1

164 24 1
                                    

"Hey, dorong lebih kencang!"

Jani teriak gembira dengan tali ayunan yang ia genggam dengan erat.

Wajahnya yang cantik, tersenyum bebas saat ia merasakan bagaimana bisa melayang menghembus angin di bawah sang surya.

Djani Daryata Cakrawangsa. Wanita yang dikenal dengan sebutan Jani ini sudah hidup menjadi Putri Raja selama dua puluh tahun. Ayahnya, Lord Damar Daryata Cakrawangsa sudah menghabiskan usia setengah-abadnya untuk mengabdi pada Kerajaan Utara yang ia pimpin.

Di bawah kerajaan yang Ayahnya miliki, tentu sebagai pewaris takhta terakhir dari dua bersaudara ia hanya menginginkan hidup tenang tanpa repot mengatur rakyatnya.

"Jani, putriku." Suara intrupsi dari Damar membuat kelima pelayan yang mengawal Jani tertunduk takut.

"Oh, Ayah..." Jani mengerucutkan bibirnya. Kadang ia sangat kesal kalau jam bermainnya diganggu oleh sang Ayah yang juga membawa pasukan pengawal.

Damar tersenyum hangat, "apa kamu merasa bahwa Ayah sudah terlalu tua menunggumu dan melihatmu bermain seperti ini, nak?"

"Benar, dengan rambut putih yang mengelilingi kepala dan dagumu, kamu tentu terlihat tua, Ayah."

Damar semakin tersenyum senang. Pasalnya, ia memang tidak membutuhkan apapun lagi saat ini. Dengan kekuasaan yang sudah jelas ditangannya, kekayaan yang melimpah-ruah, dan kejayaan yang dialami oleh keluarga dan rakyatnya sangat membuat hidup Damar menjadi sempurna. Dan barusan ia mendengar kalau putri satu-satunya yang ia miliki itu, berkata kalau ia sudah tua, itu berarti sudah lama juga ia merasakan derita dibalik kemenangannya merebut kekuasaan dan menjadi Raja.

"Nak, makan siangmu sudah disiapkan. Bukankah ini sudah memasuki waktu makan siang? Mengapa kamu membiarkan Ayah terus-terusan mengingatkanmu seperti ini?"

Tidak ada wajah kesal saat Damar berbicara. Justru, ia gemas melihat tingkah putrinya yang ternyata sekarang sudah sangat besar.

"Oh, ayolah. Aku tidak mau orang lain mengingatkanku makan siang, kecuali kamu Ayah." Jawab Jani.

"Bagaimana kalau Ayah pergi berperang dan tidak bisa mengingatkanmu makan siang pada hari itu?" Damar melontarkan pertanyaan menantang untuk Jani.

Jani mengerutkan dahinya, "tidak mungkin. Wilayah ini sudah milikmu dan sudah kamu menangi sebelum aku dilahirkan, mana mungkin kamu akan pergi berperang lagi."

Jani benar-benar telah menjadi anak kesayangan Damar semenjak wanita itu lahir di dunia. Celotehannya yang lucu dan terkesan membantah, justru membuat Damar semakin gemas melihatnya.

Langkah Damar semakin dekat dengan Jani dan mengusap rambut hitamnya yang bermahkotakan kecil diatasnya. "Sekarang cepat kamu menuju meja makan. Ibu sudah menunggumu untuk gabung bersamanya."

Jani bangkit dari ayunannya dan tersenyum tulus melihat Damar, "siap, Ayah!" Ucapnya semangat.

Jani mengangkat sedikit gaun cokelatnya dan segera berlari kecil untuk masuk ke dalam istana. Lima pelayan wanita yang setia menemaninya sedikit kualahan untuk mengejar wanita itu, "Tuan putri, hati-hati!"

"Aku adalah tuan putri, kalian tahu? Bahkan rumput di sini tidak akan membiarkan aku jatuh. Ayo cepat sebelum makan siang kita terlambat!" Saut Jani tanpa berhenti dari larinya.

Pandangan Damar terus mengikuti di mana arah putrinya pergi, bahkan sampai Jani tidak lagi terlihat. Ia tersenyum damai melihatnya. Damar berpikir, semakin hari ia semakin menyadari bahwa dirinya semakin tua. Hal itu mengharuskan ia untuk semakin serius memilihkan pasangan hidup untuk Jani kelak.

Jani, putri sulung kesayangannya yang sudah semakin beranjak dewasa, harus ia pastikan hidup bersama Raja terbaik di dunia ini. Bahkan sebelum dirinya tiada.






ABISEKA ■ ft. Historical RomanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang