PROLOG

11 6 1
                                    

**

Sebuah mobil dengan kecepatan rata-rata melaju melewati jalanan yang tampak sedikit sepi. Didalam mobil yang ditumpangi tiga orang itu hanya terdapat kesunyian.

Seorang gadis yang duduk belakang dengan mata tertuju pada benda pipih ditangannya itu mulai bergumam pelan memecah keheningan didalam mobil. Sesekali ia melirik kearah jendela, memandang pepohonan yang sibuk menari karena hembusan angin malam.

"Sayang," panggil wanita paruh baya yang duduk disamping kemudi itu membuat Alana menghentikan aktivitasnya.

"Iya Ma," jawab Alana lembut sambil menatap mamanya.

"Mama sama Papa mau pergi ke Luar negeri lusa, untuk mengurus pekerjaan disana. Kamu tinggal dirumah selama satu Minggu nggak apa-apa kan?" tanya mamanya untuk yang kesekian kalinya.

Entah sudah berapa kali Alana mengiyakan ucapan mamanya itu. Sejak tadi mamanya hanya menanyakan hal itu, walaupun dengan perkataan yang berbeda. Mulai dari memintanya untuk jangan terlambat makan, berangkat sekolah, jangan bermalas-malasan dan lain sebagainya. Aneh sekali pikir Alana.

Padahal orang tuanya juga sudah sering meninggalkannya untuk urusan pekerjaan diluar kota. Alana tak pernah mempermasalahkan jika orang tuanya pergi, karena itu juga untuk kebahagiaannya sendiri. Orang tua mana yang tak ingin anaknya bahagia.

"Iyaa, Mama udah berkali-kali bilang gitu loh ke Alana. Sampai bosen dengernya, kayak Mama nggak bakal ngurus Alana lagi." Alana terkekeh dengan ucapannya sendiri. Berbeda dengan mamanya yang tampak tersenyum tipis. Dari raut wajahnya terlihat kegelisahan seperti memikirkan sesuatu.

"Kamu jangan sampai telat makan loh, Al." Sekarang gantian papanya yang memperingatinya. "Jangan lupa sering olahraga juga biar sehat. Nggak rebahan doang kerjaannya!" lanjut papanya.

"Iya-iyaa. Lagian Mama sama Papa kenapa sih? Jadi perhatian banget," ucap Alana yang kemudian mendapat usapan lembut dikepalanya.

"PAPA, AWASS!!" teriak Alana yang melihat mobil dari arah depan melaju kencang.

Papa dan mamanya yang mendengar teriakan Alana sontak menatap kedepan. Papanya yang syok, memutar stir untuk menghindari mobil didepannya hingga membuat mobilnya sendiri melaju tak terkendali sampai mobilnya masuk ke dalam jurang.

Alana memegang kepalanya yang terasa sakit. Darah segar mengalir di pelipisnya yang membuatnya semakin lemas. Alana mencoba bangkit dari posisinya, ia masih berada didalam mobil yang sepertinya posisi mobil itu dengan keadaan terbalik.

"Maa, Paa," panggilnya lemah. Ia mencoba mendorong pintu mobil agar terbuka. Beberapa menit sudah ia berhasil keluar dengan anggota tubuh yang terasa sakit bahkan untuk berdiri pun ia tak kuasa.

Alana menjauh dari mobil beberapa meter. Untuk menolong kedua orang tuanya dalam keadaan yang masih lemah sendirian mungkin ia tidak akan sanggup pikirnya.

"TOLOONGGGG!" Alana berteriak kencang meski dengan tenaganya yang sudah hampir habis, ia masih berusaha kuat. "TOOLOONGGGG!" teriaknya lagi untuk yang kesekian kalinya. Alana hanya berharap Tuhan mengirimkan seseorang yang bisa menolongnya saat ini.

"Too--aaaa," ucapannya terpotong saat mendengar bunyi ledakan yang sangat keras menggema di hutan sepi ini. Alana menutup telinganya dengan tangannya. Ia memutar tubuhnya menatap kearah mobil yang sudah dipenuhi api yang menyala. Seketika air mata gadis itu turun dari pelupuk matanya. Suara ledakan itu berasal dari mobilnya dan dua insan yang sangat ia sayangi melebihi dirinya sendiri ada didalam sana.

"M-MAMAAA! PAPAAA!" teriaknya. Dengan tubuh yang masih lemas ia mencoba bangkit kemudian berjalan sekuat tenaganya mendekati mobil itu.

"MAMAA! PAPAA! JANGAN TINGGALIN ALANA!"

Alana melangkah semakin mendekat, ia berniat masuk kedalam mobil itu. Namun beberapa warga lebih dulu datang dan menghentikan aksi nekatnya itu.

"Bahaya Dek, jangan nekat!" kata salah satu warga.

"Lepasin saya! Mama sama Papa saya ada didalam! Saya mau bantu mereka keluar!" ucap Alana memberontak karena tangannya yang ditahan warga.

"Bahaya Dek! Ikhlaskan saja mereka, Tuhan lebih sayang mereka," ucap seorang bapak-bapak yang menahan tangan Alana.

"Mama sama Papa masih hidup! Aku harus tolongin mereka. Lepasin!" Alana semakin memberontak, namun tenaganya kalah kuat dengan dua orang yang menahan tangannya.

"LEPASIN!" teriak Alana yang semakin terisak. Air matanya masih terus mengalir deras membasahi pipinya. "Mamaaa, Papa," ucapnya lirih sambil menatap api yang masih menyelimuti mobil papanya, sebelum akhirnya pandangannya buram dan tak sadarkan diri.

**

Jangan lupa jejaknya :) nggak maksa kok👍

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 04, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ALKYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang