Di tempatnya, Zergan berusaha menenangkan diri. Terakhir kali dirinya meledak-ledak di hadapan Clara, perempuan itu ingin memotong lehernya. Setelah cukup tenang, secara kebetulan seorang pelayan lewat di depannya. Zergan menghentikan pelayan itu lalu bertanya untuk meja berapa nampan tersebut. Zergan memutuskan mengambil nampan begitu tahu itu untuk meja yang ditempati Bella dan Risa.
"Ris, pelan-pelan dong makannya! Gue gak kebagian nih," protes Bella ketika semua potongan ayam berada di piring Risa.
"Gak usah panik. Kan udah pesen lagi," sahut Risa sambil membungkus ayam dengan keju leleh.
Zergan sampai di meja mereka. Perlahan ia meletakkan sepiring ayam di meja. Ia tidak langsung pergi, melainkan bertanya, "Halo. Bagaimana makanannya? Apa sesuai selera?"
Mendengar suara yang lembut, Bella mengalihkan pandangan. Seorang pria dalam kemeja polos dan rambutnya rapi. Bella senang melihatnya. Buru-buru ia menjawab, "Ayamnya enak. Kejunya banyak, puas makannya."
Zergan mengangguki ucapan Bella. Kemudian matanya kembali ke Risa. Dari sana Bella dapat menerka pria ini tertarik kepada sahabatnya. Dengan hati kecewa, ia kembali makan. Kala hendak melahap potongan ayam, Bella merasakan nyeri di kepalanya. Wajahnya mendongak. Bella kembali menunduk. Hawa di sini membuatnya muntah. Tanpa pamit, gadis itu pergi mencari kamar mandi.
Sedangkan Risa ternganga menyaksikan kepergian Bella. Dengan senyum canggung, ia membuka obrolan. "Dekorasi di sini bagus, ya. Ada mawar, mawar hitam juga ada," ucapnya melihat ke taman kecil di depan restoran. Jarang bisa melihat mawar dengan warna hitam. Risa rasa ada makna di baliknya.
Zergan tersenyum. Hatinya senang karena bunga yang ia letakkan disadari perempuan itu. "Kalo suka boleh dibawa pulang," ungkapnya spontan.
Wajah Risa berpaling. "Boleh? Makasih." Bicara seolah setuju dengan ide itu, Risa tidak akan merealisasikannya. Sejak melihat pria ini, hatinya memberitahu untuk tidal terlalu akrab. Selain itu, Risa juga ingin pria ini segera pergi atau Bella cepat kembali.
"Namaku Zergan. Aku manajer di sini."
Disodori perkenalan yang tiba-tiba, mau tidak mau Risa mengenalkan diri juga. "Aku Risa. Kamu hebat, ya, masih muda udah punya restoran sendiri." Selesai bicara, Risa terkejut dengan dirinya sendiri. Ia terbiasa bicara memakai pasangan lo gue dibanding aku kamu. Namun, sekarang justru sebaliknya.
Sudut bibir Zergan tertarik ke atas. Mudah, pikirnya. Mencoba membangkitkan ingatan yang terhapus, cukup berisiko untuk Clara. Namun, Zergan akan berhati-hati. Ia akan mendekati perempuan ini secara perlahan kemudian menunjukkan hal-hal yang bisa mengingatkan kenangan mereka. Bila Clara tidak mendapat ingatannya tentang Zergan, itu tidak masalah. Lembaran baru bisa diisi dengan kisah mereka di masa kini. "Nikmati makanannya. Aku pamit," pamitnya.
Barulah Risa merasa lega. Pada waktu bersamaan, Bella kembali. Langkahnya tertatih-tatih menuju kursi. Risa bangkit untuk membantunya berjalan. "Lo habis muntah, Bel? Keracunan? Alergi ayam? Kalo gitu ayamnya buat gue," celetuk Risa.
Sontak Bella melotot. "Enak aja. Gue gak alergi ayam dan semua ayam itu punya gue. Minggir," balasnya dan duduk.
"Ris, siapa namanya?"
"Nama siapa?" tanya Risa balik.
"Yang nganterin pesenan."
Risa memuta mata. Mulutnya menyedot teh lemon. Bella menunggu Risa selesai minum. Sekian lama menunggu, tidak jua Risa buka suara. Bella kesal. Karenanya ia mengambil minuman milik sahabatnya. Risa berdecak. Dirinya tahu isi pikiran sahabatnya. Maka mulutnya memilih diam.
"Ish, kok lo gak jawab? Gue udah nunggu loh. Ris, siapa namanya?" Bella mengembalikan minuman ke pemiliknya. Walau sudah melakukannya, Risa tetap diam. Bella menghela napas. Sebaliknya ia bertanya kepada Azka, karena temannya itu bisa mencari apapun.
"Bel, pulang yuk."
Bella mendongak. "Nanti ah. Belum habis nih," jawabnya.
"Kalo gitu cepet habisin."
"Lo kenapa dah? Galak banget."
Lagi-lagi Risa berdecak.
🍬🍬🍬
Zergan memegang ponsel. Dirinya berada di lantai dua sementara para pelayan di lantai satu sibuk bersih-bersih. Tubuhnya duduk menghadap jendela yang menampilkan jalanan sore di depan restoran. Bibirnya melengkung. Matanya melengkung. "Clara," sebutnya.
Ponsel berdering satu kali. Zergan menghadapkan layar ke wajah. Dalam ponselnya terpampang informasi mengenai Erlang. Ketemu, batinnya. Zergan meletakkan ponsel ke meja. Wajahnya mendongak. Walau Aiden belum beres, setidaknya ia sudah bergerak untuk membereskan dokter muda yang mendekati Clara. Nanti malam adalah resolusi untuk Erlang. "Clara cuma punyaku," lirihnya senang.
🍬🍬🍬
Bella telungkup sambil memainkan ponsel. Kedua kakinya bergerak mengayun saat Azka balik membalas pesan. Ia terkikik ketika Risa muncul dengan penampilan rapi. Karena takjub, Bella bertanya, "Widih, wanginya kayak kemenyan. Mau ke mana lo?"
"Gak usah ikut," tegas Risa seraya menyisir rambut sebahunya. Tubuhnya menghadap lemari yang dipasang cermin.
Bibir Bella cemberut. Ia mengira ada alasan Risa mandi sangat lama kemudian berpakaian rapi. Pasti sahabatnya akan pergi ke tempat yang bagus. Bella tidak bisa melewatkan ini. "Ris, dunia luar itu bahaya. Apalagi sekarang mau malem, gue temenin, ya? Gue takut lo kenapa-kenapa. Kayak misal lo jatuh ke got, terus gak ada orang. Gak ada yang nolongin deh," ungkapnya.
"Kalo dunia luar berbahaya, kenapa lo nekat kabur dari rumah?" tanya Risa.
Bella terkekeh. "Gue kaburnya dulu. Pas itu suasana masih aman terkendali. Kalo sekarang kan beda."
"Bilang aja lo mau ikut."
"Nah! Itu lo tau. Gue ikut, ya? Boleh, ya? Boleh lah. Masa gak boleh," minta Bella.
"Cepetan siap-siap!"
"Hore!"
Langit yang mulai gelap tidak menjadi halangan berarti bagi dua orang itu. Risa berjalan pelan, sedangkan Bella sesekali meloncat. Rambutnya yang dicepol dua bergetar seiring langkah kakinya. Kesal melihat tingkahnya, Risa menahan lengan Bella. Gadis itu pun tenang di sebelah Risa.
"Risa. Ini kan jalan ke rumah sakit. Lo mau ketemu Erlang, kan?" tanya Bella.
Risa tidak menjawab. Karena ia yakin Bella bisa menebak dari dirinya yang membawa kotak makanan. Mengingatnya, Risa tersenyum. Cukup sulit untuk mereka berdua bisa bertemu. Erlang harus menyesuaikan jadwalnya supaya mereka bertemu tanpa terganggu jadwal masing-masing.
"Udah sampe," tukas Bella, "ayo nyebrang."
Dari seberang jalan, Risa dapat menemukan Erlang. Dia dalam balutan jas putih. Lewat gerakan tangan, Erlang mengisyaratkan supaya Risa diam di tempat. Risa kira Erlang yang memotong jalan untuk sampai ke dirinya. Risa menunggu dengan senyum.
Di sisi lain, Erlang merasa ribuan kupu-kupu beterbangan di perutnya. Tangannya menggenggam kotak beludru di saku jas. Setelah memastikan aman untuk menyebrang, kakinya menapak aspal. Ia berjalan sedikit cepat, sesuai dengan tangannya yang ingin segera memeluk Risa.
Bella menyaksikan kebahagiaan dari sepasang anak manusia. Sang wanita diam menunggu sang pria yang datang kepadanya. Mereka terlihat dipenuhi oleh kasih. Bella mengalihkan mata ke kanan. Matanya menyipit melihat dua cahaya terang yang bergerak cepat. Kepalanya menoleh. Dua cahaya itu melaju ke arah Erlang. Belum sempat dirinya berteriak memperingatkan, dua cahaya milik sebuah mobil melintasi Erlang.
"Erlang!"
KAMU SEDANG MEMBACA
What Kind of Mommy (Revisi) - Open Pre-Order
RomanceNolong balita, malah dapet duda?! Risa tidak menyangka pertolongannya kepada balita yang tersesat membuatnya terjebak dalam permasalahan rumah tangga Aiden Davies. Kemiripan wajahnya oleh seseorang menjadi penyebab dirinya dipanggil ibu sekaligus is...