Bab IV Arif

35 1 0
                                    

Kita balik pulang sebelum senja habis karena perputaran hari yang dari siang menuju malam begitu cepat, kita sholat dan singgah di mushola sekitar di kawasan perkampungan yang mayoritasnya nonmuslim, jadi ya masih banyak anjing liar ataupun anjing yang memiliki pemilik berlalu lalang, dan disana aku temukan wajah Sam yang takut banget dengan anjing.

"Katanya pemberani? gelud aja kerjamu tapi sama anjing malah takut" Aku memulai peperangan mulut seperti biasa yang aku dan Sam lakuin.

"Diem lu lebah, sini kalau berani nggausa banyak bacot deh"

"yaelah gini doang, itu anjing memang liar tapi yang penting jangan diusik, ya kalau diusik mereka juga marahlah sama kaya manusia juga, paham?"

"ngga paham, bawel lu"

"Gelud mulu kalian jodoh mampus" Rizki mulai membuka suaranya.

"Dih ogah plis deh!" aku dan Sam kompak menjawab, dan Arif cuma geleng-geleng kepala, seperti sudah biasa melihat kami yang saling adu mulut.

Selama perjalanan pulang, kami bernyanyi sambil berteriak didalam mobil mengikuti lirik dari lagu yang kami putar, terkecuali Arif. Sejak balik dari toilet mushola Arif kebanyakan diam lalu tertidur disampingku dibangku belakang, walau sebenarnya Arif memang tipikal pendiam sih jadi kami ngga manaruh rasa curiga samanya.

Hari ini berasa lega karena masing-masing dari kita saling mengeluarkan rahasia, terutama aku. Sepertinya aku yang lebih banyak terbuka dibandingkan mereka, aku ngga tau alasannya, yang aku tau aku menyayangi mereka sampai rasanya ngga mau jika jarak menjadi jauh.

****

Kita berhenti di salah satu warung makan yang menurutku lumayan tempatnya, tapi lucunya ternyata ngga halal, kita ngasalan aja masuknya tanpa lihat nama tempat cuma lihat situasi tempat doang yang kebetulan keren, namanya hidup dizaman yang cuma keren-kerenan doang, dan kita cuma lirik-lirikkan sembari keluar dari tempat makan, lalu pecah deh suara tawa yang sedari tadi ditahan. Kemudian Arif pamit mau ke toilet katanya, jadi kami balik ke mobil sembari menunggu Arif.

"Arif kok lama ya? Aku laper banget" kataku

"Mungkin lagi boker kan kita dari tadi ngga ada singgah ke toilet"

"Tuh dia datang"

Kita refleks melihat kearahnya, ada bekas noda merah dilengan bajunya, aku ingin bertanya tapi mungkin noda saus? atau noda kecil biasa kegores, karena nodanya emang kecil sih.

"Lu semedi di toilet? lama bener?" Tanya Sam.

"Kaga, boker gua"

"boker apa yang bikin bernoda dilengan?" tanya Rizky.

"Oh tadi lenganku kena itu itu apasih, kawat, nih liat ada bekasnya" terangnya.

Ternyata emang cuma luka kecil, tapi aku sebegitu khawatirnya. Arif bersandar di bahuku, katanya lelah mau istirahat, matanya memang terpejam tapi fikirannya engga namun takkan aku tanya karena aku rasa setiap orang punya privasi yang ruang lingkupnyahanya dirinya sendiri yang menari dan berperan didalamnya.

Setengah jam memutarin kawasan sembari mencari tempat makan halal akhirnya kita ketemu rumah makan Ayam Penyet Cindelaras, berasa lega karena cacing-cacing diperut sudah breakdance  sedari tadi, dan tentu saja rasa mual melanda karena aku juga punya riwayat asam lambung yang ngga boleh telat makan.

"Gue toilet dulu yaa, gue ngga bisa diudara dingin bawaannya pengen pipis" Aku pun pergi lari-lari kecil ketoilet.

Toilet cewe dan cowo berseberangan, lalu aku mendengar suara Arif yang seperti muntah, masuk angin fikirku, dan aku refleks bergegas menunggunya diluar, tentu saja dia kaget dan aku juga demikian, karena dia keluar sambil menangis.

"Rif, kenapa? Kok nangis? Putus? Mual kah? Mau aku olesin balsem?"

"Al, segimananya kamu nanti, kamu tetap harus kuat ya", Kemudian Arif menarik tanganku dan memelukku didepan toilet, Aku kebingungan apa karena ceritaku tadi menyedihkan sampai dia nangis di toilet? Atau dia lagi bertengkar lagi dengan pacarnya Shena yang memang cemburu banget denganku.

"Kamu kenapa?" tanyaku sambil menatap matanya.

"Aku putus Al, Hwaaaaaa" tangisnya pecah kembali.

Lagi-lagi aku harus melihatnya menangis ngga jelas, perempuan macem apa yang bikin anak baik polos gini nangis?

"Lebay banget sih, lo kan ganteng cari lagi gih, atau mau aku jadi penggantinya? hahaha" tapi diriku yang lain berbicara "iya ayo bilang iya"

"Ngga dulu sekip, kamu kekecilan untuk aku yang tinggi cakep mirip Brad Pitt gini".

"Sialan lu, dahlah ayo balik laper ini"

Tapi sebenarnya ada yang mengganjal banget, Arif tidak pernah menangis segimanapun bermasalahnya dia dengan pacarnya, mau pacarnya selingkuh bahkan memanfaatkannya yang memang Arif adalah salah satu golongan keluarga yang mapan. Tapi aku tetap menyimpan rasa penasaran karena ku yakin dia bakal cerita suatu hari nanti, bukankah kami adalah sahabat ?

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 17, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

2 Times in JulyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang