Happy Reading
"Goblok! Jalan pake mata dong, tolol!" seru pria di hadapannya, sedangkan gadis itu hanya tertunduk sambil merapalkan kata-kata maaf.
"Gara-gara lo gue jadi telat, bangsat!" umpat pria itu lagi, membuat gadis di hadapannya akhirnya menaikkan pandangannya.
"Salah lo, kenapa nyalahin gue?"
"Anjing!"
"Lo yang buru-buru, lo yang nabrak gue, tapi kenapa malah gue yang dipermaluin begini?"
"Woy, budeg!" seru pria yang sama, kali ini dengan suara jauh lebih keras dibandingkan sebelumnya. Sukses membuat lamunan gadis itu hancur.
"Sori." cicitnya.
Sial, cuma halu!
"Ketemu gue lagi, abis lo!" ancam pria itu dan berlalu pergi, meninggalkannya sendirian di koridor kampus bersama berbagai jenis tatapan dari mahasiswa yang ada di sana.
"Ana!"
Kali ini apalagi?
Gadis yang dipanggil Ana itu berbalik malas dan memandang gadis lain di hadapannya, "Ya?"
Bruk!
"Bawa ke ruang dosen FIP*, disuruh Pak Bahar."
"Gue?"
Gadis tadi menggeleng, "Nggak, sih. Tapi yaudah deh bawa aja, lo juga lagi gak ada kelas, kan?"
"Ada."
"Oh?" ucapnya dengan wajah terkejut, "Sayangnya gue gak perduli."
Sayangnya wajah terkejut itu hanya pura-pura.
Dengan langkah gontai Ana melewati koridor bersama setumpuk laporan proposal milik mahasiswa tingkat akhir yang berasal dari fakultas lain, yang bahkan dia sendiri tidak tahu dari fakultas mana kertas-kertas ini berasal.
"Mau dibantu?"
"Ngagetin aja!"
"Sori?"
"Gak perlu, gue duluan!"
"Ann–"
"Ana." ralatnya, membuat pria –yang mungkin satu-satunya manusia baik di kampus ini yang mau menyapanya– tadi menunjukkan dua jari berbentuk lambang peace tanda meminta maaf.
"Gue temenin aja, gimana?"
"Oke." jawab Ana sekenanya.
"Beneran gak ada kelas, An?" tanyanya lagi, yang hanya diangguki Ana.
"Tapi tadi kata lo–"
"Gue bohong, Jun. Gue males aja bawa laporan banyak begini ke fakultas lain."
"Tapi tetep harus bawa ya ternyata?" tanyanya lagi diiringi kekehan Ana.
"Lo gak ada kelas, Jun?"
"Udah selesai."
Lalu setelah itu mereka sampai di ruang dosen FIP dan memberikan laporan proposal tersebut pada dosen yang dimaksud. Keduanya akhirnya pergi dari gedung megah tersebut dan berjalan menuju kantin.
"Lo mau traktir gue, An?"
Ana mengangguk, "Iya, makasih karena udah nemenin."
Mereka baru saja selesai memesan makanan dan duduk berhadapan dalam diam, namun tiba-tiba saja suara ramai menghampiri meja tempat mereka.
"Junto!"
"Astaga, Jun, bisa-bisanya lo masih deket-deket sama dia?"
"Cabut ayo, Jun!"
YOU ARE READING
Cromulent
RomanceMemangnya apa yang bisa diharapkan dari seorang gadis penerima beasiswa yang juga digosipkan memiliki hubungan khusus dengan dosennya sendiri? Perundungan yang didapatkannya semakin menjadi-jadi karena gosip murahan seperti itu. Namun di lain sisi A...