rule of the game

227K 9.1K 158
                                    

Menikah saat masih SMA, menikmati hidup bersama sebagai sepasang kekasih halal dalam rumah yang besar, mempunyai dua anak kembar yang lucu kemudian mempunyai beberapa cucu dan menua bersama.

Apakah menikah muda dengan anak konglomerat sebahagia itu? jawabannya adalah tidak kalau pernikahan itu tidak dikehendaki oleh dua orang yang bersangkutan.

Seperti kehidupan yang dijalani oleh Karaysa Lansonia atau yang kerap disapa Kara. Bagi sebagian orang kehidupannya terlihat sempurna setelah menikah dengan Galan Ipander Raphael. Ia tidak perlu bekerja atau menempuh pendidikan lagi untuk mencari uang setelah lulus SMA. Hanya dengan ongkang kaki saja harta sang mertua sudah mengalir kepadanya, mengingat Galan adalah anak tunggal. Tapi yang dilihat belum tentu sebenarnya. Justru Galan sendiri lah yang menjadi alasannya untuk tidak bahagia berada dalam keluarga Raphael.

Malam ini perempuan berambut cokelat gelap dengan lingerie hitam bertali spaghetti itu terlihat tengah duduk bersedekap di meja kecil sudut kamar. Pandangannya tak lepas dari selembar kertas putih dengan sederet tulisan rapi berjudul 'ATURAN MAIN' yang diberikan oleh sang suami sendiri ketika mereka baru pindah ke rumah ini, rumah pemberian mertuanya.

Kasarnya, kertas itu merupakan kertas terkutuk yang dimana isinya adalah kumpulan kebencian Galan pada Kara yang dituangkan dalam bentuk aksara. Halusnya, kertas itu berisi peraturan yang harus ditaati baik oleh suami maupun oleh istri selama menempati rumah ini.

Menghela napas untuk yang kesekian kali, sang istri masih belum bisa mencerna 'aturan main' nomor satu, dua dan tiga yang bertuliskan :

1. Tidak mencampuri urusan masing-masing.
2. Berpura-pura menjadi pasangan sebenarnya saat didepan keluarga.
3. Di tahun pertama pernikahan, Karaisa harus meminta cerai entah apapun alasannya asal tidak menjelekkan nama Galan

Sudah dari berbagai sudut pandang ia tinjau untuk mencermati aturan itu tapi otaknya masih saja belum mengerti. Antara belum mengerti dan tidak mengerti dengan pola pikir si pembuat aturan main tentang pernikahan mereka.

Apakah menurutnya pernikahan hanya tentang tinggal satu atap? atau apakah hanya tentang pamer kemesraan di depan keluarga dan semua orang? kalau memang benar begitu, berarti si suami bukanlah apa yang dilihat semua orang. Fisiknya boleh jadi SMA, namun otaknya masih TK.

Padahal kalau boleh jujur, bagi si istri sendiri pernikahan mereka adalah sebuah benda berharga yang akan ia jaga sekuat tenaganya. Namun mengapa si suami justru merencanakan perpisahan saat pernikahannya bahkan belum genap 48 jam?

Tiba-tiba ponsel di samping kertas putih itu menyala berkelip nama 'Leon' disana,

"Baby Karaaa!" teriak nyaring orang diseberang setelah panggilan diterima.

Kara memejamkan mata mengontrol diri agar kegundahannya tidak terdengar oleh orang diseberang, "Ada apa?"

"Mau nyontek pr akuntansi dong."

"Gue nggak ngerjain. Besok aja nyontek Joya."

"Joya galak, gue nyontek lu aja ya?"

"Hmm serah. Udah ya gue tutup."

tut

Sambungan telfon terputus sepihak membuat seseorang diseberang kesal, mungkin, yang jelas Kara tidak peduli.

Lagi-lagi hembusan nafas frustasi Kara keluarkan ketika pandangannya kembali pada secarik kertas itu. Ingin rasanya ia memaki Pak Brahmana karena telah meminta ia menikah dengan putra semata wayangnya yang tidak punya akal sehat sehingga memperlakukannya seperti ini. Tapi apalah daya ia tidak bisa berbuat apa-apa mengingat dirinya adalah sesuatu yang digunakan ayah dan ibu nya untuk membayar hutang pada keluarga Raphael.

MARRIAGE IS JUST A GAMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang