2

131 26 3
                                    

"Lihatlah, apa yang baru saja aku temukan."

Abiseka mengambil satu ekor anak serigala yang ia temui di hutan. Abi tentu saja tidak sendiri, ia bersama dengan sepuluh pasukan pengawal istana dan satu pengawal pribadinya.

"Tuan muda, jangan. Sebaiknya jangan menyentuh apapun secara sembarangan." Ucap Gining, pengawal pribadi terpercaya Abiseka yang mengintrupsi Pangerannya untuk berhati-hati selama dirinya berada di hutan bebas.

Abi tersenyum, "kenapa? Lihat, dia begitu lucu dan malang." Abi melihat sang induk yang ia yakini ibu dari serigala ini sudah mati dengan kucuran darah disekujur tubuhnya.

"Darah segar, itu berarti ada sekelompok orang yang baru saja memburunya." Ucap Abi. "Gining, mari kita akhiri jelajah pada hutan ini. Aku ingin pulang dengan membawa serigala kecil ini."

Gining menatap Abi dengan seksama, "Ta-tapi tuan, sebaiknya kita tidak membawa serigala itu. Bagaimanapun, kita tidak tahu apa yang terjadi nanti dan bila serigala itu---"

"---Mata-mata?" Ucapan Gining di potong oleh Abi begitu saja, "tidak, itu hanya kekhawatiran berlebihanmu Gining. Tidak mungkin seseorang mengirim serigala mungil ini kehadapanku untuk memata-mataiku."

Menjadi anak tunggal dalam kerajaan besar Adhyatha, membuat Abiseka seringkali mendapat serangan dari sekelompok orang yang tidak menyukainya, karena ingin mengambil alih takhtanya. Dengan begitu, yang mulia Rajendra Dierja Adhyatha selaku Raja tidak memiliki penerus lagi hingga takhta bisa saja diberikan oleh sanak saudara bahkan oleh orang yang tidak memiliki hubungan darah sekalipun jika ia layak.

Maka dari itu, memiliki seorang putra saja, sudah membuat Raja Rajendra sangat bersyukur karena usahanya meneruskan kerajaan Adhyatha tidak sia-sia untuk terus diturunkan oleh penerus yang sah.

"Selama dua puluh lima tahun aku tidak pernah membantah ucapanmu, Gining. Izinkan aku untuk melakukannya kali ini." Abi mengeluarkan pedangnya yang ia gunakan untuk menebang ranting yang menghalanginya jalan, dengan tangan kanannya. Sedangkan tangan kirinya, ia tetap menggendong serigala kecil yang baru saja ia temukan.

"Ayo, Gining. Kita pulang dan kita buatkan rumah baru untuk serigala ini di istana." Perintah Abi yang tidak mungkin Gining bantah.

Dalam perjalanan pulang, Abiseka sepertinya melewati arah yang berbeda dari keberangkatannya tadi. Ia dan pengawal sedikit kualahan dengan banyaknya ranting pohon yang menghalangi jalannya untuk melihat jalan.

"Sial, jangan bilang kita tersesat." Gumam Abi.

"Sepertinya begitu, tuan. Jika saja tadi kita menggunakan kuda, pasti tidak seperti ini." Balas Gining.

Abiseka menatap Gining dan tersenyum, "tidak ada kuda, Gining. Aku adalah seorang pangeran. Saat suatu hal buruk terjadi, tidak ada yang harus disalahkan. Cukup mengumpat dan berusaha."

Tidak lama, Abi dan pengawal lainnya menemukan sungai yang terlihat sangat luas untuk ukuran sungai pada umumnya.

"Tuan, kita bisa beristirahat dulu di sana." Gining menunjukan pandangannya pada sungai itu dan Abi menyetujuinya.

Abi sedikit meminum air sungai itu yang sekarang berada di hadapannya. Untungnya cuaca hari ini tidak buruk, hingga ia bisa menikmati alam dengan baik walaupun harus memakan waktu lebih karena tersesat.

Abi melihat kesekelilingnya. Tepat dihadapannya, pandangannya memincing saat melihat istana besar yang berada diseberang sungai. Istana itu terlihat sangat kecil jika dilihat dari tempatnya duduk.

"Istana kerajaan Daryata." Gumam Abi.

Gining yang mendengar itu, ikut menoleh ke arah istana. "Benar tuan, ternyata istananya bisa terlihat dari sini. Bukankah istananya sangat megah?" Tanya Gining yang dibalas acuh oleh Abi.

"Tidak, aku tidak tahu. Aku belum pernah kesana."

Gining yang mendengarnya langsung terheran, "bukankah acara pertemuan bulan lalu, tuan datang bersama Raja?"

"Tidak Gining. Aku kabur dan memutuskan untuk memberi makan kuda-kuda ku daripada harus mendengar ocehan dua Raja kolot yang pembahasannya hanya mengenai sengketa lahan yang akan mereka kuasai dengan bir dan beberapa anggur yang menjamu mereka. Sangat klasik." Jawab Abi.

"Benarkah? Kalau begitu sayang sekali tuan tidak ke istana Daryata. Karena rumornya, Raja Damar memiliki putri sulung yang sangat cantik, tuan."

Abi menoleh kearah Gining dan memberikan senyum tipisnya, "putri sulung?"

"Ya, putri sulung."

"Kalau begitu aku baru tahu, karena selama ini Raja Damar hanya mengenalkan kedua putranya untuk digadangkan menjadi raja utara selanjutnya." Balas Abi. Tangannya memainkan air di sungai yang cukup jernih itu, seraya menatap dirinya yang terpantul di sana.

"Ya, Raja Damar mempunyai dua putra dan satu putri sulung yang ia sembunyikan, tuan."

Abi mengeryit heran, "mengapa disembunyikan?"

"Putri sulung itu akan diperkenalkan jika ia sudah siap untuk mencari pendamping hidup. Dan rumornya lagi, seluruh pria di utara sedang menyiapkan diri untuk melamar sang putri dengan harapan sang putri menerima mereka untuk dijadikan suami."

Pernyataan jelas dari Gining membuat Abiseka tertawa pelan. "Memangnya secantik apa dia sampai seluruh pria menginginkannya, huh?"

"Tuan," Gining mendekat pada Abi seraya berbisik, "bagaimana kalau sang putri ternyata dijodohkan dengan tuan?"

Abi mengerutkan dahi, "tidak, aku tidak akan menerima perjodohan hanya karena ia cantik dan seorang putri raja, Gining."

"Tapi..."

"Gining, kalaupun aku harus menikahinya, itu berarti harus aku yang jatuh cinta padanya lebih dulu. Bukan dia."






Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 12, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ABISEKA ■ ft. Historical RomanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang