanyalah bualan bagimu lalu bagaimana aku sanggup mencintaimu lagi?

Setelah sekian lama ini dan kamu hanya diam saja, selalu aku yang memulai.

Monolog batinku terhenti saat lampu sorot mobil milik bang Aryo berhenti tepat di pinggir jalan di mana tempatku meringkuk.

Bang Aryo keluar dari dalam mobil dan langsung berjalan menghampiri ku.

Aku bangkit berdiri dan berlari kecil kearahnya lalu menubruk tubuh tegapnya untuk menyalurkan betapa senangnya diriku melihatnya disini.

Dia memelukku tak kalah erat lalu membisikkan kata yang membuatku tenang, "Kamu aman Ay, ada abang disini."

Setelah itu dia menuntunku masuk kedalam mobilnya---memastikanku sudah berada ditempatnya.

Selama perjalanan pulang tidak ada yang berbicara, tapi dari raut yang tergambar di wajah bang Aryo aku yakin kali ini aku bakalan terkena masalah.

Ku palingkan wajahku menatap jendela mobil, entah mengapa suasana dalam mobil terasa lebih dingin dari hatiku.

****

Part Bonus😊
____________

Untuk visualnya bang Aryo aku bakalan publish di part depan, karna aku bingung belum nemuin yang cocok buat si Abang gans😭

Tunggu part selanjutnya ya, bubay😗

Lintasan WaktuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang