Mobil Kara dengan diikuti mobil Leon melesat meninggalkan area sekolah yang masih terbilang cukup ramai karena bubaran sekolah. Keduanya menyetir dengan fokus dan yakin menuju ke suatu tempat yang tadi dijanjikan oleh Leon.
Tak berselang lama mobil mereka sampai di sebuah parkiran mall. Tanpa basa-basi lagi dua insan itu langsung menaiki lift menuju lantai lima yang menjadi tujuan utama mereka.
"Rame bener." ujar Kara melihat tempat didepannya yang sangat ramai dengan anak kecil, berbeda dengan dirinya yang lebih cocok menjadi kakak anak-anak tersebut.
Keduanya kini sedang berada di timezone sebuah mall dimana tempat ini adalah tempat mereka menghabiskan waktu disaat tidak ada tujuan yang jelas. Selain itu tempat ini merupakan tempat paling ampuh untuk membujuk Kara yang sedang merajuk pada Leon semasa hubungannya.
"Makan dulu aja gimana?" tawar Leon.
Kara nampak berpikir,
"Biar kuat mainnya." tiba-tiba saja Kara menyengir mendengar penuturan Leon.
Jelas saja Leon paham apa isi pikiran Kara karena dia lebih pro masalah begini, "Ngeres ye otak lo."
"Orang gue cuma nyengir." elak Kara mencoba membodohi Leon yang tidak bodoh kalau masalah beginian.
Dengan gemas Leon mengapit kepala Kara diantara lengan kekarnya dan mengajak perempuan itu menjauh dari area timezone, "Lo kira gue nggak tau? otak lo isinya begituan sama makanan doang."
"Enak aja. Lo tuh yang otaknya begituan."
"Kan emang gituan perlu biar nggak gitu jadi bisa gitu nantinya."
"Nggak jelas banget ni singa."
"Iya sama kaya hubungan kita."
Enggan menanggapi Leon, Kara lebih dulu melangkahkan kaki kedalam restoran daging yang memang sudah menjadi langganannya setiap datang ke mall ini. Bahkan saking seringnya datang, pelayan disana sudah hafal harus menyajikan apa saat mereka datang.
Tanpa memesan saja, dua porsi steak, jus alpukat dan satu porsi es krim rasa mint cokelat sudah datang di hadapan mereka.
"Tumben kesini pulang sekolah?" tanya seorang pelayan yang menghidangkan makanan ke meja Leon dan Kara.
"Soalnya ada yang ngambek mbak tadi." sindir Leon yang membuat Kara mendengus.
"Enggak mbak dia boong. Katanya sengaja pake seragam sekolah biar kalo shopping dapet diskon pelajar."
"Fitnah lo! Serestoran ini juga bisa gue beli kalo gue punya duit."
Wanita berumur kepala tiga itu tertawa mendengar ejek-ejekan 'pasangan' muda didepannya ini, "Kalian hubungannya awet ya. Perasaan sejak baru masuk SMA."
"Kita ud-"
"Iya lah mbak. Siapa dulu cowo nya, Leon." Leon mengangkat dagunya sombong, "Coba aja kalo orang lain pasti nggak bisa."
"Cih sombongnya." dengus Kara. Padahal tadinya ia mau mengatakan kalau mereka sudah tidak mempunyai hubungan tapi karena Leon memotong ucapannya jadi ia memilih diam. Toh juga tidak ada pengaruhnya mau mbak itu tau atau tidak.
"Haha langgeng terus ya kalian. Silahkan nikmati makannya dulu jangan berantem terus."
"Siap mbak."
Keduanya makan dalam hening, bukan karena canggung atau apa tapi karena memang tidak ada yang mau diobrolkan.
Tiba-tiba saja terbesit sesuatu di pikiran Kara, kalau suatu saat nanti Leon punya kekasih baru yang seiman apakah dia akan memperlakukan kekasihnya seperti ini?
KAMU SEDANG MEMBACA
MARRIAGE IS JUST A GAME
Teen FictionGalan menganggap pernikahan mereka hanyalah sebuah game yang dapat berakhir kapan saja, namun ia lupa bahwa game sering kali membuat pemainnya kecanduan. #1 on SMA | 2/12/22 | #1 on fiksi remaja | 18/11/22 | #1 on perjodohan | 18/11/22 | #1 on nikah...