06.

29 7 2
                                    

"Siapa kau?!" tanya Pangeran Austin terkejut.

"Hahahah .... Apa kalian tidak bisa menjawabnya? Aku adalah seorang penyihir. Masuklah, dan aku akan menceritakan semuanya," Penyihir wanita itu mempersilahkan mereka untuk masuk ke rumahnya.

Mereka bertiga masuk dan duduk dengan raut wajah yang sangat bingung.

"Aku penyihir pemilik perkampungan kecil ini. Dahulu aku hidup bersama keluargaku. Satu-persatu keluargaku mati, dan kini aku hidup sebatang kara di sini. Aku sebangsa dengan penyihir-penyihir yang kalian jumpai di sana. Namun pendahuluku memutuskan untuk membuat wilayah kami sendiri. Suatu ketika aku mendengar kabar pengusiran penyihir-penyihir agresif itu, dan aku memberikan tempat tinggal untuk mereka di sini. Mereka pergi untuk mengejar sesosok wanita dan tidak kembali sampai saat ini," jelas penyihir itu.

"Sesosok wanita itu adalah aku," ungkap Laurindriel.

"Aku sudah melihatnya." Penyihir itu tersenyum sinis.

"Aku juga melihat teman yang kalian cari itu menunggangi kudanya sendiri di perbatasan wilayah manusia. Saat aku akan keluar untuk menghampirinya, dia sudah masuk ke wilayah itu dan aku tidak dapat berbuat apapun," sambungnya.

"Jika kalian ingin, kalian bisa bermalam di sini. Aku sudah menyediakan dua kamar untuk kalian. Kamar pria di sebelah kanan dan untuk wanita sebelah kiri. Jika kalian membutuhkanku, aku ada di kamar atas. Aku akan sangat senang bisa melayani kalian di sini," jelas penyihir itu.

"Kami bersedia untuk bermalam disini, Penyihir. Terimakasih atas bantuanmu," ujar Putri Laurindriel.

Mereka memutuskan untuk bermalam di tempat itu sambil menunggu matahari terbit.

***

        Pagi-pagi buta mereka sudah mepersiapkan kuda mereka. Bersiap untuk melanjutkan perjalanan sekaligus menyelamatkan Pangeran Lorien. Penyihir tua itu memberikan masing-masing sebuah jubah kepada Putri Laurindriel dan Putri Aradel.

“Gunakan jubah itu! Kalian akan terlihat seperti manusia. Tidak akan ada yang curiga kalau kalian bukanlah seorang manusia. Aku tidak memberikan jubah itu ke sembarang makhluk. Aku tahu kalian sangat membutuhkannya,” ujar penyihir itu.

Mereka terus berjalan menyusuri wilayah manusia yang luar biasa luasnya itu. Sinar matahari mulai terik. Panasnya mulai terasa masuk ke sekujur tubuh mereka. Tak terasa hari sudah siang. Mereka terus berjalan perlahan dan sampailah mereka di sebuah terowongan. Terowongan itu adalah jalan untuk menuju penjara Morinda. Mereka melewati terowongan itu dan sampailah mereka di penjara Morinda. Mereka bersembunyi sambil menunggu kedatangan prajurit-prajurit yang membawa Pangeran Lorien.

“Saat aku mencoba membuka pintu penjara itu, kalian harus segera keluar melalui pintu di sana,” jelas Pangeran Austin sambil menunjuk pintu yang berada di pojok ruang tahanan tersebut.

 Hari sudah petang. Tak lama kemudian, prajurit-prajurit itu datang dan memasukkan Pangeran Lorien ke dalam sel tahanan.

“Lepaskan aku! Kalian sama sekali tidak mengenalku! Lepaskan aku!” teriak Pangeran Lorien.

Ketika prajurit-prajurit itu meninggalkannya, Pangeran Austin mengendap-endap, mencari celah untuk dapat membuka pintu penjara itu. Saat mendapatkan kesempatan, dia langsung menuju sel tahanan tersebut dan membuka pintu penjara itu

“Austin, lepaskan aku!”, teriak Pangeran Lorien saat melihat pangeran Austin di sekitarnya.

“Diam kau, Lorien! Prajurit-prajurit itu akan menghampiri kita jika mereka mendengar teriakanmu. Jangan mempersulit keadaan!” tegas Pangeran Austin kesal.

Pintu penjara berhasil dibuka dan saat mereka akan menuju ke jalan keluar, tiba-tiba seorang prajurit mendekati Pangeran Austin dan Pangeran Lorien.

“Maaf, Pangeran Austin, dia adalah tahanan Morinda dan Tuan tidak bisa membawanya keluar dari penjara ini,” ujar prajurit tersebut.

“Dia sudah menjadi tahananku. Biarkan aku yang membawanya, dan jangan beritahu siapapun tentang ini, termasuk raja. Pergilah!” Pangeran Austin memberi perintah kepada prajurit tersebut dan segera meninggalkan penjara itu.

        Mereka berdua bertemu dengan Putri Laurindriel dan Putri Aradel yang sudah menunggu mereka di pintu keluar ruang tahanan. Mereka melanjutkan perjalanan hingga tak terasa malam telah tiba dan mereka sampai di perbatasan antara wilayah manusia dan gunung tersebut.

Jarak antara wilayah manusia dan gunung tersebut agak jauh. Saat keluar dari wilayah manusia, mereka menemukan sebuah gubuk kosong dan memutuskan untuk beristirahat di dalamnya. Terdapat sebuah ruangan yang cukup besar bagi mereka untuk beristirahat. Mereka membuat perapian di tengahnya untuk menghangatkan tubuh mereka.

“Maafkan aku telah membuat semua kekacauan tadi dan mempersulit perjalananmu, Laurindriel.” Pangeran Lorien tampak sangat menyesal.

“Kau baru menyadarinya, Lorien. Jika kau berpikir dua kali sebelum kau memutuskan untuk melakukan itu, maka semua ini tidak akan terjadi! Apa yang kau coba buktikan, Lorien?” tanya Laurindriel yang tampak kecewa.

Pangeran Lorien mendekati Laurindriel.

“Aku mencintaimu Laurindriel. Aku hanya ingin membantumu dan membuktikan padamu bahwa aku bisa melakukan semua itu sendiri hanya untukmu,” jelas Pangeran Lorien.

Pangeran Austin hanya terdiam dan menundukkan pandangannya.

Next part...

It's Just about Elf and Human (Semua Ini Hanya tentang Bangsa Peri dan Manusia)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang